Rumah Murah Bisa Terwujud di Samarinda
Impian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Samarinda untuk memiliki rumah dengan harga terjangkau
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Doan Pardede
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Impian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Samarinda untuk memiliki rumah dengan harga terjangkau bisa diwujudkan. Apalagi Walikota Samarinda, Syaharie Jaang sendiri bersama Menteri Perumahan Rakyat dan ikut menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) penyediaan lahan rumah murah.
Menurut Sarwono, Wakil Ketua DPRD Samarinda, hal itu bisa diwujudkan dengan pemerintah kota menggandeng developer (pengembang) perumahan yang cukup bonafit. Tentunya, pengembang ini harus mendapat kompensasi dari pemerintah karena sudah membangunkan rumah bagi MBR.
"Carilah pengembang bonafid dan di Samarinda itu banyak, yang punya komitmen. Kompensasi dia membangunkan rumah yang dapat dijangkau sopir angkot, dia bisa membangun yang lain yang lebih mewah. Ini yang namanya subsidi silang. Dia juga dapat keuntungan dari membangun rumah murah dan sekaligus mendapatkan izin dari kepala daerah membangun perumahan mewah," kata Sarwono kepada Tribun, Rabu (13/6/2012).
Dalam MoU ini, pemerintah kabupaten/kota menyatakan mendukung untuk menyediakan tanah dan menetapkan lokasi pembangunan rumah murah dengan mengacu kepada RTRW dan perkembangan kabupaten/kota 15-20 tahun ke depan. Pemerintah pusat sendiri memberikan subsidi harga Rp 25 juta.
"Merekalah (pengembang) yang bekerjasama dengan bank itu dengan baik. Rumah memang disubsidi oleh pusat, tapi tetap saja DP yang 30 persen ini memberatkan masyarakat. Sepanjang komitmen dari pusat itu jelas, artinya, mereka membiayai sendiri saja bisa apalagi dengan subsidi. Seharusnya bisa. Dia tetap untung, kita bangun perumahan jangan dibebankan besarnya DP itu kepada user tapi lihat kemampuannya. Menutup sekian persen DP itu bisa dari pengembang, toh dia akan menerima dana itu dari pusat nanti," katanya.
Politisi asal PKS ini juga berharap agar apa yang diprogramkan pusat tidak hanya menjadi jargon atau slogan. Dalam arti, pusat tidak hanya membantu daerah setengah-setengah. Bila perlu, pembebasan lahan jangan lagi dibebankan kepada pemerintah daerah.
"Di ranah kebijakan daerah itu ada izin prinsip pembukaan lahan. Kalau fasum, jalan, secara umum masih bisalah daerah. Tapi untuk pembebasan lahan sebaiknya dari pusat. Segala sesuatu yang belum terealisasi secara maksimal bukan berarti tidak bisa berjalan. Kalau memang itu program unggulan dari pusat, ya kita minta dari pusat kucurkan semuanya jangan setengah- setengah. Kalau bicara untuk rakyat, benar-benar menyentuh untuk rakyat. Jangan sampai jargonnya untuk rakyat tapi bagi rakyat memberatkan," katanya.