Rupiah Merosot ke Rp 16.000 Per USD, Ekonom: Ini Indikator Pra-Krisis Ekonomi
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengakui, kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi buruk.
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus melemah pada perdagangan siang ini, Kamis (19/3/2020) hingga menyentuh level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Tren negatif ini dipandang sebagai sinyal Indonesia sedangmenghadapi fase pra-krisis ekonomi.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengakui, kondisi ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi buruk.
"Tidak bisa ditutupi lagi bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk, pelemahan kurs rupiah terhadap dollar yang bergerak dalam tempo yang cepat menjadi indikator pra-krisis ekonomi," ujar Bhima kepada Tribunnews, Kamis (19/3/2020) siang.
Baca: Siang Ini IHSG Terus Melemah, di Perdagangan Pukul 14.00 WIB Merosot 5,39 Persen
Bahkan ia memprediksi akan terjadi krisis ekonomi yang lebih parah dibandingkan tahun 2008.
"Saya tidak mau menutup-nutupi lagi, bahwa amunisi bank sentral untuk meredam pelemahan rupiah makin terbatas. Hal ini bisa terlihat dari rasio cadangan devisa (cadev) Indonesia yang kecil dibandingkan negara lainnya," kata Bhima.
Baca: Utang Luar Negeri Pemerintah Melonjak di Januari 2020, Didominasi Surat Utang
Menurut data CEIC, perbandingan cadangan devisa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per 2019 adalah 10,9 persen dan trennya terus mengalami penurunan.
"Sementara Rasio cadev terhadap PDB Malaysia 27,2 persen, Thailand 39,4 persen, dan Filipina 21,7 persen."
"Artinya dibandingkan negara lain di Asean, Indonesia paling kecil amunisi Bank sentral untuk menjaga stabilitas kurs rupiah," kata Bhima Yudhistira.