Hukuman Mati
Denny: Putusan MA Bukan Berarti Tidak Ada Hukuman Mati
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Denny Indrayana mengungkapkan, putusan Mahkamah Agung (MA) melalui Majelis

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Denny Indrayana mengungkapkan, putusan Mahkamah Agung (MA) melalui Majelis Peninjauan Kembali (PK) yang membatalkan vonis mati bandar narkoba tidak banyak berpengaruh bagi penegakan hukum.
"Putusan MA itu tidak bisa dikatakan hukuman mati tidak berlaku. Satu kasus saja tidak akan mengubah lainnya," ujar Denny usai Diskusi Imparsial yang digelar di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (10/10/2012).
Denny juga mengaskan, Hukuman Mati tidak melanggar konstitusi atau UUD 1945. Hal itu pun telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2007 lalu, yang menyatakan hukuman mati konstitusional.
"Memang ada kontroversi, menurut saya kalau dalam regulasi diatur, itu tidak masalah dan itu juga ada putusan MK, bahwa hukuman mati itu konstitusional," ucap Denny.
Sebelumnya, ahkamah Agung (MA) menganulir vonis mati bagi pemilik pabrik narkotika Henky Gunawan. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), Hengky hanya dihukum penjara 15 tahun dengan alasan hukuman mati melanggar konstitusi.
Putusan ini dibuat oleh Imron Anwari selaku ketua majelis dengan Achmad Yamanie dan Prof Dr Hakim Nyak Pha selaku anggota. Perkara bernomor 39 K/Pid.Sus/2011 menganulir putusan kasasi MA sebelumnya yang menghukum mati Henky.
"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM," demikian bunyi PK dari website MA, Selasa (2/10/2012).
"Dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun sesuai pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM, dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan hakim/putusan pengadilan," tegas majelis hakim secara
bulat.
Klik: