Teken Pakta Integritas dengan REI, Kejagung Akan Kawal Proses Perizinan Rumah MBR
Totok menambahkan, selama ini hampir 90 persen pembangunan rumah MBR pasti menghadapi kendala
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menandatangani pakta integritas untuk pengawalan dan pengamanan penyelenggaraan perizinan pembangunan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di seluruh Indonesia.
Langkah ini dimaksudkan untuk mempercepat program penyediaan rumah rakyat.
Penandatanganan pakta integritas dilakukan Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida dan Kejaksaan Agung RI yang diwakili Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis, Idianto, di Gedung Kejagung RI Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Baca: Pengusaha Properti Non-subsidi Minta Kebijakan Extraordinary
Totok Lusida menyampaikan respek terhadap inisiatif Kejagung RI sebagai pengawal penegak hukum di Tanah Air untuk mengawal proses perizinan di sektor properti khususnya perumahan subsidi untuk MBR.
"Masalah perizinan masih menjadi hambatan utama yang terjadi di hampir semua daerah. Lama waktu pengurusan perizinan dari awal hingga selesai rata-rata bisa mencapai dua tahun," ujarnya, Jumat (7/8/2020).
Totok menambahkan, selama ini hampir 90 persen pembangunan rumah MBR pasti menghadapi kendala, bahkan kadang alasan yang disampaikan aneh dan tidak masuk akal.
Padahal PP 64 tahun 2016 yang menegaskan pemberian kemudahan perizinan untuk rumah MBR sudah empat tahun berjalan, namun hampir tidak ada daerah yang menerapkannya.
Baca: Kemendagri Perbarui MoU dengan Kejagung
Demikian juga dengan instruksi presiden yang telah menurunkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), tetapi sudah empat tahun berlaku masih minim sekali daerah yang melakukannya.
“Banyak sekali peraturan daerah yang sepertinya bertentangan dengan aturan pusat, sehingga dalam istilah kita ada banyak raja-raja kecil di daerah. Kadang yang di pusat sudah putih warnanya, tetapi di daerah justru berubah menjadi abu-abu bahkan hitam,” ungkap pengusaha properti asal Jawa Timur itu.
Menurut Totok, mungkin ini pertama kalinya di Indonesia ada bidang usaha yang khusus dikawal supaya tidak ada terjadi tindak pidana.
Namun di sisi lain, pengawalan ini juga menuntut pengembang anggota REI agar menerapkan prosedur yang benar, dan tidak melakukan cara-cara yang melanggar hukum.
Dengan adanya pengawalan dari Kejaksaan Agung ini, proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR diharapkan lebih cepat dari yang selama ini terjadi. Merujuk proses perizinan rumah subsidi di Kalimantan Barat yang dikawal Kejaksaan setempat, Totok berharap perizinan rumah MBR dapat selesai dalam waktu 10 hari.
Di sisi lain, Idianto menjelaskan, program perumahan bersubsidi merupakan proyek strategis nasional yang menggunakan dana negara dan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sesuai tugas dan fungsi Kejaksaan Agung RI untuk mengawal dan mengamankan penggunaan uang negara, maka langkah pengawalan dianggap perlu untuk memastikan sampai ke tujuan yakni masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kenapa rumah rakyat? karena di sini ada penggunaan uang negara, sehingga kita wajib mengawal proyek ini supaya bisa berjalan secara baik dan semestinya, termasuk menangkal berbagai potensi ancaman terhadap program pemerintah tersebut,” ujar dia.
Kejaksaan Agung mengaku sudah mendapatkan laporan dari pengembang khususnya REI terkait hambatan perizinan pembangunan rumah subsidi di sejumlah daerah.
Misalnya ada yang sudah mengajukan izin pembangunan rumah subsidi hampir beberapa tahun tetapi izin tidak dikeluarkan. Padahal, kata Idianto, kendala perizinan seharusnya tidak terjadi, mengingat program pembangunan rumah bersubsidi bagi MBR sudah diatur dalam banyak peraturan.
Antara lain Undang-Undang No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah No 64 tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR, Instruksi Presiden No 5 tahun 2016 tentang Pemberian Pengurangan atau Pembebasan BPHTB dan Retribusi IMB untuk Rumah MBR, termasuk Surat Edaran Kejagung RI tentang Pengamanan Pembangunan Rumah MBR.
“Aturan sudah banyak sekali supaya diberi kemudahan perizinan untuk pembangunan rumah MBR. Tetapi justru di daerah tidak dijalankan. Makanya nanti setelah ada laporan dimana saja terjadi hambatan dari REI, Kejagung akan turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan, penangkalan bahkan mungkin sanksi penindakan. Pelaksanaannya kalau tidak terjangkau dari pusat, bisa saja nanti melibatkan Kejati atau Kejari,” tegas Idianto.
Dia berharap dengan adanya pakta integritas ini semua permasalahan di lapangan yang menghambat pembangunan rumah rakyat bisa teratasi, dan pengembang dapat melakukan pembangunan dengan lebih cepat, lebih bermutu dan tentunya lebih tepat sasaran. Pakta integritas juga akan mengikat semua pihak termasuk pengembang untuk tidak menyimpang dari aturan hukum yang ada.