Pengusaha Ingatkan Kebijakan Global Soal Pekerja Platform Tak Boleh Hambat Fleksibilitas dan Inovasi
Pertumbuhan ekonomi digital RI diproyeksikan tumbuh dari 82 miliar dolar AS pada 2023 menjadi 360 miliar dolar AS pada 2030.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menegaskan pentingnya kebijakan global mengenai pekerja platform yang adaptif, realistis, dan mendukung ekosistem ekonomi digital.
Hal itu ditegaskan Bob Azam selaku delegasi Kelompok Pengusaha Indonesia dan Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO dalam Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) ke-113 di Palais des Nations, Jenewa, Swiss.
APINDO hadir sebagai bagian dari delegasi tripartit Indonesia bersama pemerintah dan serikat pekerja.
Merujuk data dari Bain & Temasek, Bob menyebut Indonesia akan menyumbang sepertiga dari total ekonomi digital ASEAN.
Pertumbuhan ekonomi digital RI diproyeksikan tumbuh dari 82 miliar dolar AS pada 2023 menjadi 360 miliar dolar AS pada 2030.
Baca juga: Apindo Tekankan Pentingnya Regulasi Global yang Adaptif untuk Lindungi Pekerja Platform
Bob mengatakan prinsip decent work di platform harus dirancang hati-hati agar tidak menghambat dua elemen kunci penciptaan lapangan kerja di era digital, yaitu fleksibilitas dan inovasi.
"Dunia usaha berharap ILO (International Labour Organization) menghasilkan instrumen yang melindungi tenaga kerja tanpa memaksakan model kerja konvensional,” kata Bob dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (30/6/2025).
Tahun ini, Komite Penetapan Standar ILO memulai pembahasan perdana mengenai “Pekerjaan Layak
di Ekonomi Berbasis Platform”.
Seluruh pihak tripartit sepakat akan pentingnya perlindungan menyeluruh, baik bagi pekerja maupun keberlanjutan ekosistem platform, termasuk UMKM.
Maka dari itu, disepakati pendekatan berbasis prinsip agar instrumen yang dihasilkan fleksibel dan dapat disesuaikan dengan konteks nasional masing-masing negara.
Dalam pembahasan tersebut, Komite memerlukan dua hari penuh untuk menentukan jenis instrumen yang akan digunakan.
Mayoritas negara Eropa, Amerika Latin, dan Afrika mendukung Konvensi yang mengikat karena menyesuaikan dengan sistem ketenagakerjaan di negaranya.
Sementara itu, negara dengan populasi pekerja platform terbesar seperti China, AS, India, Swiss, dan Jepang mendorong rekomendasi yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan konteks nasional.
Menurut mereka, mayoritas pekerja platform di dunia adalah berusaha sendiri.
Mereka juga menekanan pentingnya menjaga kestabilan agar tidak mematikan UMKM yang sangat bergantung pada ekonomi digital.
Pembahasan Belum Final
Instrumen yang akan disusun akhirnya diputuskan berbentuk Konvensi.
Namun, pembahasan substansi baru mencakup sekitar 15 persen dan belum menghasilkan kesepakatan akhir.
Ini menunjukkan kompleksitas isu dan perlunya kehati-hatian agar instrumen tidak menghambat pertumbuhan ekonomi digital.
Selain itu, tetap menghormati sistem hukum dan ketenagakerjaan di tiap negara.
Selama dua minggu pembahasan, disepakati bahwa definisi pekerja platform mencakup penyedia layanan dalam platform baik sebagai pekerja dalam hubungan kerja, mereka yang berusaha sendiri, maupun kategori khusus lainnya, tergantung konteks nasional negara masing-masing.
Tidak ada asumsi otomatis bahwa semua pekerja platform harus dianggap sebagai pekerja dalam hubungan kerja.
Instrumen yang dirumuskan juga wajib menghormati sistem hukum ketenagakerjaan dan hukum bisnis di masing-masing negara.
Ruang lingkup platform yang dibahas juga luas, tidak hanya yang berbasis lokasi seperti transportasi dan pengantaran.
Namun, ruang linkup juga meliputi platform digital berbasis online seperti telehealth, pariwisata digital, edutech, freelancer, hingga pekerjaan kreatif.
Poin Utama Draf Instrumen untuk Pembahasan Mendatang
Juru Bicara Kelompok Pengusaha Internasional asal Amerika Serikat, Ewa Staworzynska, menekankan poin utama dalam draf instrumen untuk pembahasan yang akan datang.
Pertama, regulasi harus menghormati perbedaan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum.
Regulasi tidak boleh menyamaratakan hak serta kewajiban pekerja dalam hubungan kerja dengan mereka yang berusaha sendiri.
Kedua, ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu disesuaikan dengan kebutuhan fleksibilitas tenaga kerja yang bekerja dalam berbagai platform secara bersamaan.
Ketiga, seluruh pekerja harus dijamin akses terhadap jaminan sosial melalui skema yang sesuai dengan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan konteks nasional.
Terakhir, regulasi harus dapat mendorong pertumbuhan ekosistem platform, termasuk UMKM dan wirausaha.
Regulasi tak bisa membatasi inovasi secara berlebihan, misalnya lewat pengawasan terhadap penerapan algoritma platform yang terlalu ketat.
“Diskusi tahun pertama ini membuktikan pentingnya dialog sosial," kata Ewa dalam sidang pleno.
"ILO harus tetap menjadi lembaga rujukan, bukan ruang legislasi yang memaksakan agenda nasional atau regional,” tegasnya.
Bob menyatakan APINDO mendukung penuh prinsip-prinsip tersebut,
APINDO juga disebut berkomitmen memperjuangkan instrumen global yang adaptif, inklusif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk ekonomi digital, tanpa membebani pelaku usaha.
Kondisi Global Masih Menantang
Bob menyampaikan bahwa kondisi global saat ini masih menantang, mulai dari ketidakpastian perdagangan hingga tekanan nilai tukar dan naiknya biaya produksi dalam negeri.
"Hal ini berdampak pada sektor padat karya yang terpaksa mengurangi tenaga kerja," kata Bob.
Meski demikian, menurut Bob, ekonomi Indonesia tetap tangguh dengan pertumbuhan 4,87 persen di kuartal pertama 2024.
Namun, Bob menyebut tantangan ketenagakerjaan masih besar.
Tercatat, ada 7,47 juta pengangguran, 11,56 juta setengah menganggur, dan tingginya proporsi pekerja informal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka mencapai 4,91 persen.
Bob menyebut Pemerintahan Presiden Prabowo menjadikan perluasan lapangan kerja sebagai prioritas, menargetkan pertumbuhan 8 persen dan penciptaan 19 juta pekerjaan.
Ia menekankan perlunya dunia usaha dan pekerja dilibatkan sebagai mitra strategis untuk memastikan akses kerja.
Wanda Hamidah Berlayar ke Gaza Palestina, Siap Lahir Batin Jadi Relawan Perempuan Satu-satunya |
![]() |
---|
Kuota Impor, SPBU Swasta, dan Konsistensi Kebijakan |
![]() |
---|
Pemerintah Janjikan Jutaan Lapangan Kerja Baru, KSPSI Minta Fokus ke Kualitas dan Pekerja Informal |
![]() |
---|
Masih Jadi Tulang Punggung Energi Nasional, Kadin Dorong Hilirisasi Batu Bara |
![]() |
---|
Tambang Bawah Tanah Penuh Lumpur, Pekerja Freeport Belum Kunjung Ditemukan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.