Wisata Yogyakarta
Jejak-jejak Kejayaan Mataram Islam yang Tersimpan di Museum Sejarah Purbakala Pleret
Inilah jejak-jejak kejayaan Kerajaan Mataram Islam yang terekam di Museum Sejarah Purbakala, Pleret di Bantul.
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Kerajaan Mataram Islam sebagai cikal balal Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, memiliki sejarah yang sangat panjang.
Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam pernah beberapa kali dipindahkan, dan salah satu wilayah yang pernah menjadi pusat kerajaan ini adalah Pleret yang berada di Kabupaten Bantul.
Pleret menjadi pusat kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Amangkurat I yang merupakan penerus raja sebelumnya yakni Sultan Agung.

Koleksi barang-barang purbakala di Museum Sejarah Purbakala di Pleret, Bantul.
Sebelum berada di Pleret, pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam juga sempat dipindahkan oleh Sultan Agung dari Kotagede ke Daerah Kerto pada tahun 1613 yang juga berdekatan dengan Pleret dan saat ini menjadi satu wilayah administrasi Kecamatan Plered.
Untuk mengangkat dan mengenalkan masa kejayaan Mataram Islam di Pleret, maka di dusun Kedaton, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul dibangun sebuah museum bernama Museum Sejarah Purbakala Pleret.
Museum yang dibangun sejak tahun 2004 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 10 Maret 2014 ini menyimpan benda-benda koleksi peninggalan Mataram di wilayah Bantul pada umumnya dan Pleret pada khsusnya.
Di museum tersebut terdapat ratusan benda-benda bersejarah yang sebagian besar adalah sisa-sisa bagian bangunan.
Beberapa umpak (landasan tiang bangunan yang terbuat dari batu) dapat anda lihat saat mengunjungi museum yang tiap harinya buka dari jam 08.00 pagi hingga 04.00 sore tersebut.
Dan salah satunya adalah replika umpak kerto yang memiliki panjang sisi 85 cm x 85 cm, sedangkan sisi bagian permukaan 70 cm x 70 cm.
Dijelaskan Ganang Nur Restu (24) selaku Edukator museum, umpak aslinya masih berada di sebuah dearah yang oleh masyarakat sekitar dikenal dengan nama lemah duwur.
"Yang tersisa di sana tinggal dua buah umpak, satu umpak laiinya digunakan untuk membangun masjid Soko Tunggal di lingkungan Taman Sari.
Wilayah Lemah Duwur tersebut kemungkinan dulunya adalah lokasi bangunan Siti Hinggil yang merupakan bangunan utama di komplek Keraton yang dibangun oleh Sultan Agung," terang Ganang.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung di Kerto inilah Agung membuat penyerangan bersejarah kepada VOC di Batavia pada 1628 dan 1629.
Sebagai tempat latihan para prajurit dalam serangan laut bahkan dibangunlah sebuah laut buatan di tempat yang kini menjadi Desa Segoroyoso, Pleret.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung ini Mataram Islam mengalami masa kejayaannya. Selain melakukan penyerangan ke Batavia, Sultan Agung juga berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. mencakup hampir seluruh Pulau Jawa dan Madura.
Sepeninggal Sultan Agung, tampu kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya yakni Amangkurat I. Dia memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karto. Lokasi museum ini diperkirakan masuk ke dalam wilayah Njeron Beteng keraton yang dibangun Amangkurat I.
Hal tersebut dipertegas dengan keberadaan sumur Gumuling di depan bangunan utama museum. Air dari sumur tersebut dipercaya digunakan untuk mensucikan pusaka.
Selain keberadaan puluhan umpak dan sumur gumuling, terdapat beberap benda-benda lainnya sisa peninggalan Mataram Islam, seperti koin uang Tiongkok, pecahan meriam yang terbuat dari tembag, dan beberapa batu bata yang diyakni sebagai penyusun bangunan keraton baik di Kerto maupun di Pleret.
Dijelaskan Ganang, keraton Pleret ini keberadaanya mulai meredup seiring semakin banyaknya pemberontakan. "Keraton ini benar-benar hancur karena serangan Trunojoyo, dan Amangkurat I sempat lari ke daerah Banyumas," ujar Ganang.
Setelah ditinggalkan, kemudian pusat pemerintahan Mataram Islam dipindahkan oleh Amangkurat II ke wilayah Surakarta.
Setelah ditinggalkan, sisa kerajaan Mataram dibiarkan begitu saja, dan di wilayah tersebut pada akhirnya dibangun pabrik gula oleh pemerintah Belanda. Maka tak heran saat ini cukup sulit menelusuri sisa-sisa kejayaan Mataram di Pleret.
Selain menyimpan sisa-sisa sejarah Mataram Islam, meseum tersebut juga menyimpan benda-benda bersejarah pada masa Hindu-Budha seperti beberapa jenis arca maupun lingga-yoni.
"Kami buka setiap hari, mulai dari Senin hingga Minggu dan bagi siapa saja yang berkunjung tidak dipungut biaya. Di sini juga terdapat beberapa fasilitas seperti ruang multimedia dan beberapa gazebo," pungkas Ganang.