Kamis, 2 Oktober 2025

Pembebasan Bea Masuk Kedelai Diharapkan Berlaku Per Agustus

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengharapkan PMK mengenai pembebasan bea masuk kedelai bisa segera diterbitkan.

Editor: Sugiyarto
zoom-inlihat foto Pembebasan Bea Masuk Kedelai Diharapkan Berlaku Per Agustus
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Seorang pekerja memasukkan kacang kedelai ke dalam karung untuk ditimbang di salah satu toko kacang kedelai di Jalan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung, Selasa (24/7/2012). Penjulan kacang kedelai untuk bahan baku membuat tahu dan tempe selama sebulan terakhir di tempat ini turun hingga 30 persen. Hal tersebut dipicu naiknya harga kacang asal Amerika tersebut menjadi Rp 7.600 - Rp 7.800 per kg dari harga sebelumnya Rp 6.500 per kg. (TRIBUN JABAR/ Gani Kurniawan)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengharapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai pembebasan bea masuk kedelai bisa segera diterbitkan. Pasalnya kini tim tarif tengah melakukan pembahasan mengenai hal ini.
 
“Kita berharap awal Agustus PMK-nya sudah bisa dirasakan,” harap mantan Wakil Menteri Pertanian ini kepada wartawan dalam konferensi pers, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (26/7/2012).
 
Sebagaimana diharapkan pemerintah dengan dikeluarkan keputusan pembebasan bea masuk kedelai, memfasilitasi Koperasi tahu dan tempe Indonesia untuk melakukan impor langsung, dan mendorong peningkatan produksi nasional, harga kedelai turun kembali.
 
Menurut keterangan Bayu, tiga hari terakhir ini,  harga kedelai di Chicago sudah menunjukan penurunan. Karenanya, diharapkan tren turunnya harga kedelai ini masih terus berlanjut. “Ditambah lagi dengan pembebasa bea masuk,” demikian Bayu berharap.
 
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan mengakui kebijakan membebaskan bea masuk kedelai hingga Desember mendatang hanya solusi jangka pendek dan sementara.
 
“Kebijakan ini sifatnya jangka pendek dan sementara, dan ini harus diupayakan dengan penyesuaian konsumsi, mengingat kenaikan harga internasional yang sudah cukup tinggi,” ujarnya, Jakarta, Kamis (26/7/2012).
 
Karenanya,Gita menilai pemerintah harus menetapkan peningkatan produksi sebagai prioritas utama dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga di tingkat para perajin tahu-tempe.
 
Apalagi, kini peningkatan produksi kedelai masih terkendala faktor lahan yang mesti berkompetisi dengan komoditas jagung, tebu, beras dan koversi lahan buat kebutuhan lainnya.
 
Selain itu, kendala iklim juga menjadi salah satu persoalan tersendiri dalam peningkatan produksi kedelai nasional. Pasalnya, Indonesia beriklim tropis, sementara kedelai dapat tumbuh baik di daerah beriklim sub-tropis.
 
Lebih lanjut, mantan Kepala BKPM ini mengatakan, kurun lima tahun terakhir, berdasarkan data statistik Kementerian Pertanian, terdapat kecenderungan peningkatan terhadap rata-rata produksi kedelai sebesar 4,38 persen, produktivitas 1,04 persen dan luas lahan untuk tanam kedelai 3,1 persen.
 
Namun memang, peningkatan produksi dan produktivitas tersebut belum dapat mengalahkan tingkat produksi pada awal 1990-an yang mana jumlah produksi kedelai Indonesia lebih tinggi dibandingkan jumlah impornya.
 
Terkait kenaikan harga kedelai, tegas dikatakan Gita, lonjakan tersebut sangat mempengaruhi harga kedelai dalam negeri. “Karena 70% kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari kedelai impor,” katanya.
 
Adapun kenaikan harga internasional, menurut Mendag disebabkan karena anomali cuaca yang terjadi di Amerika Serikat dan Amerika Selatan (Brasil dan Argentina). Anomali cuaca ini tidak hanya berdampak terhadap pasokan tetapi juga harga.
 
Untuk meredam kenaikan harga, selain menurunkan bea masuk dari 5 persen menjadi 0 persen, Pemerintah juga memfasilitasi Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk dapat melakukan importasi sendiri, termasuk juga kemungkinan kerjasama dengan Bulog. (*)
BACA JUGA:
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved