Peninggalan Dodong Hamijaya Jadi Koleksi Museum
UNTUK beberapa saat, suasana haru begitu kental menyeruak di dalam ruang pertemuan Museum
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Kemal Setia Permana
TRIBUNNEWS.COM -- UNTUK beberapa saat, suasana haru begitu kental menyeruak di dalam ruang pertemuan Museum Mandala Wangsit Kodam III/Siliwangi, saat Indra Hadimijaya menceritakan kisah kepahlawanan dan sepak terjang almarhum Letnan Kolonel Infanteri Dodong Hadimijaya di hadapan para petinggi Museum Mandala Wangsit, Rabu (19/9/2012) pagi.
Dengan suara terbata disertai titik air mata, Indra, yang tidak lain adalah putra ketiga almarhum Dodong, yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia asal Jawa Barat, menceritakan kisah perjuangan ayahnya saat membela dan mempertahankan kemerdekaan Tanah Air dari penjajah Belanda.
"Beliau rela mengorbankan jiwa dan raganya demi bangsa dan negara," kata Indra di sela penuturan kisah mendiang ayahnya. Indra tidak sendirian hadir di pertemuan dengan jajaran pimpinan Museum Mandala Wangsit Kodam III/Siliwangi. Indra hadir dengan ibunya, Saodah, yang juga istri almarhum Dodong Hadimijaya, para kakak, adik, dan sanak keluarganya.
Pertemuan keluarga besar dengan pengurus museum tiada lain adalah untuk memberikan benda pusaka bersejarah berupa benda kenang-kenangan peninggalan sang pejuang kemerdekaan, Dodong Hadimijaya, kepada pengurus Museum Mandala Wangsit untuk dijadikan sebagai salah satu koleksi museum dan bisa diperkenalkan kepada masyarakat umum.
Menurut Indra, pada usia 27 tahun, sebagai prajurit TNI dari Batalyon Kilat Kodam III/Siliwangi, Dodong sudah mampu menyandang pangkat kapten batalyon, atau kala itu menduduki jabatan sebagai Wakil Komandan Batalyon. Ketika itu, jabatan komandan disandang Mayor Darman. "Itu terjadi sekitar tahun 1949. Beliau masih muda, tapi sudah menyandang jabatan Wakil Komandan Batalyon," ujar Indra.
Indra melanjutkan, lahir pada 23 Oktober 1923, Dodong memang sudah mengabdikan seluruh hidupnya sebagai prajurit TNI hingga masa kemerdekaan. Banyak peristiwa perjuangan kemerdekaan yang dilalui ayahnya bersama Batalyon Kilat yang dipimpinnya hingga Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa dipertahankan dari agresi Belanda.
Berkat pengabdiannya yang begitu tinggi terhadap negara, Dodong pun dianugerahi penghargaan Bintang Gerilya dari pemerintah. "Dari seluruh prajurit di Tanah Air saat itu, hanya 100 orang yang memperoleh penganugerahan Bintang Gerilya. Salah satunya ayah saya," katanya.
Sayangnya, kata Indra, ayahnya mengundurkan diri dari kesatuannya dan dari keanggotaannya sebagai prajurit TNI tidak lama setelah Indonesia merasakan ketenangan hidup dari penjajahan Belanda. Menurut dia, pengunduran diri ayahnya sebagai prajurit TNI tidak lain karena ketidakpuasannya terhadap visi dan misi negara yang sempat melenceng dari harapannya.
"Ayah kecewa dengan berbagai macam kondisi pascakemerdekaan sehingga beliau mengundurkan diri dari kesatuan," ujarnya.
Dari hasil pernikahannya dengan Saodah, kata Indra, Dodong dikaruniai 11 anak, 35 cucu, dan 16 cicit. Dodong juga memiliki 6 putra angkat yang dari mereka melahirkan 31 cucu dan 38 cicit. Dodong sendiri meninggal dunia pada 26 Maret 2002 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra.
Atas jasa-jasa Dodong yang dianggap begitu besar mempertahankan kemerdekaan inilah, pihak pemerintah melalui jajaran Museum Mandala Wangsit Kodam III/Siliwangi memberikan tempat tersendiri bagi Dodong sebagai pejuang nasional yang patut dikenang. Museum Mandala Wangsit pun menerima hibah benda pusaka dari mendiang Dodong berupa baju seragam TNI beserta kepangkatan, badge Batalyon Kilat, bendera Batalyon Kilat, keris, mando, dan beberapa benda bersejarah lainnya, seperti album foto dan pernak-pernik mendiang semasa hidup.
Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Sony Sonjaya, melalui Kabintaldam Museum Mandal Wangsit, Letkol Arh Hindra Martono, mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih atas hibah benda-benda pusaka dari keluarga pejuang kemerdekaan seperti yang dilakukan keluarga mendiang Dodong Hadimijaya.
"Ini berarti pengetahuan kita akan semakin bertambah banyak mengenai sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia di zaman kemerdekaan dulu. Keberadaan museum bukanlah semata-mata untuk menyimpan benda-benda bersejarah dan berharga, tetapi juga sebagai ilmu pengetahuan bagi generasi bangsa di masa yang akan datang," kata Hindra.