Kopi Antarkan Jef Raih Doktor di USU
“Petani menjual dengan harga yang sangat rendah, padahal produksi kopi Sumut masih dilirik di pasar internasiona
Laporan Wartawan Tribun Medan/ Adol Frian Rumaijuk
TRIBUNNEWS.COM PEMATANGSIANTAR - Penerapan pola pengembangan pertanian komoditi Kopi di Sumut khususnya di kawasan Simalungun menjadi hal penting bagi produksi kopi berkualitas secara nasional. Indonesia masih menjadi urutan ketiga penghasil kopi terbesar di Dunia.
Mengingat, produksi kopi dari Sumut adalah satu diantara sumber pemasok kopi di pasar internasional. Hanya saja, masih sedikit petani yang merasakan dampak kualitas produk yang dihasilkan selama ini. Hanya dirasakan para inportir dengan mengantongi sertifikan masing-masing.
“Petani menjual dengan harga yang sangat rendah, padahal produksi kopi Sumut masih dilirik di pasar internasional,” ujar Dr Ir Jef Rudiantho Saragih MSi ditemui dikediamannya Jl Pleton no 15 Siantar, Minggu (21/10/2012 ). Alasan itulah mendorongnya untuk mencoba mencari cara untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat petani kopi di Sumut khususnya di Simalungun.
Dengan mengangkat disertasi berjudul Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Produksi Kopi Arabika Spesialti dalam Pengambangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Simalungun. Ia telah berhasil mempertahankan disertasi tersebut di Universitas Sumatera Utara (USU) untuk memperoleh gelar doctor dalam bidang Perencanaan Wilayah pada ujian terbuka (promosi doctor) tanggal 18 Oktober 2012. Dan diperoleh hasil yang memuaskan dengan predikat Cum Laude atau dengan pujian.
Menurut Jef, pria yang menikah dengan Eva Susanna Purba dan telah memiliki tiga orang anak ini, factor ekologi memiliki peran penting dalam pengembangan kopi arabika spesialti di dataran tinggi Simalungun. Peningkatan penerapan variable ekologi di tingkat usaha tani berperan dalam meningkatkan produktivitas, kualitas, serta mendukung keberlanjutan produksi kopi secara ekologis.
Hanya saja, kata pria berkulit sawo matang ini, produksi petani Simalungun selama ini masih jauh dari yang diharapkan pasar internasional atau konsumen. Padahal, sertifikasi produk kopi saat ini sangat banyak dan hal itu bisa mengangkat taraf hidup petani.
Dikatakannya, disertasinya menawarkan temuan penting lain
dalam aspek praktis, rekomendasi model baru pengembangan ekonomi lokal berbasis agribisnis kopi arabika spesialti di dataran Simalungun.
Lebih lanjut dijelaskannya, pengambangan komoditi yang juga dipasarkan di Starbuck pasar eropa ini, bisa ditempuh melalui strategi intensifikasi. Intensifikasi yang ditawarkan adalah dengan menerapkan praktik pertanian yang baik ditingkat usahatani. Yang tujuannya untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan keberlanjutan produksi kopi Simalungun.
Strategi ini, dikatakannya, didukung empat komponen, sertifikasi kopi, tata guna lahan rinci, kebijakan dan program focus, dan peningkatan fasilitas pendukung. “Strategi ekstensifikasi sebaiknya ditempuh bila strategi intensifikasi telah menujukkan peningkatan produktivitas dan kualitas kopi arabika,” ujarnya sembari menceritakan hal itu disampaikan dihadapan tim penguji yang terdiri dari Prof Dr Sirojuzilam SE, Prof Dr Suwardi Lubis MS, Prof Dr Sengli J Damanik MSc, Prof Erlina MSi, Dr Salmiah MSi, Prof Dr Mohd Nur Syehchalad MS.
Padahal, katanya, pola pengembangan pertanian Kopi selama ini sudah baik. Hanya perlu melakukan perubahan kecil dalam hal budidaya. Dan bukan hal sulit untuk dilakukan. Diantaranya menanam pohon pelindung, yang bisa mempengaruhi kualitas matang buah. Penggunaan pupuk organic, dengan mengurangi penggunaan pupuk pabrikan akan meningkatkan cita rasa kopi yang dihasilkan.
Bahkan saat ini menurutnya, sertifikasi kopi belum memberikan manfaat yang nyata bagi petani. Penerapan variable ekologi dapat menjadi insentif bagi petani jika ada peningkatan harga premium kopi sertifikat sebesar 26 persen lebih tinggi dari pada kopi non-sertifikat.
Hanya saja, perhatian pemerintah selama ini juga masih sangat minim untuk nasib para petani. Sehingga yang selama ini dikelola oleh pihak eksportir, sebaiknya dikelola oleh kelembagaan berbasis petani dengan pendampingan dari pemerintah daerah.
Selain tujuan untuk peningkatan produksi kopi, juga dilihat dari penyerapan tenaga kerja. Dimana dalam memberikan kontribusi pendapatan wilayah (PDRB) sebesar 3,27 persen juga menyerap tenaga kerja sebesar 8,29 persen di Kabupaten Simalungun.
Harapannya, Indonesia akan mampu mengisi pasar internasional dengan urutan penyuplay nomor satu. Sebab, jika dibandingkan dengan luas wilayah dengan dua negara penghasil kopi sangat jauh berbed. Kemudian, di Simalungun Kopi berbunga dan berbuah sepanjang tahun.