Sabtu, 4 Oktober 2025

Pengamat: Pemerintah Mesti Transparan Soal Kerja Sama Migas dengan Angola

Mamit khawatir, perjanjian ini telah direncanakan cukup lama oleh mereka yang mengincar keuntungan tertentu.

Penulis: Abraham Utama
Editor: Rendy Sadikin
Srihandriatmo Malau/Tribunnews.com
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan kenegaraan wakil presiden negara Angola, Manuel Domingos Vicente di istana merdeka, jakarta, Jumat (31/10/2014). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo melakukan perjanjian internasional pertamanya, Jumat (31/10/2014) kemarin.

Bertempat di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina Muhamad Husen menandatangani Framework Agreement dengan Chairman of Board of Director Sonangol EP, Francisco de Lemos Jose Maria.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang turut menyaksikan penandatangan tersebut menyatakan, perjanjian ini merupakan usaha pemerintah menyeimbangkan kebutuhan dan produksi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.

JK mengatakan, produksi BBM dalam negeri yang hanya 800 ribu barel per hari tak mampu memenuhi kebutuhan BBM yang kini telah mencapai 1,6 juta barel per hari. Permintaan BBM dalam negeri naik delapan persen setiap tahun.

Langkah yang diambil pemerintah ini diapresiasi pengamat energi, Mamit Setiawan. Ia menganggap perjanjian ini dapat mengurangi dan membatasi peran trader. "Membeli langsung ke negara produsen merupakan usaha yang cukup bagus," ujarnya di Jakarta, Sabtu (1/11/2014).

Namun pengamat dari Energy Watch ini heran, proses penjajakan perjanjian berlangsung begitu cepat. Ia menuturkan belum pernah mendengar kajian pemerintah terkait impor BBM dari Angola.

Mamit khawatir, perjanjian ini telah direncanakan cukup lama oleh mereka yang mengincar keuntungan tertentu. "Jangan sampai istilah kejar setoran terjadi," katanya.

Untuk membuktikan mafia migas tidak berperan dalam perjanjian ini, Mamit berkata, pemerintah harus transparan soal harga beli dan jenis minyak yang diimpor, termasuk biaya pengapalannya. Dengan membuka data tersebut ke publik, masyarakat bisa turut menghitung penghematan anggaran yang bisa dilakukan pemerintah.

Sebagaimana diketahui, Menteri ESDM Sudirman Said, Jumat kemarin mengungkapkan, pembelian minyak ke Angola bisa menghemat kas negara hingga USD 2,5 juta perhari atau Rp 15 triliun dalam setahun.

Tak hanya mengimpor BBM, Pertamina juga akan membangun kilang dengan Sonangol. Kedua perusahaan berplat merah itu nantinya akan mendirikan perusahaan joint venture untuk merealisasikan agenda tersebut.

Berdasarkan data Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Angola merupakan negara penghasil minyak terbesar kedua di Benua Afrika, di bawah Nigeria. Pertumbuhan ekonomi mereka yang pesat pasca-perang sipil ditopang sektor ini.

OPEC menulis, produksi minyak berkontribusi sebanyak 45 persen pada gross domestic product (GDP) Angola. Bahkan, 95 persen ekspor negara yang berada di Afrika bagian utara ini berasal dari sektor perminyakan.

Badan Administrasi dan Informasi (EIA) Amerika Serikat mencatat, pada tahun 2013 produksi minyak Angola mencapai 1,7 juta barel per hari. Saat ini, produksi minyak Angola sepenuhnya dilakukan lepas pantai (offshore), yakni di Cekungan Bawah Kongo dan Pantai Cabinda.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved