Senin, 29 September 2025

Tokoroten, Mi Jeli Tradisional Jepang yang Dimakan dengan Satu Batang Sumpit

Kuliner tokoroten tercatat sejak zaman Heian (794–1185), menjadikannya salah satu kuliner tradisional Jepang yang bertahan melewati zaman.

|
Editor: Choirul Arifin
Nazar Akagi for Tribunnews
KULINER TRADISIONAL JEPANG - Menikmati tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang di sebuah rumah makan kuno, tersembunyi di antara pegunungan Haruna, Prefektur Gunma di Jepang. 

 

Tokoroten, Mi Jeli Tradisional Jepang yang Dimakan dengan Satu Batang Sumpit

 

Oleh:  Nazar Akagi *)

SEBAGAI pecinta kuliner Jepang, mungkin Anda sudah akrab dengan gurihnya ramen, kelembutan soba, atau kenyalnya udon yang tersaji di restoran-restoran Jepang di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia. Namun, pernahkah Anda menjajal tokoroten?

Nama ini mungkin terdengar asing di telinga—sedikit aneh, bahkan memunculkan rasa ingin tahu, makanan macam apa gerangan ini?

Saya sendiri baru pertama kali mencicipi tokoroten di sebuah rumah makan kuno, tersembunyi di antara pegunungan Haruna, Prefektur Gunma di Jepang.

Kalau ditanya bagaimana rasanya mi ini, saat disantap mirip jeli, kenyal dan teksturnya lembut. Musim panas di Jepang membawa serta hidangan-hidangan menyegarkan, dan tokoroten (ところてん) adalah salah satunya.

Tokoroten 2
KULINER TRADISIONAL JEPANG - Tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang di sebuah rumah makan kuno, tersembunyi di antara pegunungan Haruna, Prefektur Gunma di Jepang.

Ringan, dingin, dan unik, makanan ini bukan hanya penghilang dahaga, melainkan juga lambang dari tradisi panjang dan kekayaan budaya kuliner Negeri Matahari Terbit.

Biasanya, tokoroten disajikan dalam mangkuk kecil yang agak datar, menyerupai tatakan gelas gaya lama. Di sudut mangkuk, kadang tampak gumpalan kecil wasabi—sentuhan halus yang menambah keunikan penyajiannya.

Jejak Sejarah Tokoroten

Tokoroten adalah mi jeli bening yang berasal dari agar-agar—hasil olahan rumput laut bernama tengusa (Gelidium amansii). Pembuatannya dimulai dengan merebus rumput laut ini hingga sari alaminya larut sepenuhnya.

Setelah cairan tersebut didinginkan, ia mengeras menjadi jeli, lalu ditekan menggunakan alat khusus bernama tokoroten-tsuki yang membentuknya menjadi helai-helai mi tipis.

Hasil akhirnya adalah jeli transparan berbentuk mi yang nyaris tak berasa alias hambar, tetapi menyimpan potensi rasa luar biasa ketika dipadukan dengan saus dan topping yang sesuai.

Tentu saja, ini versi rasa menurut lidah orang Jepang. Bagi saya pribadi, teksturnya maupun rasanya terasa agak aneh saat pertama kali dicoba.

Kedai di Pegunungan Haruna OK
TERSEMBUNYI DI KAKI PEGUNUNGAN HARUNA - Nazar Akagi di depan kedai yang menyajikan tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang. Kedai ini merupakan sebuah rumah makan kuno, lokasinya tersembunyi di kaki pegunungan Haruna di Prefektur Gunma di Jepang.

Namun, ketika diberi taburan topping dan saus khas Jepang, rasa gurihnya mulai terasa. Karena saya penggemar pedas, saya tambahkan sedikit boncabe yang saya bawa dari tanah air.

Hasilnya? Makin mantap, dengan sensasi pedas yang membangkitkan selera. Dua mangkuk sekaligus saya santap. Tapi sekali lagi, ini masalah selera lidah masing-masing.

