BP Migas Dibubarkan
Putusan MK Makin Perlebar Ketidakpastian di Sektor Migas
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan BP Migas dinilai Dirgo D Purbo, Analis Geopolitik, itu malah memperluas dan memperlebar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan BP Migas dinilai Dirgo D Purbo, Analis Geopolitik, itu malah memperluas dan memperlebar ketidakpastian pada industri migas Indonesia.
"Dengan terciptanya keputusan MK, ini menimbulkan makin memperluas, memperlebar faktor certainty. Setelah adanya keputusan MK, membubarkan BP Migas itu memperlebar tidak adanya kepastian konteks industri migas," tegasnya saat acara diskusi, di Warung Daun Jakarta, Sabtu (17/11/2012).
Apalagi di tengah produksi Migas terus menunjukan penurunan. Catatannya, produksi migas nasional saat ini hanya mencapai 870 ribu barel per hari. Dan tingkat produksi migas itu sama dengan kejadi tahun 1971.
"Ketika ini sedang dibebankan produksi yang begitu berat kok malah aturan main di Republik ini malah dibikin seperti ini," katanya.
Menurut dia, kalau MK mengatakan BP Migas diberhentikan, maka harusnya aturan Migas dikembalikan ke UU nomor 8 tahun 1971. Tegas dia, itulah menjawab kepentingan nasional Indonesia. Kenapa?
"Kalau UU 1971, itu semua perusahaan minyak asing yang beroperasi itu dibawah suvervisi pertamina. Dan ini berlaku di 13 negara di dunia. Tapi ketika UU nomor 22 tahun 2001 ini dipretelin. Dibentuklah BP Migas."
"Ketidakpastian ini dalam konteksi industri hulu migas makin memperlebar. Dalam upaya ini, apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi carut marutnya kepentingan nasional kita, maka lebih baik, alangkah indahnya kalau dalam keputusan MK itu ditindaklanjuti dengan mengembalikan UU 22 itu ke UU nomor 8 tahun 1971," sarannya.
Klik: