Senin, 6 Oktober 2025

Gerhana Matahari Total

Astronom Amerika Serikat, Jepang, India dan Inggris Bakal Datang ke 12 Provinsi

Gerhana Matahari Total (GMT) 9 Maret 2016 menarik perhatian jutaan umat manusia di saentero jagat.

Editor: Toni Bramantoro
lekitra.blogspot.com
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerhana Matahari Total (GMT) 9 Maret 2016 menarik perhatian jutaan umat manusia di saentero jagat.

Wajar, ini peristiwa alam yang unik, ada malam gelap di siang bolong, dan hanya 2-3 menit saja gelap gulita.

"Karena itu zaman dulu, fenomena alam ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat religius," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya di Jakarta.

Sekarang, kejadian unik soal posisi tata surya itu lebih dipandang sebagai objek penelitian dan momentum observasi lapangan.

Pendekatannya sudah sangat ilmiah, karena itu peralatan teknologi yang dipakai pun semakin canggih.

Astronom Amerika Serikat, Jepang, India dan Inggris yang datang ke 12 Provinsi yang dilintasi GMT 9 Maret itu membawa perlengkapan yang beda-beda.

Mereka cukup dekonstratif mempertontonkan peralatan canggihnya. Karena objek yang sama, dibidik dengan teknologi lensa yang berbeda hasilnya pasti berbeda. Mana yang lebih keren? Lebih jelas? Lebih kelihatan?

“Ini sama seperti pada gerhana matahari 1983. Banyak ilmuwan dari berbagai negara 'ngiler' untuk melakukan penelitian terkait gerhana matahari total. Cuma sekarang jumlahnya lebih besar. Magnitudenya lebih tinggi. Alat-alatnya pun lebih canggih,” papar I Gde Pitana, Deputi Pemasaran Mancanegara didampingi Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pasar Asia Pasifik Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Vinsensius Jemadu.

Saat ini Indonesia sudah menyiapkan puluhan lokasi pengamatan. Ilmuwan, terutama para astronom.

Mereka langsung menyebar ke puluhan titik tadi. Uniknya ilmuwan dan astronom Jepang tak mau disatukan dengan ilmuwan negara lain. Mereka memilih eksklusif. Lokasi pengamatan GMT-nya terpisah dari lokasi pengamatan tim Amerika Serikat, India, Inggris dan Perancis.

India juga tak mau kalah. Meski tim dan teknologinya tak seglamor Amerika Serikat, India bersedia menempati lokasi pengamatan yang berdekatan dengan Amerika Serikat.

Bila area pengamatan tim Amerika Serikat mencapai 400 meter persegi, tim India hanya menempati lokasi seluas 21 meter persegi.

Inggris juga ikut membawa peralatan canggihnya. Tim yang disponsori Royal Society itu berniat meneliti komposisi kimiawi dari debu matahari yang beredar di bidang eluator matahari.

Sayang, detail kelebihan dan kecanggihan alat pengamatannya belum diketahui. Yang jelas, lokasi pengamatannya berdekatan dengan Amerika Serikat. Yang agak berbeda adalah tim peneliti dan astronom asal Jepang.

Ilmuwan asal Negeri Matahari Terbit itu betul-betul eksklusif. Mereka lebih suka pecah ke dalam tiga titik di Kabupaten Sigi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved