Waspada Jika Tagihan Kartu Kredit Anda Tiba-tiba Melonjak, Ini Modus Kejahatannya
Membuat KTP palsu, mengganti nomor ponsel penerima laporan kartu kredit, menghafal kode CVV dan kadaluarsa di kartu.
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Membuat KTP palsu, mengganti nomor ponsel penerima laporan kartu kredit, menghafal kode CVV dan kadaluarsa di kartu, lalu berbelanja online, Rabu (22/6/2016).
Begitulah cara mudah menyabotase kartu kredit yang bisa dilakukan para marketing nakal di berbagai bank.
Selanjutnya penerima kartu kredit cuma bisa kaget menerima kartu kreditnya sudah punya biaya pemakaian tinggi.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, mengungkap kasus ini, pertengahan Juni 2016.
Empat marketing outsourcing yang bertugas menawarkan kartu kredit di mal-mal diringkus polisi.
Polisi menyita dua buku bank BCA asli dengan identitas palsu dengan total transaksi mencapai Rp 2 milliar.
Selain itu ditemukan pula 1.600 data nasabah kartu kredit yang telah dicuri.
Keempat pelaku yang diringkus, antara lain GS, A, AH, dan PSS.
"Mereka semua punya tugas berbeda-beda," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Fadhil Imran saat jumpa pers di kantornya, Rabu (22/6/2016) siang.
Pertama kali yang ditangkap adalah di kantor Provider PT Indosat di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Sebab PSS memang bertugas mengubah nomor ponsel penerima laporan kartu kredit.
Setelah itu baru tiga rekan lainnya diringkus polisi.
Fadhil menjelaskan, data nasabah kartu kredit didapat dari pelaku A dan AH.
Mereka mengambilnya dari formulir permohonan aplikasi kartu kredit yang mereka dapat dari mencari nasabah di mall-mall.
Setelah itu data nasabah dan fotokopi KTP digandakan dan dikirim ke pelaku GSS.
Dia kemudian yang membuat KTP palsu sesuai dengan nama para calon nasabah kartu kredit. Tetapi foto KTP diganti dengan muka PSS.
Selanjutnya KTP palsu diberikan ke PSS. Dia kemudian mengurus perubahan simcard ke kantor provider.
Selanjutnya begitu kartu kredit jadi, pelaku A dan AH akan menyabotase kartu kredit lebih dulu sebelum dikirim ke nasabah.
Mereka memotret kartu kredit untuk mengetahui nomor CVV dan tanggal kadaluarsa kartu.
Itu dilakukan untuk bertransaksi secara online.
Setelah semua didapat, barulah pelaku GS melakukan transaksi online.
Keempat pelaku baru beraksi mulai bulan Februari 2016. Sampai Juni 2016, total keuntungan mereka sudah Rp 2 milliar.
Fadhil mengatakan, perlu ada perbaikan di sistem verifikasi perbankan maupun provider.
Peristiwa ini terjadi karena lemahnya perbankan menyeleksi pegawai outsorcing dan payahnya provider telekomunikasi mendeteksi keanehan penggantian nomor ponsel. Padahal KTP yang dipakai palsu.
"Makanya apabila mau membeli kartu kredit, sebaiknya langsung saja ke bank. Jangan di mal-mal," kata Fadhil. (*)