Keberadaan tokoroten sendiri telah tercatat sejak zaman Heian (794–1185), menjadikannya salah satu kuliner tradisional Jepang yang mampu bertahan melewati zaman.

Baca juga: Pelesiran ke Maebashi Naik Kereta Jomo, Lamunan Saya Melayang di Anak Sungai Tonegawa

Di masa lampau, tokoroten bukan sekadar camilan musim panas—ia mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan bahan alami serta kesederhanaan dalam dunia kuliner Jepang.

Cara Menikmati Tokoroten di Jepang Timur dan Barat Beda 

Di balik tampilannya yang sederhana, tokoroten menyimpan keragaman penyajian yang mencerminkan kekayaan budaya Jepang dari berbagai wilayah. Menariknya, cara menikmati tokoroten berbeda antara Jepang bagian timur dan barat.

Karena saya mencicipinya di kawasan timur Jepang, tokoroten dihidangkan sebagai makanan gurih. Bumbunya adalah sanbaizu—perpaduan cuka, mirin, dan kecap asin.

Kedai tokoroten OK
ASRI DENGAN BANGUNAN KAYU - Eksterior kedai yang menyajikan tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang. Kedai ini merupakan sebuah rumah makan kuno, lokasinya tersembunyi di kaki pegunungan Haruna di Prefektur Gunma di Jepang.

Kadang ditambahkan pula furikake (bumbu kering), rumput laut kering, cabai rawit, atau wijen. Rasanya asam segar, sangat pas disantap kala cuaca panas menyengat. Tentu saja ini, terasa nikmat bagi lidah orang Jepang.

Berbeda halnya dengan wilayah barat Jepang, di mana tokoroten justru diposisikan sebagai makanan penutup yang manis.

Ia disajikan dengan kuromitsu—sirup gula merah kental—dan kadang ditaburi kinako (tepung kedelai panggang). Hasilnya adalah sajian lembut dan legit yang memanjakan lidah.

Sebagai orang Indonesia, pengalaman menikmati tokoroten ini sungguh mengejutkan. Jika Anda berada di Tokyo, cukup sulit menemukan versi manis dengan kuromitsu.

Interior kedai tokoroten
INTERIOR KAYU - Tampilan interior kedai yang menyajikan tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang. Kedai ini tersembunyi di kaki pegunungan Haruna di Prefektur Gunma di Jepang.

Kini, tokoroten tersedia luas di berbagai supermarket Jepang. Varian yang saya coba baru-baru ini berasal dari gaya Jepang timur dengan bumbu sanbaizu dan furikake, tanpa tambahan lain.

Bagaimana teksturnya? Lembut, licin, kenyal—dan bikin penasaran ingin mencoba versi manis ala Jepang barat, terutama di Osaka.

Tradisi Satu Sumpit Menyantap Tokoroten

Ada satu hal yang membuat tokoroten benar-benar istimewa, yakni cara makannya. Karena sifatnya yang licin dan lembut, tokoroten kerap disantap hanya dengan satu batang sumpit!

Bukan sekadar kebiasaan unik, melainkan bagian dari filosofi menikmati makanan ini—perlahan, penuh kesadaran, dan memberi ruang bagi rasa dan tekstur untuk benar-benar terasa.

Bagi kita yang terbiasa menggunakan dua batang sumpit untuk menyantap mi, tentu saja ini terasa aneh di awal. Namun, di situlah letak keunikannya.

Kedai pakai kayu bakar
BAHAN BAKAR KAYU - Untuk memasak tokoroten, mie jeli kuliner tradisional Jepang, kedai ini masih menggunakan kayu bakar.

Tokoroten bukan sekadar sajian musim panas. Ia adalah cerminan budaya, kenangan, dan keragaman rasa Jepang yang terwujud dalam bentuk sederhana: mi jeli dari rumput laut.

Melalui variasi penyajian dari satu wilayah ke wilayah lain, tokoroten mengajak kita menjelajahi tradisi, cita rasa, dan kearifan lokal Jepang dalam setiap suapan.

