Itu Perilaku Koruptif, Pengadaan Bus Dewan Senilai Rp 1,2 M
Pengamat Pemerintahan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Dr Asep Warlan Yusuf,
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pengamat Pemerintahan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Dr Asep Warlan Yusuf, mengatakan pengadaan dan penggunaan bus operasional anggota DPRD Jabar yang dinilai keliru dan tidak maksimal merupakan suatu perilaku koruptif.
"Saya kira itu perilaku koruptif. Artinya suatu perilaku yang tidak menyesuaikan antara kebutuhan dan fungsi. Pendek kata, itu sikap pemborosan," kata Asep melalui ponselnya, Selasa (16/10/2012).
Menurut Asep, bus yang dibeli dengan uang rakyat seharga Rp 1,2 miliar itu seharusnya dimanfaatkan secara maksimal. Jangan malah hanya diparkir begitu saja selama dua tahun ini dan cuma beberapa kali saja digunakan.
Asep mengatakan, sistem penganggaran di DPRD Jabar sebaiknya dibenahi. Artinya pembelian kendaraan atau barang dalam bentuk apapun, seharusnya berdasarkan kajian yang obyektif dan rasional.
"Harus ada kajian dulu. Apakah kendaraan itu memang dibutuhkann oleh dewan. Terus urgensinya bagaimana? Apakah kendaraan yang dibeli itu sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Jangan seperti sekarang ini, beli bus besar malah nggak kepakai," ujar Asep.
Menurut Asep, karena sudah telanjur dibeli sebaiknya bus dengan kapasitas mesin 5.000 cc itu diserahkan ke Pemprov Jabar untuk digunakan oleh instansi lain yang lebih membutuhkan. Dengan begitu kata Asep, bus itu bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Asep mengatakan, untuk kendaraan operasional anggota dewan atau untuk kendaraan tamu VIP (Very Important Person) DPRD sekalipun, sebaiknya ke depan menggunakan sistem sewa. Dengann cara seperti ini akan lebih menghemat anggaran.
"Tamu VIP itu nggak setiap hari datang. Makanya cukup nge-rental saja, lebih hemat. Kalau beli pasti boros karena harus mengeluarkan biaya perawatan," ujar Asep.
Seperti diberitakan, pengadaan dan penggunaan bis operasional anggota DPRD Jabar dinilai keliru dan tidak maksimal. Selama dua tahun ini bis ukuran besar itu hanya dipakai sekali oleh anggota dewan. Bis seharga Rp 1,2 miliar dengan kapasitas mesin 5.000 cc ini lebih banyak dikandangkan alias mangkrak di garasi.
Ketua LSM Monitoring Community Jawa Barat Kandar Karnawan, sebelumnya juga mengatakan, pengadaan bus ukuran besar pada tahun 2010 itu menunjukkan ketidakcerdasan anggota dewan yang menganggarkannya. Seharusnya, kata Kandar, setiap pembelian barang itu memperhitungkan asas manfaat.
"Sayang sekali uang satu miliar lebih dibelikan bus yang nggak kepakai. Coba kalau uang sebanyak itu dipakai buat biaya sekolah anak miskin, pasti lebih bermanfaat dan berkah," kata Kandar.
Menurut Kandar, pengadaan bus ukuran jumbo yang tidak bermanfaat ini menunjukkan kacaunya proses penganggaran di DPRD Jabar. "Saya kira kejaksaan harus menyelidiki kasus ini. Pembelian bus ini memang nilainya kecil dibanding proyek-proyek besar yang nilainya ratusan miliar. Tapi semuanya diawali oleh yang kecil-kecil dan sangat mungkin proyek yang besar-besar pun bermasalah," ujar Kandar.
Kandar juga menduga, saat pembelian dua tahun lalu, bus itu bukan bus baru alias bus bekas.
Namun, Sekwan DPRD Jabar, Ida Hernida, telah membantah dugaan tersebut. Ia mengatakan, bus ini merupakan bus baru sesuai dengan spesifikasi teknis yang dianggarkan dalam APBD Provinsi Jabar tahun 2010. Menurut Ida, pembelian bus ini diperlukan, ketimbang harus menyewa. "Kalau nyewa lebih mahal. Jadi mendingan beli," ujar Ida.