Armada Kapal Selam Nuklir Australia Untuk Antisipasi Konflik Dengan China, Apakah Negara Barat Siap?
Saat Australia memilih kekuatan nuklir sebagai bagian pertahanan dan garis pertempuran sedang ditarik untuk menghadapi kemungkinan…
Profesor Michael Beckley dari Universitas Tuftsmengatakan Amerika sedang berpacu dengan waktu.
Ia mengatakan negara itu harus mengubah arah, mengurangi misi di tempat lain dan lebih fokus pada China.
"Jika Amerika Serikat tidak mengambil kesempatan untuk mengamankan keunggukan militernya atas China, mungkin tidak akan ada kesempatan lainnya," tulis Prof Beckley dalan jurnal Foreign Affairs.
Amerika, kata Prof Beckley, salah jika mengandalkan kapal perang besar dan pesawat jarak pendek yang semuanya kini bisa dihancurkan China.
Sistem persenjataan mahal Amerika, katanya, tak lebih dari "sasaran empuk untuk rudal-rudal China".
Profesor Beckley menjelaskan, AS sebenarnya tidak siap berperang dengan China. Amerika telah mengakui ancaman itu, katanya, sekarang perlu memikirkan kembali strateginya.
"Alih-alih menunggu perang dimulai dan mengirimkan kapal induk yang rentan ke Asia Timur, Amerika Serikat dapat memasang 'ladang ranjau' berteknologi tinggi di daerah itu dengan menempatkan peluncur rudal, drone bersenjata, dan sensor di laut dan di wilayah sekutu dekat garis pantai China. Jaringan amunisi yang tersebar ini akan sulit dinetralkan oleh China," jelasnya.
Cina selangkah lebih maju
Jatuhnya Kabul telah menimbulkan pertanyaan tentang masa depan pengaruh Amerika. Jika AS tidak dapat mengalahkan Taliban, harapan apa yang tersisa untuk bisa menghadapi negara seperti China?
Pertanyaan retoris ini sebenarnya mengabaikan kekuatan Amerika yang masih sangat besar.
Seperti yang ditunjukkan oleh sejarawan Adam Tooze:
"AS telah mendefinisikan tatanan global sejak tahun 1940-an, ketika pertama kali muncul sebagai kekuatan militer dahsyat dengan Angkatan Laut besar dan Angkatan Udara bersenjata nuklir yang tak tertandingi. Itu masih terus berlanjut. Penarikan pasukan dari Afghanistan tidak menghilangkan keunggulan ini."
Afghanistan, katanya, telah lama berhenti menjadi "medan pertempuran yang menentukan".
"Perang melawan terori bisa tampak seperti pengalih perhatian. Ketika AS menyia-nyiakan sumber dayanya demi memburu Bin Laden dan senjata pemusnah massal (Irak) yang tidak ada, China telah semakin maju," tulis Profesor Tooze di media New Statesman.
Penarikan dari Afghanistan, katanya, merupakan bagian dari penataan kembali strategi Amerika yang dimulai di bawah Pemerintahan Obama.
AS di bawah Presiden Joe Biden telah meningkatkan belanja militer dan beralih dari perang terakhir ke perang potensial yang akan datang, perang dengan konsekuensi yang jauh lebih besar.