Harga Saham Bergerak Liar, Begini Tanggapan Presdir TIRA
TIRA tidak memiliki informasi yang tidak disampaikan kepada pihak-pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku dan belum ada rencana aksi korporasi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saham PT Tira Austenite Tbk (TIRA) bergerak cukup liar dalam dua pekan ini.
Saat perdagangan Senin (12/7), harga saham TIRA melonjak 25% ke level Rp 725 per saham.
Sehari setelahnya, Selasa (13/7), Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk menggembok saham TIRA dalam rangka cooling down.
Sebelumnya, pada 30 Juni 2021, BEI mengumumkan adanya peningkatan harga saham yang di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA) saham TIRA.
Pada Rabu (14/7), BEI membuka gembok saham TIRA.
Sejak suspensi dibuka, saham TIRA terkena auto rejection bawah (ARB) tiga hari beruntun.
Baca juga: FAKTA-FAKTA Polemik Vaksin Berbayar di Kimia Farma, Dikomentari Banyak Pihak hingga Saham Melejit
Saham TIRA langsung melemah 6,90% dan terkena auto rejection bawah pada penutupan perdagangan Rabu (14/7).
Pada Kamis (15/7) dan Jumat (16/7), saham TIRA kembali melemah dan terkena ARB, dengan pelemahan masing-masing 6,67% dan 6,35%. Namun, dalam sepekan, saham TIRA masih menguat 1,72%.
Selo Winardi, Presiden Direktur Tira Austenite mengatakan, tidak mengetahui adanya informasi menyangkut saham TIRA yang beredar sebagai rumor di media massa, jelasnya pada paparan publik insidentil yang digelar secara virtual, Jumat (16/7/2021).
TIRA juga tidak mengetahui alasan peningkatan harga saham TIRA yang di luar kebiasaan (unusual market activity).
Ia menyebut pergerakan ini semuanya adalah murni keputusan investor di pasar modal.
TIRA juga tidak memiliki informasi yang tidak disampaikan kepada pihak-pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami belum ada rencana aksi korporasi. Kami berfokus mempetahankan bisnis eksisting," terang Selo.
Baca juga: Efek Pandemi, Teknologi Digital Siap Dukung Sistem Pembelajaran Hybrid di Sekolah
Tira Austenite Tbk (TIRA) telah menyiapkan sejumlah rencana bisnis ke depan, baik di segmen special steel, gas, hingga manufaktur.
Salah satu rencana bisnis TIRA adalah melakukan integrasi vertikal ke hilir di segmen bisnis steel.
Selo Winardi, Presiden Direktur Tira Austenite mengatakan, TIRA akan masuk ke industri manufaktur untuk memproduksi peralatan yang berbasis high quality dan special steel untuk indutri besar, seperti segmen pertambangan serta minyak dan gas (migas). Segmen pertambangan yang disasar adalah batubara, nikel, dan dan beberapa pabrikasi besar.
Dengan adanya integrasi vertikal ini, TIRA akan lebih leluasa untuk menjalankan bisnis. Misalkan, yang semula biasanya hanya menyediakan bahan baku, ke depan TIRA akan memproduksi sendiri peralatan untuk industri besar.
Adapun keuntungan dari integrasi ini adalah berkurangnya ketergantungan terhadap supplier (impor), mendapatkan konten lokal atau tingkat komponen dalam negeri (TKDN), hingga peluang untuk berkembang menjadi eksportir. “Konsentrasi kami saat ini adalah survive. Jika kami bisa bertahan sampai akhir tahun ini, rencana ini akan dijalankan pada 2022,” terang Selo.
TIRA juga akan memperkuat divisi manufaktur antara lain akan segera mengoperasikan ferrous steel casting yang diarahkan untuk memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dan pasar ekspor. Di segmen usaha gas, TIRA akan memperkuat divisi gas dengan memperkuat sarana distribusi untuk menunjang segmen bulk market (curah). Selama ini, penjualan dilakukan ke pasar ritel.
Tahun ini, TIRA menargetkan pendapatan dapat mencapai angka Rp 284 miliar, angka yang diperkirakan mendekati pendapatan tahun 2020.
Sementara itu, laba bersih dipatok sekitar Rp 2 miliar.
Tahun ini, TIRA tidak mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang besar. Jika ada, angkanya tidak lebih dari Rp 5 miliar.
Capex ini difokuskan untuk pengembangan sistem digitalisasi dan komputer, yang dilakukan dalam rangka efisiensi.
TIRA juga mematok belanja untuk maintenance besar seperti perawatan filling station yang saat ini bekerja hampir 24 jam sehingga menyebabkan masa aus mesin lebih cepat.
Tahun ini, TIRA juga menambah 2-3 unit iso tank untuk mempercepat distribusi oksigen.
Meski demikian, Selo menyebut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dinilai cukup berpengaruh terhadap operasional TIRA. Misalkan saja, pengiriman yang tersendat karena ada beberapa pembatasan mobilitas.
Mengutip materi paparan publik, TIRA membukukan pendapatan senilai Rp 114,91 miliar per 30 Juni 2021. Jumlah ini menurun 14,73% dari pendapatan di periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 134,77 miliar. (Kontan/Akhmad Suryahadi/*)
Sebagian berita ini telah tayang di Kontan berjudul Simak sejumlah rencana bisnis Tira Austenite (TIRA) tahun ini