Virus Corona
Studi Baru: Kandidat Vaksin Covid-19 Nonaktif dari China Hasilkan Respons Kekebalan yang Kuat
Kandidat vaksin Cina yang tidak aktif menghasilkan respons kekebalan, sebuah studi menunjukkan.
TRIBUNNEWS.COM - Kandidat vaksin Covid-19 nonaktif yang dikembangkan oleh para ilmuwan China, sejauh ini menghasilkan kabar baik.
Menurut sebuah studi, vaksin tersebut memiliki respons kekebalan yang kuat dan efek samping ringan saat pengujian tahap awal.
Hasil dari dua fase uji coba pertama tampaknya menunjukkan produk yang aman.
Tetapi fase pengujian ketiga, yang telah dimulai, akan memberikan lebih banyak informasi mengenai vaksin.
Adapun, vaksin ini dikembangkan oleh Sinopharm dan Institut Produk Biologi Wuhan.

Baca: Pengalaman Warga Bandung Disuntik Vaksin Covid-19 Asal China: Tak Ada Efek, Anak Muda Jangan Ragu
Baca: Pengusaha China Beli Masker Termahal Dunia, Harganya Rp 22,1 Miliar
"Meskipun vaksin yang tidak aktif menimbulkan respons antibodi yang kuat."
"Namun apakah itu dapat melindungi individu dari Covid-19 masih belum diketahui," kata penelitian tersebut, yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association, Kamis (13/8/2020), dikutip dari SCMP.
Studi tersebut merupakan yang pertama menyediakan data uji klinis untuk vaksin yang tidak aktif untuk Covid 19.
Vaksin yang tidak aktif terdiri dari partikel virus, bakteri atau patogen lain yang telah tumbuh dalam kultur dan kemudian kehilangan kapasitas produksi penyakit.

Baca: Inggris Borong 60 Juta Dosis Kandidat Vaksin Covid-19 Buatan Novavax
Baca: Diragukan Sejumlah Ahli, Vaksin Covid-19 Buatan Rusia Disebut seperti Russian Roulette
Produk Sinopharm adalah satu dari tiga kandidat vaksin China yang menjalani uji klinis fase tiga.
Penelitian baru dilakukan oleh tim yang terdiri dari 30 orang dan sebagian didukung oleh China National Biotec Group, sebuah unit dari Sinopharm.
Uji coba tersebut melibatkan 320 orang dewasa sehat, berusia 18 hingga 59 tahun.
Mereka diberi empat jenis suntikan, baik plasebo, atau kandidat vaksin dosis rendah, sedang atau tinggi.
Efek samping yang paling umum, rasa sakit di tempat infeksi dan demam, yang terjadi antara 6 sampai 25 persen pasien.

Hal itu tergantung pada dosis berbeda yang digunakan dalam uji coba.