Tren Batu Akik di Lampung Mulai Turun
Saat ini tren batu akik di Bandar Lampung sedang mengalami penurunan.
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Yoga Noldy Perdana
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Saat ini tren batu akik di Bandar Lampung sedang mengalami penurunan.
Berdasarkan pantauan Tribun Lampung terhadap beberapa pedagang batu, rata-rata para penjual mengalami penurunan omset sekitar 50 sampai 80 persen.
Salah satu pedagang batu akik di Jalan Bengkulu, Pasar Tengah, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung, Yanto, mengatakan penurunan omzet penjualan batu akik sudah mulai terasa sekitar empat bulan lalu.
“Ya saya rasa saat ini daya beli masyarakat terhadap batu akik mengalami penurunan, ini dialami oleh semua pedagang yang ada di Bandar Lampung. Menurut saya ini semua diakibatkan oleh perekonomian dari masyarakatnya sendiri yang juga menurun, dan juga bisa diakibatkan oleh jenis batunya sendiri yang saat ini kurang tersedia di pedagangnya,” ujar Yanto saat ditemui di lapak batunya di Pasar Tengah, Sabtu (22/8/15).
Yanto juga mengatakan, batu akik sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu batu akik kelas biasa dan batu akik kelas tinggi (batu permata).
“Batu akik kelas biasa contohnya seperti akik badar, cempaka, obsidian, dan lain-lain. Nah jenis-jenis batu akik kelas biasa ini lah yang memang mengalami penurunan daya belinya. Sedangkan untuk batu kelas permata seperti Ruby, Zamrud, ataupun Safir saya rasa untuk harganya sendiri sampai sekarang masih tetap stabil walaupun daya beli masyarakatnya ikut menurun karena faktor ekonomi tadi, namun harga dari batu kelas permata justru semakin lama semakin naik," katanya.
"Harga sebuah batu akik di masing-masing penjual pun tidak pernah sama. Misalnya di tempat saya sebuah batu akik berjenis Bungur Tanjung Bintang harganya Rp 1 juta, di tempat lain mungkin harganya bisa lebih tinggi ataupun rendah. Jadi harga sebuah batu akik tidak pernah baku, tergantung harga yang dikeluarkan dari sang penjual dan kesepakatan dari sang pembeli,” ujarnya.
Penjual batu akiik lain, Adi, menuturkan belakangan ini penjualan batu akik semakin menurun.
Ia mengkui bahwa omzet penjualannya menurun sebanyak 50 persen.
“Ini mungkin diakibatkan oleh faktor ekonomi masyarakatnya dan juga faktor bahan pokok yang juga semakin mahal yang turut mempengaruhi daya beli pada batu akik juga. Pelanggan-pelanggan tetap saya juga akhir-akhir ini jarang mampir kesini, mereka bilang sedang banyak pengeluaran untuk keperuan lainnya seperti biaya anak sekolah, kebutuhan dapur dan lain-lain,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Batu Mulia Indonesia (ABAMI) Provinsi Lampung sekaligus Ketua Krakatau Gemstoners Club Lampung, Ahmad Jares Mogni, mengatakan belakangan ini tren batu akik memang sedang mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi yang mempengaruhi daya beli masyarakatnya.
“Batu akik ini kan bukan kebutuhan pokok, mungkin dari masyarakatnya sendiri lebih mulai lebih mementingkan kebutuhan-kebutuhan utamanya berhubung harga-harga kebutuhan sembako juga semakin mahal, contohnya seperti daging sapi,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Jares, yang meramaikan batu akik di Bandar Lampung adalah jenis batu akik kelas biasa atau yang harganya kisaran Rp 200 ribuan ke bawah.
“Tren yang menurun ini juga disebabkan oleh adanya pergantian tren dari batu akik kelas biasa ke batu akik kelas batu permata yang harganya relative tinggi kisaran Rp 500 ribu sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah," katanya.
"Saat ini batu akik khususnya di Lampung, yang harganya masih stabil bahkan cenderung terus naik contohnya adalah batu Bacan, Batu Bungur Tanjung Bintang, Dan Batu Biru Langit. Ini disebabkan oelh ketersediaan barangnya juga yang semakin langka,” ujar Jares.
Ia menambahkan, harga sebuah batu akik itu ditentukan oleh 4C (Carat/berat, Collor/warna, Clarity/kebersihan, Cutting/kesempurnaan bentuk).
“Jadi kalau sebuah batu memenuhi keempat syarat tersebut pastilah harganya akan mahal, dan sebaliknya, jika tidak memenuhi maka harganya rendah. Contohnya, sebuah batu permata berjenis Safir yang memenuhi unsur 4C tersebut, yang ukurannya sangat kecil saja, harganya dapat tembus ratusan juta,” ujar Jares.
Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (UNILA) Marselina Djayasinga menuturkan, penurunan tren pada batu akik yang ada saat ini, diakibatkan oleh batu akik sendiri yang sifatnya sebagai kebutuhan tersier.
“Manusia itu memiliki tiga kebutuhan, yang pertama kebutuhan primer yang merupakan kebutuhan paling utama seperti pangan, sandang, gizi, pendidikan. Lalu yang ada kebutuhan sekunder yang sifatnya melengkapi kebutuhan primer tersebut, contohnya seperti kendaraan mobil/motor, televisi, kulkas dan sebagainya,” tutur Marselina.
Untuk batu akik sendiri, lanjut Marselina, masuk ke dalam kebutuhan tersier atau kebutuhan mewah.
“Jadi kebutuhan tersier ini akan dipenuhi oleh kebanyakan orang jika primer dan sekundernya sudah terpenuhi. Tersier sendiri contohnya seperti perhiasan mewah, mobil mewah, atau apapun yang sifatnya sebagai kesenangan atau hobi dari indivindu tersebut tidak terkecuali batu akik sendiri. Jadi wajar saja jika tren batu akik akan mengalami penurunan, karena sifatnya hanya sementara atau kesenangan saja,” ujarnya.
Marselina menambahkan, jika suatu barang yang bersifat tersier tersebut sudah terlalu banyak dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut pasti akan mengalami tingkat kejenuhan.
“Tren suatu benda itu kan dikarenakan oleh adanya promosi, yang dapat menarik seseorang untuk mengikutinya. Dan sebuah tren itu pasti akan mengalami stagnan atau titik jenuh," katanya.
"Sebuah tren pasti akan terus tumbuh berganti jenis hal atau barang tertentu, terus begitu saja. Batu akik sendiri ada masa trennya dan ada masa turunnya pula, kecuali batu akik yang bisa dijadikan investasi, contohnya batu kelas permata yang memang ada harganya seperti Safir atau Zamrud, batu tersebut memang dihargai per crat dan memang ketersediaannya juga sudah jarang dipasaran. Nah batu seperti itu yang harganya kedepan justru akan semakin naik” tuturnya. (*)