Kontroversi Unit Link, Nasehat Perencana Keuangan: Hasil Investasi Bukan untuk Dicairkan, Tapi . . .
Produk asuransi plus investasi unit link belakangan dipersoalkan di masyarakat karena dugaan aspek transparansinya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produk asuransi plus investasi unit link belakangan dipersoalkan di masyarakat karena dugaan aspek transparansinya setelah sejumlah nasabah yang membeli produk unit link mengaku dirugikan oleh perusahaan asuransi.
Sejumlah nasabah mengajukan protes dan meminta perusahaan asuransi penerbit polis unit link untuk mengembalikan dana mereka.
Para nasabah tersebut menilai perusahaan asuransi penerbit produk unit link telah memperdaya mereka karena nilai tunai yang mereka peroleh setelah masa jatuh tempo ternyata tidak bertambah, namun justru menyusut.
Merespon hal itu, anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memberlakukan penghentian sementara atau moratorium atas penjualan produk asuransi unit link.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Industri DPR telah mengajukan permintaan moratorium tersebut ke OJK.
Menurutnya, permintaan panja di Komisi XI DPR tersebut akan membuka opsi-opsi boleh atau tidak perusahaan asuransi menjual produk unit link di masa depan.
Baca juga: AAJI Klaim Unit Link Bukan Produk Asuransi Berkedok Investasi, Banyak yang Belum Paham
“Dalam rapat Panja Pengawasan Industri Keuangan, kami menyampaikan perlunya dibuka sebuah opsi mengenai produk unit link dalam industri unit link itu dikaji ulang, mengingat banyak korban mengadu ke OJK dan DPR," kata Misbakhun, Rabu (8/12/2021).
Menurutnya, sampai saat ini masyarakat yang menjadi korban produk unit link belum memperoleh kejelasan akan uang mereka.

“Inilah kemudian lahir pemikiran tentang moratorium terhadap unit link di produk asuransi kita," tegasnya.
Baca juga: Kontroversi Produk Asuransi Unit Link, Dana Nasabah Mendadak Nol hingga Muncul Dorongan Moratorium
Dia mengatakan, pada produk unit link sebenarnya ada faktor investasi berisiko yang sebenarnya bukan merupakan produk asuransi itu sendiri.
Sementara, pengetahuan sebagian masyarakat juga belum memadai soal pasar saham. Hal itulah yang juga menjadi masalah.
Penelusuran Panja Komisi XI DPR mengungkap bahwa banyak prosedur yang tak terpenuhi. Selain itu, penjelasan kepada pemegang polis juga tak memadai.
Baca juga: Anggota Komisi XI Dorong OJK Moratorium Penjualan Produk Asuransi Unit Link
Aksi protes nasabah unit link ini cukup marak terjadi pada tahun 2020 lalu, ketika instrumen investasi seperti saham dan reksa dana berbasis saham anjlok saat pandemi mulai merebak.
Tahun lalu instrumen investasi di pasar modal memang rontok dihantam sentimen buruk berhentinya aktivitas ekonomi publik.
Bahkan baru-baru ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir laporan bahwa sepanjang tahun 2020 lalu terjadi penurunan jumlah pemegang polis unit link hingga 2,8 juta dibanding posisi akhir tahun 2019 yang masih sebanyak 7 juta pemegang polis, atau mengalami penurunan sekitar 40 persen.
"Tahun 2020 banyak yang tidak melanjutkan produk ini, atau sudah jatuh tempo. Tambahan nasabah baru tak banyak," kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah di kegiatan webinar 'Produk Asuransi Unit Link dan Pengawasannya oleh OJK' di Jakarta, pertengahan April 2021.
Menanggapi maraknya protes pemilik polis unit link, perencana keuangan Mada Aryanugraha SE. RFA, CFP mengatakan, unit link merupakan produk asuransi yang unik.
Ini karena merupakan produk perlindungan untuk nasabah yang dilengkapi alokasi investasi yang memungkinkan nasabah bisa menikmati nilai tunai yang lebih besar dari premi yang dibayarkan.
“Tanpa bermaksud berdiri di sisi salah satu pihak, jika ditanya apakah produk unit link bagus buat masyarakat, saya akan bilang bagus. Karena ia tak hanya memberikan manfaat perlindungan buat nasabah, tapi juga ada produk investasi di dalamnya,” ujar Mada, Rabu (8/12/2021).

Perihal alokasi investasi inilah, Mada menekankan, harus benar-benar dipahami oleh nasabah.
Ini karena, besar kecil sebuah investasi, ia masih mengandung risiko penurunan nilai aktiva bersih (NAB) per unit dari produk unit link yang dimiliki.