Sekilas Tentang Rumah Makan Kuno Kabiya

Aku menikmati semangkuk tokoroten yang segar di sebuah rumah makan tua bernama Kabiya (かびや). Tempat ini bukan sekadar restoran biasa—melainkan sebuah ruang waktu yang mengajak pengunjung kembali menelusuri lorong-lorong era Edo.

Setelah mendengar kisah tentang kedai teh kuno ini, aku pun memutuskan untuk mengunjunginya bersama sahabat Jepangkku, Hoshino-san.

Begitu melangkah masuk, kesan nostalgia langsung menyelimuti. Bangunannya begitu sederhana namun penuh karakter, dengan desain kayu tradisional yang mengingatkanku pada rumah nenek di desa di Jepang.

Di sudut ruangan, perapian irori menghangatkan suasana, sementara aroma asap yang lembut menyusup ke dalam udara, memberi ketenangan yang tak bisa dijelaskan dengan kata.

Baca juga: Ini Alasan Tokyo Disney Resort Layak Masuk Itinerary Liburan Anda ke Jepang

Rumah makan Kabiya ini terletak di Distrik Kitagunma, tepatnya di Yoshioka, Kaminoda, Prefektur Gunma.

Letaknya tak jauh dari Ikaho Toys, Dolls and Automobile Museum—sebuah destinasi menarik yang menyimpan memorabilia masa lalu Jepang dan menjadi surga kecil bagi para pecinta nostalgia.

Selain tokoroten, aku juga memesan kuzumochi dan secangkir kopi. Sembari menanti pesanan tiba, mataku menangkap pemandangan yang menghangatkan hati: di sudut meja tersedia ketel tua, daun teh kering, teko, dan cangkir—semuanya disiapkan agar para tamu bisa menyeduh teh sendiri dengan tenang.

Ketika saya mulai menikmati kopi dan teh yang hangat itu, sesuatu yang tidak kuduga terjadi.

Seorang pelayan membawakan tusuk sate kentang—menu yang rupanya dipesan oleh Hoshino san, tapi tanpa kusadari dia juga memesannya untukku. 

Dikira Kentang, Ternyata Talas: Rasanya Nikmat Luar Biasa

Awalnya, saya mengira itu benar-benar kentang, namun dari bentuk dan teksturnya, sepertinya itu bukan kentang biasa.

Saya sempat menanyakan hal ini dan ternyata itu adalah talas! Seketika, aku langsung memesan satu untuk diri sendiri.

Menu tersebut sebenarnya adalah oden—sejenis makanan rebusan khas Jepang. Dalam versi ini, talas yang sudah direbus ditusuk seperti sate, kemudian dipanggang perlahan dan disajikan bersama saus miso manis buatan sendiri.

Oden OK
RASA YANG UNIK - Oden, sejenis makanan rebusan khas Jepang. Dalam versi ini, talas yang sudah direbus ditusuk seperti sate, kemudian dipanggang perlahan dan disajikan bersama saus miso manis buatan sendiri. Talasnya kenyal seperti jeli padat, misonya gurih dan manis.

Bagaimana rasanya? Tidak ada kata lain selain: luar biasa! Talasnya kenyal seperti jeli padat, misonya gurih dan manis, berpadu menciptakan harmoni rasa yang menggoyang lidah.

Meski nama menunya adalah oden, sajian ini hanya menggunakan konnyaku dan talas, sehingga beberapa orang Jepang lebih senang menyebutnya sebagai miso dengaku.

Ini mirip dengan taranomiso—talas dengan saus miso. Dan sungguh, tak berlebihan jika kukatakan bahwa rasa yang kuicipi ini benar-benar membekas, seolah menyatu dengan suasana dan kenangan dari masa lalu yang kembali dihidupkan.

*) Nazar Akagi, mantan jurnalis senior yang bekerja kontrak paruh waktu di Maebashi, Prefektur Gunma

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan