Menyapa Diam-diam ala Shoegaze: Ini 3 Band Lokal yang Wajib Kamu Dengarkan
Bukan sekadar genre musik, tapi atmosfer, gelombang suara dan eksperimen efek. shoegaze, yang terkesan ramai namun uniknya mampu menenangkan hati.
TRIBUNNEWS.COM - Bukan sekadar genre musik, tapi atmosfer, gelombang suara dan eksperimen efek. Itulah shoegaze, yang terkesan ramai namun uniknya mampu menenangkan hati di tengah hingar bingar kehidupan.
Shoegaze muncul dari kancah musik alternatif dan indie di Inggris pada akhir 1980-an. Mengutip ourworldmusic.com, saat itu beberapa band bereksperimen dengan suara-suara baru yang mendorong batas-batas musik rock tradisional.
Masih dari sumber yang sama, dijelaskan shoegaze mendapat pengaruh dari beberapa subgenre termasuk post-punk, noise rock dan dream pop.
Musik shoegaze menggunakan reverb, delay, chorus, dan distorsi untuk meliputi instrumentasi—bahkan hingga membuat vokal terdengar seperti bagian dari tekstur, bukan sebagai pusat narasi.
Band-band seperti My Bloody Valentine, Slowdive dan Ride memelopori pendekatan genre ini, yang menyusun lagu bukan dari melodi bersih dan naratif tapi dari tekstur suara yang mendalam dan emosional.
Meski sempat meredup di era Britpop dan grunge, Shoegaze kembali menemukan pendengarnya di awal 2000-an dan menjalar ke berbagai penjuru dunia—termasuk Indonesia.
Shoegaze di Indonesia: Dari Pinggiran ke Panggung Independen
Di Indonesia, shoegaze memang bukan genre arus utama. Namun, justru dari lapisan bawah skena musik independen muncul beberapa band dengan suara yang mampu bersaing dengan rilisan luar negeri.
Kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya menjadi tempat tumbuhnya berbagai band dengan sentuhan shoegaze yang khas: lebih organik, mentah, dan sering kali bercampur dengan unsur dream pop, post-rock, atau bahkan emo.
Meski tidak banyak, band-band ini telah membentuk komunitas kecil namun kuat. Mereka merilis musik melalui platform digital, label independen, hingga kompilasi kolektif, menjadikan shoegaze Indonesia sebagai permata tersembunyi yang patut digali.
Untuk kamu yang penasaran dengan band-band Shoegaze asal Indonesia dan ingin mulai mendengarkannya, tenang saja.
Tribunnews sudah mengumpulkan 3 band Shoegaze Indonesia yang sedang tumbuh dari lapisan bawah skena musik Tanah Air. Simak selengkapnya di bawah ini;
1. Heals
Band yang berasal dari Bandung ini cukup dikenal dalam skena Shoegaze karena sudah menyapa penikmat musik Tanah Air sejak 2013 lalu.
Heals menyuguhkan musik yang berlapis, eksperimental, dan penuh energi, menggabungkan elemen shoegaze klasik dengan aransemen modern dan produksi yang apik.
Album debut mereka, “Spectrum” (2017), membuktikan bahwa mereka bukan hanya sekadar mengikuti formula shoegaze, tapi juga memperluasnya dengan elemen rock progresif, elektronik, dan psikadelik. Pada album ini, mereka berhasil menarik perhatian lewat lagu ‘Void’ dan ‘False Alarm’.
2. Daisea
Selanjutnya Daisea, band asal Jakarta yang lahir pada 2019 ini berhasil mencuri perhatian dengan gabungan unik dari pengaruh Alternative, Pop/Dream Pop dan Punk. Mereka baru saja merilis album debut “Cycles” di akhir tahun 2024.
Album Cycles hadir sebagai album konsep yang berusaha menceritakan perjalanan emosional tentang pasang surut cinta dan kehidupan. Salah satu lagu dalam album debut ini; Kaleidoscope Love, memiliki lirik yang menyentuh tentang seorang wanita yang tengah memperjuangkan hubungannya dan berharap adanya jalan keluar terbaik untuk kedua insan.
3. Fleuro
Berasal dari Surabaya yang terkenal karena iklim panas, kota yang ramai, band-band dengan aliran musik keras, Fleuro hadir memperkenalkan dinginnya kesedihan. Lahir di tahun yang sama dengan Daisea, Fleuro muncul dari Surabaya bersama karya yang kental dengan raungan pedal dan gaya vokal mengawang.
Fleuro, lewat single pertamanya yang berjudul ‘Dead End’, masih membicarakan kisah kasih melankolis anak muda yang dipendam oleh keegoisan selangit. Kemudian karya selanjutnya, berjudul ‘Kota Lelah’, yang menyampaikan keluh kesah seorang perantau bertahan di kota orang.
Itulah 3 band lokal dengan subgenre Shoegaze yang bisa kamu dengarkan di berbagai platform musik digital. Shoegaze, bukan tentang ketukan atau nada, tapi menyapa selayaknya kabut; pelan, menyelimuti dan tidak bisa digenggam.
Namun, justru di sanalah keindahannya. Di tengah kebisingan dunia, subgenre ini mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, tenggelam dalam gema dan mengingat rasa yang sempat terlupakan.
Baca juga: Line-Up Konser Musik di Jakarta Fair Kemayoran 2025, Ada Tipe-X, Kangen Band hingga NDX AKA
Editor: M. Fitrah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.