Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Pakar Inggris Tegaskan, Asal Lakukan Tes Antibodi Bisa Berisiko Penularan Covid-19

Pakar Inggris menilai, tes antibodi untuk mengetahui status antibodi dalam tubuh yang tidak terferivikasi justru bisa menularkan virus corona itu.

Penulis: Ika Nur Cahyani
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Petugas Bio Farma mengambil sampel darah pasukan gorong-gorong dan kebersihan (Gober) Kota Bandung pada Gebyar Vaksinasi Hepatitis B untuk Petugas Gober Se-Kota Bandung dalam rangka HUT ke-127 Bio Farma di Gedung PT Bio Farma, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Kamis (3/8/2017). Pemberian vaksin hepatitis B kepada 2.200 pasukan Gober se-Kota Bandung itu dimaksudkan untuk menimbulkan kekebalan spesifik (antibodi) sehingga dapat menangkal infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, yang menyerang organ hati. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Inggris menilai, tes antibodi untuk mengetahui status antibodi dalam tubuh yang tidak terverifikasi justru bisa menularkan virus corona.

Di masa pandemi Covid-19 ini, negara di seluruh dunia berjuang mengembangkan tes antibodi untuk membantu mendiagnosa adanya infeksi pada organ tubuh.

Terutama pada infeksi saluran pernapasan dan organ pencernaan.

Namun ada laporan bahwa organisasi dan sejumlah orang berusaha mendapatkan alat tes itu sendiri.

Rata-rata orang-orang ini nekat melakukan tes antibodi sendiri agar bisa segera bekerja kembali.

Tetapi hasil tes tersebut mayoritas cenderung tidak tepat seperti dikabarkan The Guardian

Baca: Nasib Pelajar Kurang Mampu di Amerika Serikat: Tak Bisa Ikuti Pelajaran Karena Tak Miliki Laptop

Baca: Peneliti Inggris Sebut Wabah Corona Mulai Muncul di China Sejak September 2019

Koordinator nasional program pengujian Covid-19 di Inggris, John Newton percaya upaya untuk mengembangkan alat uji seperti ini sangat menjanjikan.

Akan tetapi dia juga mengatakan bahwa hasil tes dari peralatan dan proses yang tidak terverifikasi bisa meningkatkan resiko timbulnya sakit atau bahkan menyebarkan virus.

"Pemerintah didukung oleh para ahli dan regulator terkemuka di dunia, terus bekerja keras untuk secara cepat memberikan kit pengujian antibodi yang dapat diandalkan dan akurat," kata Newton.

"Ini dilakukan demi melawan penyebaran virus dan memungkinkan orang bisa kembali bekerja dengan aman," jelasnya.

Newton dengan tegas memperingatkan agar orang-orang tidak asal membeli dan melakukan tes antibodi.

Grab melalui GrabHealth powered by Good Doctor berinisiatif memberikan rapid test dan PCR test gratis kepada 1.000 tenaga kesehatan dan ojek online.
Grab melalui GrabHealth powered by Good Doctor berinisiatif memberikan rapid test dan PCR test gratis kepada 1.000 tenaga kesehatan dan ojek online. (Grab Indonesia)

"Sampai saat itu, tolong jangan membeli atau melakukan tes yang tidak terbukti. Tes itu mungkin tidak dapat diandalkan untuk penggunaan yang kamu maksudkan," kata Newton dikutip dari Sky News

"(Alat tes) mungkin memberikan hasil yang salah dan menempatkan kamu, keluarga kamu, atau orang lain dalam bahaya."

"Sementara itu, saya menyarankan organisasi, baik di sektor publik dan swasta, menentang penggunaan tes antibodi yang belum diverifikasi di pengaturan laboratorium," ujarnya.

Menurutnya hasil tes yang tidak akurat akan menyesatkan orang yang melakukannya.

Bahkan bisa jadi orang yang membawa virus menularkannya pada yang lebih rentan.

"Kepala petugas medis juga mengatakan dia sangat tidak menyarankan penggunaan tes yang tidak divalidasi dan bahwa, untuk saat ini, pedoman jarak sosial terus berlaku untuk semua orang."

Untuk itu, pemerintah Inggris sedang memantau beberapa perusahaan yang menawarkan tes virus corona dan sedang mengevaluasi efektivitasnya.

Akan tetapi belum ada yang terbukti cukup akurat dan bisa diluncurkan untuk penggunaan umum.

Baca: Pakar Sebut Tes PCR Lebih Akrurat Identifikasi Covid-19: Periksa Virus Bukan Antibodi

Baca: Ilmuwan China Klaim Temukan Antibodi yang Efektif untuk Bentengi Badan dari Covid-19

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa tidak ada bukti orang yang pernah menderita Covid-19 tidak dapat terinfeksi lagi.

Hingga Sabtu (18/4/2020), dunia sudah mencatatkan 2.275.782 kasus infeksi Covid-19.

Sejumlah 156.104 orang tercatat sebagai korban jiwa atas pandemi ini.

Sedangkan 582.443 orang berhasil sembuh dari virus ini.

Amerika Serikat masih menduduki posisi pertama tingkat infeksi dan kematian terbesar di dunia.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved