Indonesia Tidak Punya Sistem Peringatan Dini Tsunami Karena Gempa Vulkanik
Pemerintah Australia menyatakan siap membantu Indonesia untuk menangani bencana tsunami di Banten dan Lampung Selatan yang terjadi…
Band ini merilis pernyataan yang mengatakan pemain bass dan road manager mereka ditemukan tewas, sementara empat anggota lain dari kelompok mereka masih belum ditemukan.
"Air pasang naik ke permukaan dan menyeret semua orang di lokasi," bunyi unggahan mereka.
"Sayangnya, ketika arus surut anggota kami tidak dapat menyelamatkan diri sementara
yang lain tidak menemukan sesuatu untuk berpegangan dan bertahan."
Dia mengatakan letusan Krakatau "tidak besar" dan apalagi tidak ada getaran seismik "signifikan" yang menunjukkan gejala tsunami akan datang.
Dipicu erupsi gunung Anak Krakatau

Sementara itu sebelumnya Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Ahmad Triyono memastikan tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) dipicu oleh aktivitas vulkanologi dari gunung Anak Krakatau.
Dalam jumpa pers di Gedung BMKG, Jakarta, Minggu (23/12/2018) Rahmat Triyono mengatakan dua alat sensor yang dimiliki lembaga tersebut mencatat aktivitas Seismik di sekitar Selat Sunda.
"Alat sensor kami di Pulau Sertung dan Cigelis mencatat adanya usikan pada 21.03 WIB, ini menguatkan kesimpulan tsunami di Selat Sunda memang akibat aktivitas vulkanik," ucapnya.
Rahmat Triyono juga mengatakan BMKG belum memiliki alat peringatan untuk mendeteksi tsunami yang diakibatkan oleh gempa vulkanik. Oleh karena itu pihaknya tidak mengeluarkan peringatan dini kepada warga sebelum terjadi tsunami pada Sabtu malam.
"Sistem peringatan dini yang kita miliki saat ini baru untuk tsunami akibat gempa bumi atau tektonik. Jadi karena ini vulkanik tentu tidak ada early warning-nya. Apalagi kejadiannya pada malam hari jadi secara visual tidak kelihatan ada aktivitas gunung erupsi." kata Rahmat Triyono.

(AP: Dian Triyuli Handoko)
Gegar Prasetya, salah satu pendiri Pusat Penelitian Tsunami Indonesia, mengatakan gelombang tsunami kemungkinan disebabkan oleh runtuhnya lereng, yang terjadi ketika sebagian besar lereng gunung berapi terlepas atau runtuh.
Menurutnya sangat mungkin erupsi dipicu oleh tanah longsor di atas tanah atau di bawah laut, keduanya mampu menghasilkan tsunami.
"Sebenarnya, tsunami-nya sendiri tidak terlalu besar, hanya satu meter," kata Prasetya.
"Masalahnya adalah orang selalu cenderung membangun segalanya dekat dengan garis pantai."