Jumat, 3 Oktober 2025

Pemerintah Harus Miliki Roadmap Pengembangan 3G Yang Jelas

Pemerintah memerlukan roadmap yang jelas untuk pengembangan frekuensi,

Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah memerlukan roadmap yang jelas untuk pengembangan frekuensi, terutama yang berkaitan dengan potensi untuk dikembangkannya teknologi broadband. Hal ini dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala terkait dengan rencana tender frekuensi 3G pada blok 11 dan 12 yang masih tersisa.

“Pemerintah tidak bisa melihat sepotong-potong dan dari kacamata satu operator saja. Kasus penerapan teknologi netral di 900 MHz merupakan tendensi tidak baik dalam pengembangan frekuensi di jangka panjang karena kurang transparan dan hanya menguntungkan satu operator,” katanya di Jakarta, Rabu (12/9/2012).

Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi juga mengatakan soal refarming ini, pemerintahan yang baik seharusnya punya konsep jauh ke depan, melibatkan stakeholder sebelum mengambil kebijakan dan sebagai wasit tentunya harus adil kepada semua pemain agar sama-sama maju dan sejahtera.

Hal lain yang disorotnya adalah, masalah biaya yang mahal untuk mendapatkan tambahan satu blok. Pasalnya, harga lelang 2006 adalah Rp 160 miliar. Artinya, jika  operator membidik satu tambahan blok maka harus mengeluarkan dana sekitar Rp 544 miliar. Angka ini terdiri dari dua kali upfront fee ditambah 20 persen dari harga lelang untuk Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) tahun pertama.

Sedangkan jika ada operator yang memborong dua blok yang akan ditawarkan maka diperkirakan akan menyedot dana sekitar Rp 1,088 triliun. Angka Rp 256 miliar adalah harga lelang kekinian per kanal. Artinya, harga lelang pertama kali 3G tahun 2006 yang seharga Rp 160 miliar ditarik ke tahun 2012 dengan memperhitungan BI Rate, maka diperoleh harga Rp 256 miliar.

“Seharusnya penggunaan BI Rate untuk biaya izin awal upfront fee mulai dipakai saat alokasi blok kedua bagi tiga operator yang terakhir minta tambahan, karena melewati batas waktu penawaran September 2009. Jika dipakai dari 2009, itu tak lebih dari Rp 200 miliar,” katanya.

Heru menyarankan, upfront fee dan BHP tahunan untuk 3G di spectrum 2,1 GHz disamakan dengan biaya upfront fee dan BHP tahunan di 900 MHz. Sebab, frekuensi itu juga akan digunakan Indosat untuk upgrade jaringan 3G di spectrum existing. “Seharusnya bisa disamakan biaya upfront fee dan BHP tahunannya. Apalagi di 2,1 GHz cakupannya lebih kecil dibandingkan 900 MHz,” tegasnya.

Lebih lanjut Heru menjelaskan, jika biaya mendapatkan tambahan blok terlalu mahal, pihak yang dirugikan tidak hanya operator, tetapi juga masyarakat karena beban itu akan dialihkan ke pengguna. “Sebab untuk angka Rp 160 miliar saja Indonesia sudah termasuk lebih mahal daripada negara-negara G7. Apalagi, sampai Rp 250 miliar lebih, itu sama saja membunuh industri,” sesalnya.

Harga spektrum untuk 3G memang sangat kompetitif. Bahkan posisi biaya penggunaan spektrum di Indonesia di atas negara-negara G7 seperti Prancis, Jerman, Jepang, Inggris maupun Amerika Serikat. Berdasarkan kalkulasi dan perbandingan spectrum fee dengan negara-negara G7 dan G20, posisi biaya penggunaan spektrum Indonesia untuk 3G ini sudah berada di atas negara-negara G7 seperti Prancis (US$ 0,0132), Jerman (US$ 0,0002), Jepang (US$ 0,0163), Inggris (US$ 0,0069), maupun Amerika Serikat (US$ 0,0006).

Dengan demikian, harga spektrum di Indonesia untuk 3G adalah USD 0,01716/MHz/populasi atau sekitar Rp 160 per pelanggan. Melihat harga yang sudah tinggi, pemerintah dan regulator hendaknya tidak membebani operator dengan harga spektrum yang tinggi, untuk mendapatkan tambahan blok 3G berikutnya, apalagi dengan kenyataan spectrum fee Indonesia sudah berada di atas beberapa negara G7.

Berdasarkan catatan, jaringan nirkabel dengan teknologi 3G telah memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan jumlah pengguna layanan broadband. Pada triwulan pertama 2012, kontribusi pengguna broadband dari masing-masing operator 3G di Indonesia telah mencapai 107,35 juta. Dari Telkomsel 40 juta, Indosat 31,2 juta, XL 27,9 juta, Axis 4,25 juta, dan Hutchison 4 juta.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved