Ini Modus Anggota DPRD di Berbagai Daerah Lakukan Korupsi
Kasus Korupsi anggota DPRD Kukar merupakan satu di antara modus yang kerap dijumpai dan berakhir bebas.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Korupsi anggota DPRD Kukar merupakan satu di antara modus yang kerap dijumpai dan berakhir bebas.
Modusnya dilakukan dengan penambahan anggaran baru berupa tambahan penghasilan atau anggaran penunjang di luar ketentuan yang berlaku.
Hal ini juga terjadi pada kasus korupsi anggota DPRD Sumatera Barat (Sumbar) yang menambah tunjangan di luar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110, meskipun akhirnya Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas.
Termasuk pada era ini adalah berupa uang purna bakti.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan di kantor ICW, Jakarta, Minggu (4/3/2011).
"Pada kasus DPRD Kukar, ini terjadi pada tahun pertama (2005) DPRD Periode 2004-2009. Tidak dipungkiri, dorongan untuk memburu rente dari anggaran, tidak lain dipergunakan untuk mengembalikan ongkos politik yang tinggi agar mereka terpilih sebelumnya. Selain itu, juga upeti parpol," paparnya.
Modus lain, lanjut Yuna, adalah pembentukan yayasan fiktif untuk menerima bantuan sosial ataupun menerima kick back bantuan sosial yang dikucurkan atau menjadi instrumen kampanye. Seperti kasus yang menjerat DPRD Jawa Timur, sambung Yuna, itu menggambarkan modus ini.
Di lain daerah, terang Yuna juga ada yang menggunakan modus perjalanan dinas fiktif. Ironisnya, kata Yuna, seperti ditemui di DPRD Kota Semarang. Di sana, imbuhnya, secara gamblang terlihat keterlibatan DPRD menerima suap dari pihak eksekutif terkait pengesahan anggaran.
Begitu juga dalam kasus pinjaman yang dilakukan Bupati Pandeglang dengan melibatkan DPRD.
"Ini merupakan bentuk transaksional. Modus terkini korupsi DPRD," ujarnya.