Wisata Sulsel
Benteng Fort Routterdam di Makassar, Bentuknya Seperti Penyu Raksasa, Masuk Gratis
Benteng Fort Routterdam di Makassar menarik perhatian wisatawan karena bentuk uniknya seperti penyu raksasa. Masuk gratis.
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Nama Benteng Fort Routterdam tidak asing lagi di Kota Makassar.
Benteng itu berdiri kokoh di sekitar pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng tersebut juga dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang. Ada pula yang menyebutnya Benteng Panyyua karena bentuknya seperti penyu raksasa.
Tidak dipungut biaya masuk ke dalam benteng. Namun pengunjung diwajibkan mengisi daftar kunjungan di pos jaga yang berada di gerbang benteng.
Jika cuaca cerah, benteng seluas kurang lebih 11 hektare tersebut menjadi alternatif untuk berekreasi di Kota makasar. Fort Rotterdam dilengkapi dengan taman yang menjadi tempat tongkrongan pengujung benteng.

Benteng Fort Routterdam di Makassar.
Meski hanya berlindung di balik pohon rindang, sebagian pengunjung meluangkan waktunya di siang hari untuk menikmati lembutnya angin laut.
Ada pula yang memilih duduk di pinggir tembok benteng setinggi lima meter sambil berfoto ria. Panorama pantai dengan semilir angin laut sembari menyaksikan hiruk-pikuk kesibukan lalu-lintas Kota Makassar, menjadi pemandangan khas dari atas tembok benteng.
Keramaian akan semakin terlihat di sore hingga malam hari. Di luar dinding benteng bagian selatan. Sebuah taman indah dilengkapi kanal sebagai bagian dari hasil revitalisasi zonasi Fort Rotterdam selalu dipadati pengunjung.
Di depan benteng terdapat pedagang kaki lima yang memperjualbelikan kelapa muda. Pengujung benteng bisa melepas dahaga dengan membayar Rp 10 ribu.
Tak jauh dari benteng terdapat cafe dan resto yang menyediakan berbagai kuliner modern dan khas Makassar.
Dulunya, gerbang Fort Rotterdam dilengkapi dengan daun pintu sehingga akses untuk masuk benteng terbatas. Kini, daun pintu itupun ditiadakan.
Siapapun boleh menempati ruang publik yang ada di dalam benteng.
Bahkan, beberapa tahun terakhir benteng ini kerap menjadi arena kegiatan nasional, maupun even lokal yang digelar pemuda Makassar.
Fort Rotterdam tak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, tapi juga pengunjung dari manca negara. Benteng ini juga menjadi referensi untuk menggali perkembangan peradaban, suku, budaya di Sulawesi Selatan.
Benteng Ujung Pandang dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa. Kemudian berganti nama menjadi Fort Routerdam di Area kekuasaan kolonial Belanda. Di jaman kolonial Belanda, benteng ini menjadi pusat pertahanan dan pusat pemerintahan.
Salah satu bangunan benteng bahkan pernah dijadikan sebagai kantor Wali Kota Makassar pertama.
Di dalam benteng terdapat 13 bangunan peninggalan Belanda, satu diantaranya merpakan bangunan Jepang yang kini dijadikan Musala.
Sebagian besar bangunan digunakan oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Makassar.
Sebagiannya lagi dimanfaatkan oleh Dewan Kesenian Makassar. Dua bangunan dijadikan sebagai Museum.
Ada dua musium di dalam benteng yang diberi nama musium La Galigo.
Untuk masuk musium dikenakan tarif sebesar Rp 5 ribu untuk orang dewasa, Rp 3.000 untuk anak-anak dan Rp 100 ribu untuk pengunjung mancanegara.
Setiap musium menyimpan hal yang berbeda. Musium yang berada di gedung D menyimpan sejarah To Manurung atau orang dari langit yang dipercaya menjadi raja-raja di Sulsel.
Sementara musium lainnya menyimpan replika bukti keberadaan kerajaan di Sulsel dan berbagai pakaian adat suku di Sulsel. Berada di dalam museum seakan-akan sedang menyaksikan kehidupan rakyat Sulawesi
Selatan di zaman dulu.
Di beberapa tempat di dalam benteng, pengunjung dapat menjumpai beberapa benda peninggalan sejarah seperti meriam canon.
Benteng Kecil
Fort Routterdam terdiri dari lima benteng kecil yang disebut bastion. Setiap bastion diberi nama sesuai dengan nama kerjaan yang pernah bersekutu dengan kolonial Belanda di masa penjajahan.
Ada Bastion Bone, Bastion Bacan, Bastion Amboina, Bastion Mandarsyah,
dan Bastion Buton.
Setiap bastion dihubungkan dengan tembok kokoh. Di bagian pinggir tembok dilengkapi ruang untuk menempatkan meriam.
Menurut cerita, setiap bastion digunakan sebagai tempat persinggahan
tamu dari kerajaan sekutu.
Di salah satu gedung gedung benteng juga terdapat ruang tahanan Pangeran Dipenogoro kala dalam masa pengasingan oleh Belanda.