Senin, 6 Oktober 2025
ABC World

Imbas Kebijakan COVID yang Ketat di China, Apple Akan Memindahkan Produksi iPhone ke India

Apple akan memindahkan 25 persen produksi iPhone ke luar China akibat kebijakan COVID-19 terlalu ketat yang masih diterapkan di China.

Dua minggu sebelumnya, warga yang mengalami 'lockdown' di provinsi Sichuan dilaporkan terperangkap di rumah mereka saat gempa berkekuatan 6,8 SR terjadi.

Kekurangan makanan dan tidak bisanya mendapatkan obat-obatan dan perawatan medis lainnya juga dilaporkan terjadi berulang kali saat 'lockdown' diberlakukan di Shanghai, Sichuan, Xinjiang dan tempat lainnya.

'Para ahli harus berbicara'

Komentator China terkemuka, Hu Xijin, mengatakan ketika China mempertimbangkan kebijakan COVID-19-nya, para epidemiolog harus berbicara dan China harus melakukan penelitian komprehensif dan membuat studi yang transparan untuk warganya.

"Rakyat harus mempercayai negara, tetapi negara juga harus mempercayai pemahaman rakyat," kata Hu.

Unggahan Hu di jejaring sosial yang meminta adanya keterbukaan dan transparansi mendapat 34.000 'like' di Weibo, serta komentar netizen di internet yang biasanya disensor jika dianggap berisiko bagi stabilitas sosial.

Bulan Mei lalu, para pejabat China memperingatkan bahwa mereka akan melawan komentar atau tindakan apa pun yang menganggu, meragukan, atau menolak kebijakan COVID di China.

"Soal masa depan, China membutuhkan penelitian dan perhitungan yang sangat rasional," kata Hu, mantan pemimpin redaksi Global Times milik Pemerintah China.

Kapan kebijakan nol kasus berakhir?

Profesor Yang mengatakan kebijakan nol kasus COVID-19 di China adalah masalah utama bagi para pemimpin China.

Dia memperkirakan, meski ketidakpuasan publik meningkat, tidak akan ada pelonggaran signifkan terhadap kebijakan tersebut, setidaknya dalam waktu dekat.

"Banyak pemerintah daerah mungkin memilih untuk tidak melakukannya, terutama menyeret orang ke pusat karantina di tengah malam," katanya.

"Ini benar-benar menempatkan banyak orang dalam situasi yang sangat menantang, tapi pada dasarnya, ini adalah kebijakan politik dan nasional."

Profesor Gao mengatakan ada harga tinggi yang harus dibayar dari kebijakan ini.

Menurutnya kebijakan nol kasus COVID di China telah menghabiskan anggara sejumlah pemerintah daerah dan mulai berdampak pada pemerintah pusat.

"Ketika [Pemerintah China] meninjau laporan keuangan dalam persiapan Kongres Rakyat Nasional di bulan Maret, mereka akan menyadari perlunya biaya tinggi dan harus melakukan sesuatu untuk menghentikan kebijakan yang menguras anggaran," katanya.

Dia menyarankan Presiden Xi Jinping untuk menyatakan kemenangan dalam pertempuran melawan COVID sebelum kongres.

"Dia telah melakukan hal serupa di masa lalu seperti saat mengaku telah menindak keras sektor teknologi dan bisnis pendidikan," katanya.

Diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporan dalam bahasa Inggris

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved