Jumat, 3 Oktober 2025

Perlakuan Koruptor di Indonesia Harus Keras

Pelaku dugaan tindak pidana korupsi, yang seharusnya

Penulis: Y Gustaman
zoom-inlihat foto Perlakuan Koruptor di Indonesia Harus Keras
TRIBUN/DANY PERMANA
Aktivis anti korupsi memasukan boneka koruptor ke dalam tiang pancang dan diborgol di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (12/12/2012). Pemasangan boneka koruptor tersebut ditujukan sebagai peringatan kepada para koruptor, dalam rangka Hari Anti Korupsi. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku dugaan tindak pidana korupsi, yang seharusnya mendapat sanksi hukum dan sosial karena banyak merugikan keuangan negara dan kemasalahat rakyat, di Indonesia justeru terkesan mendapatkan penghormatan

"Lebih parahnya lagi, hanya di negara ini koruptor bisa tetap tersenyum,” ujar Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan kepada Tribunnews.com di Jakarta, Kamis (13/12/2012).

Menurut Syahganda, Indonesia sebagai negara dengan sistem demokrasi yang berazaskan hukum harusnya dengan tegas menghukum dan menistakan pelaku tindak pidana korupsi sehingga memberi efek jera dan menjadi pelajaran bagi yang lain.

Sejumlah negara sudah memperlakukan keras pelaku tindak korupsi, sampai tega mempermalukan mereka di hadapan publik dan memiskinkan secara ekonomi. Apalagi diperkuat kontrol sosial yang tanpa ampun ikut memberi sanksi moral.

Syahganda menilai Indonesia masih lunak menjerat dan menghukum para koruptor, sehingga tak cukup membuat pihak lain menghindar dari perilaku korup. Buktinya, sejumlah koruptor leluasa berkeliaran tanpa terkena sentuhan hukum.

“Begitu pun mereka yang mudah keluar masuk penjara setelah dihukum, dan sebagian lagi tak peduli dengan hukuman mengingat masa penjaranya yang pendek. Tentu saja, dimensi hukum kita yang banyak celah kekurangan ini bisa dipandang memberi toleransi pada kejahatan korupsi,” ujarnya.

Dari sisi sosial, masyarakat masih cenderung ‘bersahabat’ karena tak terbiasa mengucilkan seseorang yang terlibat korupsi. Kondisi sosial ini sebenarnya belum cukup memperlakukan koruptor sebagai musuh bersama.

“Jadi, jangan lagi ada kasus seorang koruptor seusai pembebasannya, lalu dipromosikan dengan jabatan. Ini merupakan penghinaan kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Terkait adanya pejabat mundur yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi, Syahganda melihatnya bukan suatu keistimewaan, karena telah berlaku di berbagai negara sebagai bentuk pertanggungjawaban moral publik.

Karenanya, perlu perbaikan tatanan hukum mendasar guna mendudukkan kejahatan besar korupsi melalui penerapan sanksi hukum seberat-beratnya. Tak kecuali, menjadikan para koruptor dimiskinkan dan dinistakan secara sosial dan ekonomi.

Dalam membangun kerangka hukum yang kuat dapat ditumbuhkan secara dini dengan mengenalkan pendidikan antikorupsi untuk para pelajar sejak tingkat paling rendah, agar melahirkan generasi mendatang yang sanggup memerangi korupsi.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved