Minggu, 5 Oktober 2025

Kesejahteraan Sosial Indonesia Tantangan Koordinasi Kementerian

... Tapi kalau berhasil pasti rakyat Indonesia akan sejahtera di masa depan.

Editor: Dahlan Dahi
zoom-inlihat foto Kesejahteraan Sosial Indonesia Tantangan Koordinasi Kementerian
Foto Richard Susilo
Iene Muliati, FSAI, Spesialis Perlindungan Sosial, World Bank

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo, dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Koordinasi antar semua lembaga dan kementerian dalam penciptaan sistim kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, sangatlah mentantang semua pihak. Tapi kalau berhasil pasti rakyat Indonesia akan sejahtera di masa depan.

Selain itu Indonesia juga perlu belajar dari negara yang sudah mapan soal kesejahteraan sosial, punya pengalaman implementasi antara 15-30 tahun atas sistemnya tersebut. Mempelajari yang baik dan buruknya, lalu mengambil yang baiknya saja untuk meningkatkan kesejahteraan di Indonesia.

Demikian ungkap Spesialis Perlindungan Sosial World Bank, Iene Muliati, FSAI, khusus kepada Tribunnews.com, Rabu (9/1/2013) sore di Tokyo.

“Yang menjadi tantangan nantinya adalah, apakah bisa semua lembaga dan kementerian melakukan koordinasi dengan baik untuk menciptakan satu sistem kesejahteraan sosial terbaik bagi bangsa Indonesia. Itulah tantangan yang ada di hadapan kita nantinya,” paparnya.

Selain itu Iene juga melihat nantinya akan adanya intervensi politis dalam penggarapan program-program yang ada, “Bagaimana harmonisai program-program yang ada nantinya, pasti akan  ada intervensi politis ke dalamnya,” tekannya lagi.

 

Iene melihat ada satu poin yang harus dimasukan ke dalam konsep growth (pertumbuhan ekonomi) yang juga memiliki dampak bagi proteksi sosial dan pensiun, yaitu konsep Labour atau tenaga kerja.

“Kita harus mencermati labour policy karena akan mempengaruhi semua pertumbuhan ekonomi, investasi, pensiun di Indonesia dan sebagainya.”

Iene memisalkan, sebuah perusahaan swasta memberikan pensiun swasta. Namun ada pula program lain yaitu kewajiban Jamsostek pula dan SJSN (Sistim Jaminan Sosial Nasional) untuk pensiunan. Jadi ada tiga hal.

“Ini semua tentu berat bagi perusahaan swasta jadi haruslah diharmonisasi dan ditulah akan ada intervensi politis.”

UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 perlu banyak pembayaran dilakukan kepada pekerja dan hal ini jelas membebani Perusahaan. Belum lagi saat ini adanya kenaikan upah minimum yang tentunya akan semakin membebani Perusahaan.

“Nah kalau Perusahaan sudah terbeban berat itu, akan mempengaruhi jumlah perekrutan karyawan, akibatnya berpengaruh pada jumlah lowongan kerja dan segalanya. Jadi kita harus melihat semua major strategy ke depan bagi Indonesia ini mau ke mana sih?”

Dengan adanya UU SJSN dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ada satu hal yang muncul yaitu Governance yang jelas, ada pemisahan jelas antara aset badan dan aset kepemilikan peserta yang selama ini sebelumnya tercampur aduk jadi satu. Untuk itu Pemerintah harus bisa transparansi dengan UU baru ini.

“Harus bisa dipisahkan antara aset badan dan aset peserta, karena bentuk hukumnya juga sudah berbeda menjadi Badan Hukum Publik yang profesional bukan lagi Persero seperti dulu. Yang dilakukannya juga harus best interest for the participant. Memang sangat menarik dan menantang hal ini, di samping supervisi ketat terhadap badan dan feedback yang akan muncul karena  public legal entity (Badan Hukum Publik). “

Olehkarena itu Iene kembali menekankan, semua info haruslah terbuka untuk masyarakat dan kepentingan terbuka. Misalnya kalau Badan mau investasi, publik harus tahu ke mana arahnya, untuk apa, karena semuanya akan berdampak balik kepada peserta juga pada akhirnya, tekannya lagi.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved