Kamis, 2 Oktober 2025

Virus Corona

Soal Penerapan New Normal, Sosiolog: Perlu Ketegasan dalam Kesatuan Informasi

Dalam penerapan new normal di kehidupan masyarakat, Sosiolog menyebutkan perlu ketegasan terhadap kesatuan informasi.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
Pengunjung mengenakan face shield atau alat pelindung wajah saat berbelanja di Plaza Marina Surabaya, Rabu (3/6/2020). Plaza Marina Surabaya menerapkan protokol penerapan normal baru atau new normal secara ketat bagi setiap pengunjung seperti wajib memakai pelindung wajah, masker dan melalui pengecekan suhu tubuh saat masuk mal. Semua karyawan di salah satu pasar telekomunikasi ini juga diwajibkan menggunakan sarung tangan untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

TRIBUNNEWS.COM - Pandemi corona (COVID-19) yang belum juga berakhir memaksa masyarakat untuk dapat beradaptasi menjalani kehidupan dengan tatanan normal baru atau new normal.

Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyampaikan, mau tidak mau new normal harus diterapkan untuk mencegah penyebaran virus corona serta menjaga perekonomian supaya tidak terpuruk.

Meskipun masyarakat sudah dapat berkegiatan di luar rumah saat new normal diterapkan, Wapres berpesan, agar masyarakat selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan.

"Masyarakat harus betul-betul disiplin, kalau tidak, bisa menimbulkan transmisi Covid-19 yang meningkat lagi," kata Wapres Ma'ruf Amin, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Senin (8/6/2020).

Baca: Sambut New Normal, Sandi Uno Sarankan Pemerintah Beri UMKM Dana Tunai

Supaya new normal dapat benar-benar berjalan sesuai anjuran pemerintah, maka diperlukan ketegasan dalam kesatuan informasinya.

Informasi yang tidak seragam akan mengesankan inkonsistensi yang kemudian membuat masyarakat mengkontruksikan definisi new normal secara sosial.

Hal itu disampaikan Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si., dalam wawancaranya bersama Tribunnews.com melalui Zoom, Senin (8/6/2020).

"Pemerintah perlu ketegasan terhadap kesatuan informasinya. jangan sampai informasi pemerintah pusat, daerah, pemerintah pusat di perhubungan, di bumn, di pendidikan itu berbeda."

"Perbedaan-perbedaan ini akan dilihat sebagai inkonsistensi dan akan menimbulkan reaksi munculnya socially constructed new normal itu, konstruksi secara sosial dan itu adalah definisi situasi yang dilakukan masyarakat itu sendiri," terang Drajat.

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si.
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si. (newsroom.uns.ac.id)

Pasalnya, menurut Drajat, selama masa pandemi ini masyarakat merasa diasingkan di ruang-ruang publik.

Sehingga, mereka pun merasa memiliki hak untuk masuk ke ruang publik

"Karena selama ini dia merasa diasingkan di ruang-ruang publiknya maka ia merasa punya hak untuk masuk ke ruang publik," terangnya.

Ma'ruf Amin Ingatkan Masyarakat untuk Disiplin dan Waspada

Setidaknya terdapat 102 daerah yang diizinkan pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menerapkan new normal.

Diketahui, sejak Senin (8/6/2020), transisi ke new normal telah diterapkan di wilayah DKI Jakarta.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved