Jumat, 3 Oktober 2025

Sidang Kasus Korupsi BPOM Hadirkan Saksi Ahli

Sidang kasus korupsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dilanjutkan pada hari ini Kamis (26/7/2012) dengan agenda

zoom-inlihat foto Sidang Kasus Korupsi BPOM Hadirkan Saksi Ahli
Tribun Kaltim,Januar Alamijaya
Sejumlah petugas dari BPOM saat melakukan razia di salah satu toko.

Laporan Sari Oktavia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus korupsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dilanjutkan pada hari ini Kamis (26/7/2012) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang adalah Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.

Sidang dimulai pada pukul 12.05 wib. Terdakwa Ediman Simanjuntak yang juga Direktur CV Masenda Putra Mandiri  hadir didampingi penasehat hukumnya. Dalam kesaksiannya, Edward menjelaskan mengenai syarat-syarat suatu tindakan dianggap sebagai korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.

"Bisa dengan adanya mark up, gratifikasi, pengadaan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maupun adanya potensi kerugian negara dalam tindakan tersebut," kata Edward.  

Tim Penasehat Hukum terdakwa Ediman Simanjuntak juga banyak mencecar ahli dengan berbagai pertanyaan seputar hukum pidana, korupsi, dan konteks pengadaan barang dan jasa. Edward menjelaskan, dalam pengadaan barang dan jasa yang menyangkut proyek pemerintah, dimensi publik sangat penting.

"Dimensi publik disini adalah pengadaan barang dan jasa tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada negara," ungkap Edward.  

Menurut Edward, perusahaan boleh melakukan subkontrak asal tidak ada unsur tindakan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Selain itu, subkontrak perusahaan baru diperbolehkan apabila perusahaan tersebut memang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk pelaksanaan proyek. Dalam kasus BPOM ini, diduga terjadi korupsi pengadaan alat laboratorium pada pusat pengujian obat dan makanan Tahun Anggaran 2008.

Pada saat itu, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) BPOM RI melaksanakan pekerjaan pengadaan alat laboratorium paket 1 dan 2 yang berasal dari APBN. Paket 1 berupa pengadaan alat laboratorium PPOMN dengan anggaran Rp4,5 miliar.

Sementara itu, paket 2 berupa pengadaan alat laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Nasional (PROMN) dengan pagu anggaran Rp15 miliar. Dari hasil lelang, CV Masenda Putra Mandiri memperoleh kontrak paket 1 senilai Rp43,49 miliar. Paket 2 dimenangkan oleh PT Ramos Jaya Abadi  dengan nilai kontrak Rp13,02 miliar. Kedua perusahaan tersebut selanjutnya mensubkontrakkan seluruh pekerjaan tersebut kepada PT Bhineka Usada Raya (PT BUR). Akibat subkontrak ini,  negara diduga mengalami kerugian senilai total Rp10,8 miliar.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved