Virus Corona
Mengapa Warga Nekat Berkerumun di Pasar dan Mal Padahal Sedang Corona? Ini Penjelasan Ahli
Sebagian besar masyarakat masih menganggap penyakit ini masih jauh, tidak perlu ditakutkan
Kondisi yang dapat membuat mau mencari atau tidak mencari adalah "persepsi".
Dalam kondisi penyebaran Covid-19 ini, pada awalnya masyarakat masih banyak yang merasa bahwa penyakit ini masih jauh dan tidak dekat dengan tempat tinggalnya.
Ini disebut dengan perceive susceptibility atau kerentanan apa yang dirasakan/diketahui.
Kemudian ada perceive severity, yakni bahaya atau keparahan penyakit yang dialami.
Masyarakat juga memiliki pemikiran bahwa ini adalah penyakit seperti influenza atau yang dikenal dengan sakit pilek, yang umumnya terjadi di Indonesia.
Selain itu, ada perceive benefit of action, apa manfaat yang akan didapatkan dari tindakan yang dilakukan.
Dalam masa PSBB, di mana harus bekerja, belajar, bahkan beribadah di rumah ternyata tak bisa diikuti oleh sebagian orang.

Saat pemerintah mengumumkan untuk di rumah saja, maka yang dipikirkan adalah:
kalau tidak keluar rumah, tidak bekerja, maka bagaimana dapat uang? Apabila tidak ada uang, bagaimana dapat makan? Kalau tidak makan, maka akan kelaparan.
Jadi, imbauan untuk berdiam di rumah, apabila tidak ditunjang kebijakan lain yang menyertai, akan sulit untuk diikuti oleh masyarakat karena keuntungan yang akan diperoleh tidak terlihat.
Ada pula yang disebut dengan perceive barrier to action, hambatan dari tindakan yang akan dilakukan.
Hambatan-hambatan yang dapat muncul didasari beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, tempat tinggal, penilaian mengenai diri sendiri, apakah sanggup atau tidak sanggup mengatasi penyakit tersebut, ataupun keyakinan bahwa tidak akan terkena penyakit tersebut karena berbagai faktor penguat keyakinan tersebut.
Terakhir adalah cues to action, isyarat untuk melakukan tindakan.
Pada akhirnya tindakan apa yang akan diambil dan dilakukan terhadap penyakit Covid-19?
Apakah akan memeriksakan diri saat gejala muncul?