PP Telekomunikasi Baru Diharapkan Sejalan dengan Cita-cita Pengembangan Ekonomi Digital
Dengan adanya PP yang baru diharapkan pemerintah dapat memaksa operator untuk membangun di daerah 3T juga.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor telekomunikasi menjadi salah satu poin yang termuat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Saat ini, aturan pelaksana sebagai turunan UU tersebut tengah disusun oleh kementerian teknis berupa Peraturan Pemerintah (PP).
Aturan turunan ini diharapkan dapat sejalan dengan UU Cipta Kerja.
“Saya menilai UU Cipta Kerja sudah sangat bagus. Sehingga spectrum sharing untuk teknologi baru seperti 5G sudah diberikan kepastian. Diharapkan nantinya spectrum sharing tidak menggangu iklim persaingan usaha yang sehat dan Indonesia bisa dapat segera mengembangkan teknologi tersebut. Saya sangat mengharapkan PP-nya dapat sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang ingin mengembangkan ekonomi digital,” terang Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Muhammad Ridwan Effendi, Kamis (12/11/2020)
Menurutnya UU Cipta Kerja yang baru disahkan, merupakan produk hukum yang telah mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan yang ada.
Agar ekonomi dan transformasi digital di Indonesia dapat segera terwujud, Ridwan meminta nantinya dalam membuat PP sektor telekomunikasi, baik dari Kantor Menko Perekonomian maupun Kantor Menkominfo dapat memasukan komitmen pembangunan.
Jika spectrum sharing untuk 5G ini dijalankan, hanya sampai di Radio Active Network (RAN).
Baca juga: Perusahaan Telekomunikasi Ini Terbitkan Sukuk Rp 389,51 Miliar
Sedangkan core network harus dibangun oleh masing-masing operator. Sehingga nantinya komitmen pembangunan yang tertuang dalam PP yang baru tak hanya untuk teknologi 5G, tapi juga mengikat untuk evaluasi komitmen pembangunan teknologi 4G dan teknologi eksisting lainnya yang sudah dibangun setiap operator.
Selain komitmen pembangunan, PP yang baru juga harus memasukkan standar kualitas layanan (QoS) operator telekomunikasi.
Tujuannya agar layanan 5G yang diberikan operator telekomunikasi benar-benar true 5G. Bukan seperti yang saat ini terjadi selama ini di mana 4G namun rasanya 3G bahkan 2G.
Baca juga: Kinerja Kuartal III Pemain Telekomunikasi, Siapa yang Terus Tumbuh Pendapatannya?
Ridwan mengatakan saat ini banyak operator yang membangun jaringan telekomunikasi dan menerapkan QoS seadanya.
Mereka hanya membangun satu BTS dengan QoS di satu kota hanya untuk menggugurkan komitmen pembangunan yang sudah dibuat.
“Sehingga komitmen pembangunan dan standar QoS sangat perlu dimasukkan dalam PP UU Cipta Kerja. Diharapkan nantinya komitmen pembangunan untuk layanan 5G juga jelas. Sehingga operator telekomunikasi yang berusaha di Indonesia memiliki komitmen yang besar untuk menggembangkan sarana dan prasarana telekomunikasi di Indonesia,” kata Ridwan.
Mantan komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi ini menilai selama ini komitmen pembangunan yang tertuang dalam PP 52 dan PP 53 tidak terlalu tegas.
Ini dapat dilihat dari operator telekomunikasi yang hanya mau membangun jaringan telekomunikasi di daerah yang menguntungkan saja.
Sedangkan daerah yang tak menguntungan mereka enggan untuk membangunnya.
Buktinya adalah masih ada 12.300 desa yang masih belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
Selain itu operator yang hadir untuk memberikan layanan di daerah tertinggal, terdepan dan terpencil (3T) hanya segelintir saja.
Sehingga diharapkan komitmen pembangunan harus tertuang dalam PP yang baru akan mewajibkan operator telekomunikasi untuk hadir di 12.300 desa yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
Memasukkan komitmen pembangunan dalam PP dinilai Ridwan dapat meringankan tugas Menkominfo Johnny G Plate dalam menyediakan layanan telekomunikasi di 12.300 desa.
Sebab di dalam PP 52 dan 53 yang ada saat ini, pemerintah tidak bisa memaksa operator telekomunikasi untuk membangun di daerah yang tak menguntungkan.
Dengan adanya PP yang baru diharapkan pemerintah dapat memaksa operator untuk membangun di daerah 3T juga.
Penerapan komitmen pembangunan dan standar QoS layanan telekomunikasi yang ketat juga dilakukan India.
Diharapkan PP yang baru sektor telekomunikasi dapat membuat komitmen pembangunan menjadi transparan, setara, dan menantang.
Membuka komitmen pembangunan kepada masyarakat ini menurut Ridwan sangat penting.
Tujuannya selain karena frekuensi merupakan barang publik, membuat komitmen pembangunan menjadi transparan juga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan satu operator dengan operator yang lain.
Menurut Ridwan Pemerintah harus segera memperbaiki aturan komitmen pembangunan minimum oleh operator setiap tahunnya melalui PP yang baru sehingga nantinya tidak ada lagi desa yang tidak terbangun infrastruktur telekomunikasi oleh operator seluler.
“Jadi komitmen pembangunan ini harus dituangkan dan dirinci dalam PP yang baru. Jadi ketika dilakukan evaluasi komitmen pembangunan dan evaluasi penggunaan spektrum frekuensi radio dilakukan secara berkala, pemerintah dapat memaksa operator untuk mengubah komitmen pembangunan operator ke depan demi memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar Ridwan.
"Sehingga pada waktu tertentu, seluruh desa dapat ditargetkan oleh Menkominfo sudah terlayani operator. Itulah pentingnya komitmen pembangunan dan standar QoS wajib dituangkan dalam PP, sehingga nantinya PP yang baru juga dapat memayungi komitmen pembangunan untuk seluruh layanan telekomunikasi,” kata Ridwan.