Jumat, 3 Oktober 2025

Pengusaha: Sinkronkan Aturan Investasi dan Pertanahan

Tidak bisa dipungkiri, penyediaan lahan yang digunakan untuk invetasi perkebunan, salah satunya sawit

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Pengusaha: Sinkronkan Aturan Investasi dan Pertanahan
Tribun Medan/DEDY SINUHAJI
Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri, penyediaan lahan yang digunakan untuk invetasi perkebunan, salah satunya sawit sering menghambat pengusaha yang ingin berinvestasi dalam sektor itu. Untuk itu perlu senergi atau sinkronisasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sehingga  meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
    
"Ada baiknya, BKPM dan BPN bisa duduk bersama dalam merumuskan berbagai kebijakan dan aturan-aturan di bidang pertahanan dan investasi, agar iklim berusaha lebih kondusif bagi para investor," kata Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Tumanggor di Jakarta, Minggu (17/6/2012).
    
Komisaris perusahaan yang merupakan bagian  Wilmar Group yang bergerak di bidang Industri Minyak Nabati, Oleo Chemical & Bio Energy itu juga  menyambut baik penunjukan  Hendarman Supandji dan  Mochammad Chatib Basri sebagai Kepala  BPN dan BKPM.
    
Tumanggor  mengungkapkan, untuk menyelesaikan konflik agraria, perlu  aturan pertanahan yang jelas dan tegas.  "Dasar hukum hak ulayat harus jelas ditetapkan dan diundangkan. Perusahaan pemilik HGU harus mendapatkan kepastian hukum yang jelas dan tegas," ujarnya.
    
Tumanggor menyambut baik langkah Kepala BPN Hendarman Supandji yang berencana memetakan permasalahan tanah di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria yang ada. Salah satunya adalah mengenai sengketa lahan yang kerap terjadi antara perusahaan perkebunan dan masyarakat adat.
    
"Kami juga menyambut penyelesaian tanah yang tidak digarap karena faktanya ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan pengusaha. Pemerintah beranggapan itu sebagai  tanah terlantar sedangkan di pihak pengusaha tanah tersebut bukanlah merupakan tanah terlantar tetapi karena kesulitan permodalan dan  konflik-konflik di lapangan menyebabkan pengusaha belum melakukan kegiatan apapun," katanya.
     
Berkait  konflik antara perusahaan perkebunan dan masyarakat, Tumanggor menyayangkan perusahaan perkebunan selalu dianggap sebagai pihak yang bersalah dan dianggap menyerobot tanah dan tidak pro masyarakat. Padahal  telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang memiliki kekuatan hukum," ungkapnya.
    
"Jadi inilah yang menjadi alasan beberapa perusahaan perkebunan Indonesia jsutru berinvestasi di benua Afrika.  Padahal, Indonesia masih memiliki lahan yang luas untuk dijadikan sebagai perkebunan," paparnya.
    
Kondisi ini sangat sangat disayangkan karena Indonesia masih banyak  yang menganggur, padahal investasi  perusahaan-perusahaan tersebut dapat membuka  banyak lapangan pekerjaan. "Perlu jadi perhatian bersama, bagaimana agar peluang investasi yang begitu besar di Indonesia mampu menarik minat para investor di dalam negeri sendiri," ujarnya.

Baca juga:

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved