Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Cerita WNI dari Oman yang Kembali ke Jakarta saat Pandemi Covid-19

"Dari Oman sendiri bisa melakukan PCR sebenarnya di sana dengan biaya yang sudah ditentukan di negara tersebut," jelas Fizrya

TRIBUN/CECEP BURDANSYAH
Tim psikolog TNI AD yang dipimpin Kapten Didon memberikan game kepada pasien di lantai 27, Tower 7, Wisma Atlet, Kemayoran, Selasa (5/5/2020). Wisma Atlet Kemayoran telah dialihfungsikan menjadi RS Darurat Covid-19, setelah pandemi Virus Corona mendera Indonesia. TRIBUNNEWS/CECEP BURDANSYAH 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat

TRIBUNJAKARTA.COM, KEMAYORAN - Fizrya (23 tahun), perempuan berkewarganegaraan Indonesia ini telah tiba di Jakarta setelah sebelumnya berada di Oman selama 7 bulan.

Beberapa hari lalu, Fizrya pulang dari Oman dan tiba di bandara Soekarno-Hatta. 

Baca: PMI Ety Binti Toyyib Positif Corona, Hasil Rapid Test Menaker Ida Non-Reaktif

Setibanya di sana, perempuan berambut panjang ini melakukan rapid test virus corona atau Covid-19 dan dirujuk ke Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Selama empat hari, Fizrya diisolasi di RSD Covid-19 tersebut sembari menunggu hasil swab test Covid-19 oleh tim dokter yang berada di sana.

"Dari Oman sendiri bisa melakukan PCR sebenarnya di sana dengan biaya yang sudah ditentukan di negara tersebut," jelas Fizrya, saat diwawancarai TribunJakarta.com, di RSD Wisma Atlet Kemayoran, Jumat (10/7/2020).

"Cuma ada pilihan juga untuk Indonesia sendiri boleh melakukan PCR di Indonesia, di mana biayanya sudah ditanggung pemerintah," lanjutnya.

Tarif Rapid Test Maksimal Rp 150.000

Pemerintah sudah menerapkan batas tertinggi pemeriksaan tes cepat atau rapid test untuk mendeteksi virus corona ( Covid-19) sebesar Rp 150.000. Bagaimana jika ada yang melanggar?

Penelusuran Tribunnews.com, masih ada tarif di atas batas tertinggi apid test yang sudah ditetapkan Kemnkes.

Pengakuan beberapa warga yang melakukan rapid test mandiri di Jakarta menunjukkan, jika mereka harus membayar lebih dari Rp150 ribu. 

Selain rapid test Rp150 ribu, si peserta test diminta membayar administrasi, biaya pelayanan juga surat keterangan sehat yang dipatok tarifnya.

Jadi paket rapid test mandiri pun harus dibayar tetap pada kisaran Rp 300 ribuan.

Apa sikap pemerintah?

Baca: Pakar Epidemiologi Sarankan Pemerintah Evaluasi Efektivitas Rapid Test

Baca: Alat Rapid Test Buatan Indonesia Siap Bersaing dengan Produk Luar Negeri, Harganya Cuma Rp 75.000

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memastikan pemerintah akan memberi sanksi tegas kepada rumah sakit (RS) yang mematok tarif tes cepat atau rapid test di atas Rp 150.000.

Hal itu disampaikan Muhadjir menanggapi surat edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengatur batas maksimal tarif rapid test.

"Berkaitan dengan surat edaran dari Menkes tentang batas maksimum harga rapid test. Pasti kalau ada RS yang mengenakan biaya di atas itu, ya pasti ada sanksinya. Pasti itu," kata Muhadjir melalui kanal Youtube Kemenko PMK, Kamis (9/7/2020).

Muhadjir mengatakan, bentuk sanksi yang diberikan bisa berbeda-beda, seperti berupa teguran, peringatan keras atau tindakan yang lebih tegas.

Ia pun meminta RS dan layanan kesehatan menggunakan alat rapid test buatan dalam negeri karena kualitasnya teruji dan harga lebih terjangkau.

Baca: Kemenkes Tetapkan Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150 Ribu, Ketua YLK Sebut Masih Mahal

"Soal sanksi mungkin bisa diambil tindakan lebih tegas. Ada wewenangnya. Nanti ada aparat sendiri yang melakukan itu (memberi sanksi)," lanjut Muhadjir.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona ( Covid-19) sebesar Rp 150.000.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.

Surat itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020 lalu.

"Betul (batasan tertinggi Rp 150.000)," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P2P Kemenkes, Achmad Yurianto, pada Kompas.com, Selasa (7/7/2020).

Dalam surat edaran dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri.

Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi.

Setiap fasilitas layanan kesehatan pun diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved