BP Migas Dibubarkan
Rizal Ramli: Semoga Sumber Migas Lebih Berdaya untuk Rakyat
MK telah menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada konstitusi. Diharapkan sumber Migas dapat lebih bermanfaat buat rakyat banyak.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rizal Ramli, Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) menyambut gembira keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal-pasal yang mengatur tentang tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, BP Migas harus bubar.
Rizal tegaskan, dengan keputusan ini, MK telah menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada konstitusi. Ke depan diharapkan sumber daya alam, khususnya Migas, dapat lebih bermanfaat buat rakyat banyak.
Rizal juga mengaku bahwa pihaknya berharap MK membatalkan UU Migas secara keseluruhan. "Mungkin untuk sementara biarlah kita terima keputusan ini. Nanti, di bawah pemerintahan yang baru, kita susun UU Migas yang lebih sesuai dengan konstitusi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat banyak. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan kedaultan energi seperti yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa,” kata Rizal Ramli, Jakarta, Rabu (14/11/2012).
Sebegaimana diberitakan, MK akhirnya memutuskan pasal-pasal yang mengatur tentang tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, BP Migas harus bubar.
"Sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait," kata Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian Undang-Undang (UU) Migas di Jakarta, Selasa (13/11/2012) kemarin.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 dalam UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Judicial Review UU No. 22/2001 tentang Migas diajukan oleh sejumlah organisasi dan perorangan. Mereka terdiri atas tokoh-tokoh nasional dan aktivis. Antara lain PP Muhammadiyah, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Adhie Massardi, dan M Hatta Taliwang.
Para penggugat menghadirkan sejumlah saksi ahli, di antaranya mantan Menko Perekonomian Dr Rizal Ramli, Kwik Kian Gie, pakar migas Dr Kurtubi, pakar hukum tata negara Dr Margarito Kamis, dan lainnya.
Terkait BP Migas, para penggugat berpendapat BP Migas tidak banyak memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia. Pada praktiknya, BP Migas justru lebih banyak menguntungkan kontraktor-kontraktor asing.
Lewat perannya yang tidak jelas, BP Migas justru menjadi ‘kepanjangan tangan’ kontraktor asing, khususnya dalam soal persetujuan pembayaran recovery cost yang jumlahnya amat besar.
“Soal sumber daya alam adalah persoalan besar bangsa Indonesia. Pantaskah untuk hal-hal besar seperti ini diserahkan kepada sebuah badan yang tidak jelas tugas dan tanggung jawabnya seperti BP Migas ini? Apakah kualitas sumber daya manusia Kementerian ESDM sudah demikian parahnya, hingga tugas penting seperti ini diserahkan kepada pihak lain?” tukas Margarito. (*)
BACA JUGA: