Defisit Neraca Pembayaran Tentukan Pelemahan Rupiah
Bank Indonesia (BI) menegaskan nilai mata uang rupiah sangat bergantung kepada fundamental perekonomian
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan nilai mata uang rupiah sangat bergantung kepada fundamental perekonomian. Dalam hal ini, defisit neraca pembayaran yang menjadi indikator bagi menguatnya nilai tukar rupiah.
"Kita tidak bisa memastikan nilai rupiah karena semua dipengaruhi defisit neraca pembayaran, kita pernah alami rupiah di Rp 9.000 per dollar AS karena neraca berjalan kita dibawah dua persen dari APBN, sekarang menembus angka Rp 12.000 per dollar AS karena neraca pembayaran semakin tinggi," jelas Agus Martowardojo, Gubernur BI, di Jakarta, kemarin.
Agus menjelaskan tantangan selanjutnya akan lebih berat mengingat akan ada penarikan dana stimulus secara bertahap yang dimulai pada Januari 2014. Faktor itu akan memberatkan neraca modal karena ada peralihan dana dari negara berkembang.
Selain itu faktor yang tidak kalah pentingnya adalah lebarnya defisit neraca perdagangan. Faktor yang menentukan dalam defisit neraca perdagangan adalah melemahnya harga komoditas dan mulai terbatasinya ekspor mineral.
"Akan ada transformasi karena pemerintah sudah mulai merestrukturisasi berbagai kebijakan seperti ekspor mineral,
jadi kita tidak bisa menikmati surplus neraca perdagangan seperti yang terjadi pada beberapa bulan lalu," jelasnya.
Seperti diketahui nilai tukar rupiah secara year on year (yoy) melemah 20,8 persen pada 2013 ke level Rp 12.170 per dolar AS. Tekanan itu dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca pembayaran Indonesia yang diperkirakan mencapai 3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2013. Nilai ini melonjak dari rasio sebelumnya yang berada pada 2,8 persen.