Jumat, 3 Oktober 2025

Wajah Politik Indonesia

Fitra: Birokrasi dan Elit Politik Sandera Anggaran 2012

Anggaran jauh dari harapan untuk memakmurkan rakya

Penulis: Y Gustaman
Editor: Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menilai, penggunaan anggaran 2012 yang dikelola pusat dan daerah menyisakan catatan kelam.

Anggaran jauh dari harapan untuk memakmurkan rakyat, bahkan pengelolaannya belum transparan dan akuntabel.

Sekretaris Jenderal Fitra Yuna Farhan menyampaikan, kebijakan alokasi anggaran yang tidak berimplikasi pada perbaikan nasib rakyat Indonesia kerap kali terulang setiap tahunnya. Alih-alih ditujukan untuk kepentingan rakyat, anggaran 2012 tersandera oleh birokrasi dan para elit politik.

Setidaknya, kata Yuna, ada tiga persoalan yang menunjukan kinerja birokrasi menyandera anggaran publik tahun 2012 yakni penggemukan anggaran birokrasi, rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak kunjung ditindaklanjuti dan penyerapan anggaran oleh kementerian dinilai lambat.

Untuk penggemukan anggaran birokrasi, Yuna mencontohkan pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati birokrasi. Tengok saja, rata-rata pertumbuhan belanja pegawai 2007-2012 sebesar 19 persen, lebih besar dari pertumbuhan belanja pusat yang hanya 17 persen.

Sementara di tingkat daerah, 302 daerah mengalokasikan 50 persen anggarannya untuk belanja pegawai, bahkan, 11 daerah diantaranya mencapai 70 persen. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan daerah-daerah tersebut terancam bangkrut.

"Akibatnya, peruntukan belanja publik dalam jenis belanja barang dan jasa serta belanja modal semakin tergerus. Bahkan, daerah-daerah berpotensi bangkrut," ungkap Yuna dalam diskusi bertema, 'Anggaran Tersandera Birokrasi dan Elit Politik,' di Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (4/1/2013).

Sedang persoalan kedua, Fitra menilai, bahwa hal ini mengindikasikan birokrasi enggan untuk memperbaiki kapasitanya dalam mengelola anggaran agar lebih akuntabel. Berdasar audit BPK Semester I 2012 terdapat 46,2 persen rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti pemerintah pusat, 48,7 persen di pemerintahan daerah.

Akibatnya, perbaikan tata kelola anggaran yang lebih akuntabel terseok-seok. Uang negara berpotensi hilang sia-sia karena penggunaannya yang tidak dipertanggungjawabkan secara benar.

Persoalan ketiga, terkait malasnya enam kementerian dalam menyerap anggaran yang lamban, menunjukkan tidak kompetennya birokrasi di level pusat. Pasalnnya, tak satu pun kementerian atau lembaga berhasil merealisasikan anggaran hingga 50 persen hingga semester I tahun 2012.

Bahkan, enam kementerian baru menyerap anggaran di bawah 20 persen hingga pertengahan tahun. Akibatnya belanja tertumpuk di akhir tahun. Hingga 30 November 2012, pemerintah pusat baru berhasil menyerap anggaran Rp 778,9 triliun atau 72,8 persen dari belanja pemerintah pusat pada APBNP sebesar Rp 1.069,5 Triliun.

"Akibatnya, anggaran tak maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan perekonimian rakyat. Kualitas belanja sangat sulit untuk dikontrol dan berpotensi tidak efektif. Potensi penyimpangan anggaran pun terbuka lebar," tegasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved