Unik, Prosesi Ijab Kabul Manten Tebu di Pabrik Gula Madukismo
Pasangan yang dinikahkan di Masjid an-Nuur, yaitu masjid yang terletak di Perumahan Timur PG-PS Madukismo, Jumat (29/4/2016).
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hendra Krisdianto
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Nama pasangan itu yakni Kyai Tampak dan Nyai Kasih.
Keduanya merupakan pasangan yang dinikahkan di Masjid an-Nuur, yaitu masjid yang terletak di Perumahan Timur PG-PS Madukismo, Jumat (29/4/2016).
Dengan berbagai iring-iringan beratus-ratus orang, pasangan itu diijab-kabulkan di sana, dengan mas kawin uang sebesar Rp 40 ribu, yang terdiri dari uang receh Rp 500.
Kyai Tampak dan Nyai Kasih bukan sembarang pasangan pengantin.
Keduanya adalah sepasang tebu yang dikirab dan kemudian diijab-kabulkan dalam pagelaran Kirab Tebu Manten Pabrik Gula
Madukismo, di komplek P.G. Madukismo, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Bantul.
"Acara ini adalah adat yang tiap tahunnya kami laksanakan," jelas Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Sekunder PT. Madu Baru Madukismo, Robby Hernawan.
Robby bercerita perayaan kirab kali ini menjadi penting untuk memupuk semangat para petani dan karyawan, sehingga mereka semakin giat dalam memproduksi tebu dan tentunya gula.
"Semangat para petani tebu tahun ini sangat besar, karena tahun ini harga gula lagi bagus," ungkapnya.
Secara terpisah, Kordinator Kirab Tebu Manten Pabrik Gula Madukismo, Alex Chomsah, menjelaskan bahwa maksud dikawinkannya pasangan tebu tersebut filosofinya sama layaknya manusia, yakni agar bisa beranak pinak dengan jumlah banyak, sehingga diharapkan bisa menghasilkan gula yang melimpah.
"Tebu ini (yang dikawinkan) merupakan tebu Cucuk Lampah, yakni tebu pertama yang akan digiling pada tahun 2016," paparnya.
Adapun pelaksanaan kirab sendiri sarat dengan simbol-simbol filosofi.
Saat ijab qabul misalnya, waktunya ditentukan berdasarkan perhitungan ala budaya Jawa.
"Pemilihan waktu ijab kabul ini dihitung sesuai dengan nama pengantin tebu. Setelah dihitung, kemudian muncul Sabtu Kliwon. Makanya saat ijab kabul waktunya kami laksanakan setelah Salat Ashar. Karena menurut kalender Jawa, Jumat sore itu sudah masuk hari Sabtu," ulas Alex.
Sebagai sebuah tradisi, kirab pengantin tebu rutin diadakan Pabrik Gula Madukismo tiap tahun sekali, dan tiap tahunnya tidak ada
perubahan signifikan dari perayaan tahun-tahun sebelumnya.
"Tidak ada tema khusus. Pada acara kirab ini kami mengajak masyarakat sekitar untuk saling mendoakan, termasuk kami meminta doa restu, sehingga pelaksanaan gilingan nantinya bisa berjalan lancar," jelasnya.
Pabrik Gula Madukismo sendiri adalah satu-satunya pabrik gula yang ada di DIY.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan gula di wilayah DIY dan sekitarnya, banyak masyarakat yang menggantungkan kebutuhannya dari pabrik ini.
"Kami rencananya memulai giling pada Sabtu Legi 16 Mei 2016. Diharapkan gilingannya selesai pada akhir Oktober 2016, atau
tepat 160 hari," ulasnya.
"Sesuai dengan jumlah mas kawin dalam kirab pengantin tebu ini, harapannya kami dapat memproduksi gula sebanyak 40 ribu ton pada tahun ini," tambah Alex.
Guna mencapai target tersebut, tebu yang nantinya bakal digiling di Pabrik Gula Madukismo berjumlah sebanyak 550ribu ton tebu, yang
berasal dari sepuluh kabupaten di DIY dan Jateng.
"Sepuluh kabupaten itu di antaranya Bantul, Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul, Magelang, Temanggung, Purworejo, Kebumen, Purbalingga, dan Sragen," tambahnya.
Sejumlah tebu dari sepuluh kabupaten itu, nanti hasilnya (gula) diperuntukkan untuk mencukupi kebutuhan konsumen langsung masyarakat DIY dan Jateng Selatan, yang jumlah konsumsinya diperkirakan mencapai 120 ribu ton dalam setahun.
"Dengan adanya pernikahan tebu ini, semoga kebutuhan gula kita tercukupi, dan proses produksinya di Pabrik Gula
Madukismo berjalan lancar," ungkapnya.
Salah seorang petani tebu asal Sleman, Purwono (76), menjelaskan bahwa tujuannya mengikuti kirab pengantin tebu kali ini tak lain untuk mendapatkan keselamatan saat proses penggilingan tebu berlangsung, dan ia berharap ke depan hasil tebu yang ia peroleh bisa melimpah.
"Acara kirab pengantin tebu ini tiap tahunnya selalu ada, dan saya selalu ikut," paparnya.
Purwono bercerita bahwa tak melulu tiap tahunnya ia bisa menghasilkan tabu banyak.
Pasalnya hal itu bergantung dengan kondisi cuaca, apakah cuacanya mendukung pertumbuhan tebu atau tidak.
"Saya sudah menanam tebu sejak tahun 1980. Jadi saya sedikit-sedikit tahu," tutupnya. (*)