Seperti halnya produk investasi seperti reksa dana maupun saham yang diperuntukkan bagi investor berkarakter jangka panjang, maka unit link sejatinya merupakan produk perlindungan plus investasi untuk jangka panjang.
Nasabah idealnya tidak menarik hasil investasi yang diperoleh dari produk unit link saat NAB-nya meningkat, namun tetap disimpan untuk bisa dijadikan semacam jaring pengaman sosial ketika dalam satu waktu tertentu si nasabah mengalami kesulitan untuk membayar premi.
“Hasil investasi di unit link sebenarnya bukan untuk dicairkan, tapi ia merupakan bagian dari proteksi jangka panjang," bebernya.
Jadi, hasil investasi di unit link bisa digunakan untuk membayar premi di saat nasabah mengalami kesulitan. Demi mencegah lapse atau berhentinya pertanggungan,” kata pria yang juga seorang COO firma konsultan keuangan PT Solusi Pundi Indonesia (Sipundi) inia.
“Idealnya hasil investasi di unit link memang tidak untuk diambil nilai tunainya,” terangnya.
Dengan demikian, maka target nasabah untuk tak lagi membayar premi setelah kontrak polis berakhir bisa terwujud.
Pasalnya penyelenggara asuransi bisa mengalihkan hasil investasi yang diperoleh untuk menutupi insurance cost yang dibutuhkan.
Mada juga menjelaskan, hal terpenting dari upaya memperoleh manfaat lebih dari unit link adalah, pemahaman yang utuh. Nasabah harus memahami bahwa selain proteksi, ada unsur investasi yang bisa dipilih sesuai risk profile dari nasabah.
Semisal si nasabah adalah tipikal pengambil risiko yang rendah atau konservatif, maka unit link berbasis reksa dana pasar uang adalah pilihan yang tepat.
Sementara buat mereka yang moderat bisa memilih unit link berbasis reksa dana campuran atau pendapatan tetap.
Sedangkan buat mereka dengan risk profile tinggi, maka unit link dengan underlying asset pada reksa dana saham adalah pilihan yang terbaik.
Hal yang perlu diingat oleh para nasabah pemilik unit link, kata Mada, adalah prinsip investasi high risk, high return. Low risk, low return. Semakin besar potensi kenaikan nilai investasi akan diiringi oleh besarnya risiko penurunan nilai.
Sementara rendahnya potensi kenaikan nilai investasi akan diiikuti oleh risiko yang rendah pula.
Lantas bagaimana dengan pemilik unit link yang masa jatuh tempo atau habisnya kontrak ternyata bertepatan dengan kondisi instrumen investasi yang anjlok?
Mereka dipastikan memiliki potential lost yang besar jika ingin mengambil manfaat tunai dari unit link yang dimiliki.
“Jika unit link nasabah habis masa kontraknya di saat pasar modal sedang anjlok, seharusnya mereka tidak mencairkannya. Jika mereka memilih mencairkan karena merasa rugi, maka mereka akan merealisasikan kerugiannya. Seharusnya mereka tetap memperpanjang polis mereka, dengan melanjutkan membayar premi, hingga kondisi pasar membaik,” tegas Mada.
Ia kembali menegaskan, dengan karakter jangka panjang yang dimiliki unit link, maka memang sudah seharusnya nasabah tidak mencairkan hasil investasi unit link.
“Karena hasil investasi ini yang akan menjadikan unit link benar-benar menjadi produk perlindungan buat nasabah dan keluarga.
Tak terkecuali di saat sulit, karena saat itu hasil investasi unit link bisa dijadikan sebagai penutup premi yang tak mampu mereka bayar,” tandasnya.
Mada juga mengingatkan, pada dasarnya unit link adalah salah satu produk perlindungan, maka masyarakat harus menetapkan mind set utama bahwa mereka membeli unit link untuk perlindungan diri maupun keluarga, dan bukan untuk memburu cuan layaknya investasi di pasar modal.
Nasabah juga harus teliti membaca prospektus produk unit link, dan memahami risiko apa saja yang ditanggung oleh produk tersebut.
“Jangan sampai terulang kejadian seorang nasabah yang mengajukan klaim atas sakit yang dideritanya, namun klaim tidak bsia dicairkan. Setelah diteliti, risiko sakit yang diklaim ternyata tidak masuk dalam risiko yang di-cover asuransi,” ujar Mada.
Jika dirasa terdapat klausul yang kurang dipahami oleh calon nasabah, lanjut Mada, sudah seharusnya calon nasabah menggali lebih dalam informasi tersebut lewat sesi konsultasi dengan agen atau persahaan asuransi terkait, maupun dengan perencana keuangan.