Senin, 29 September 2025

Adian Soroti Biaya Layanan Aplikasi Aplikator Ojol: Berpotensi Tembus Rp24,5 Miliar per Hari

Aplikator memungut biaya dari konsumen di luar dari 20% yang sudah dipotong dari driver.

Penulis: Erik S
Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
POTONGAN OJOL - Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Adian Napitupulu. Aplikator memungut biaya dari konsumen di luar dari 20% yang sudah dipotong dari driver. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu menyoroti mengenai biaya yang dipungut aplikator ojek online (Ojol) dari dari konsumen.

Dalam konferensi Pers aplikator bersama Menteri Perhubungan tanggal 19 Mei lalu terungkap bahwa ternyata aplikator memungut biaya dari konsumen di luar dari 20 persen yang sudah dipotong dari driver.

Dalam penjelasannya, aplikator menguraikan bahwa biaya yang dipungut dari konsumen adalah Platform Fee atau biaya Platform atau biaya layanan aplikasi yang lumrah dipungut dalam bisnis aplikasi.

Baca juga: 10 Negara Paling Banyak Gunakan Ojol dan Layanan Mobilitas Online, Indonesia Teratas

Menurut Adian, istilah lumrah bukanlah dasar hukum bagi siapapun untuk dibiarkan memungut uang secara terorganisir, masif, terus menerus dan dalam jumlah yang sangat besar.

"Jika dilihat dari tampilan layar konsumen saat memesan kendaran roda dua untuk penumpang via aplikasi maka akan tertulis angka Rp 2.000,- untuk biaya jasa aplikasi dan Rp1.000 untuk biaya perjalanan aman di luar itu bisa juga ditemukan biaya lainnya seperti biaya hijau sekitar Rp 500,- mungkin ketiga biaya itulah yang dianggap tidak dipotong dari komisi 20?ri Driver tapi dipungut dari Konsumen dengan dasar "Lumrah" tersebut di atas," kata Adian dalam keterangannya, Jumat (13/6/2025).

Berapa kira-kira pemasukan aplikator dari biaya berdasar kelumrahan tersebut? Adian mencoba menghitungnya.

Berdasarkan data Komdigi dalam FGD dengan Badan Aspirasi Masyarakat sempat terlontar jumlah driver online baik motor maupun mobil yang menggunakan berbagai aplikasi sekitar 7 juta orang.

Biar mudah menghitungnya maka kita anggap saja semuanya menggunakan angka-angka motor atau roda dua yaitu Rp2.000 biaya jasa aplikasi, Rp1.000 biaya perjalanan aman dan Rp500 biaya hijau atau rata-rata total sekitar Rp 3.500 per sekali perjalanan.

Selanjutnya kita asumsikan saja 7 juta driver itu rata rata setiap hari hanya 1 kali perjalanan dan itu berarti ada 7 juta konsumen setiap hari yang dipungut biaya Lumrah di kisaran Rp3.500.

"Dari angka angka tersebut maka total perharinya bisa mencapai Rp24,5 miliar atau sekitar Rp 8,9 triliun per tahun," beber Adian.

Karena masih hitungan garis besar, sederhana dan dominan asumsi maka hitungan itu sangat mungkin meleset terlalu banyak tapi juga bisa meleset terlalu sedikit, untuk itu maka semoga bila ada RDPU dengan DPR nanti semua angka tersebut bisa diuraikan lebih detail oleh aplikator sehingga lebih mendekati kebenaran.

"Di luar itu semua, tentu menarik jika kita tahu kenapa selama bertahun tahun Negara seolah tutup mata, gak peduli dan stay cool melihat pungutan berdasarkan kelumrahan tersebut terjadi terus menerus. Wajar jika kemudian akan banyak orang bertanya, 'Apa yang membuat Negara mendiamkan itu, apakah ada sesuatu?' Semoga pertanyaan itu bisa terjawab saat Rapat Kerja Komisi V dengan Menteri Perhubungan," pungkas Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI itu.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan