Jengkol Mahal Bukan karena Dipolitisasi
Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad menilai, melejitnya harga jengkol menjadi Rp 70 ribu per kilogram, bukan karena politisasi.
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Dodi Hasanuddin
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad menilai, melejitnya harga jengkol menjadi Rp 70 ribu per kilogram, bukan karena politisasi.
"Naiknya harga jengkol, karena pengaruh dari perekonomian nasional. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya karena pasar. Bisa jadi karena belum panen. Karena itu, juga tidak bisa dintervensi, misalnya dengan pasar murah," kata Idris di Balai Kota Depok, Rabu (5/6/2013).
Namun, bila melejitnya harga jengkol karena ulah spekulan, lanjut Idris, maka pelakunya harus dihukum.
Karena, tindakan tersebut masuk kategori kriminalisasi perekonomian. Sementara, hanya pasar yang bisa menentukan turunnya kembali harga jengkol.
Pemerintah juga tidak bisa mengintervensi pasar, karena jengkol bukan kebutuhan primer, melainkan tersier.
"Tidak semua orang suka jengkol. Karena itu, jengkol bukanlah kebutuhan sekunder. Bagi orang Sunda, jengkol merupakan lalapan," tuturnya. (*)