Warga Rela Berdebu untuk Sambut 42 Perahu Hias di Festival Bengawan Solo di Bojonegoro
Sang maestro keroncong almarhum Gesang mengenalkan Sungai Bengawan Solo lewat tembangnya berjudul ‘Bengawan Solo’ sejak 1940.
TRIBUNNEWS.COM, BOJONEGORO - Sang maestro keroncong almarhum Gesang mengenalkan Sungai Bengawan Solo lewat tembangnya berjudul ‘Bengawan Solo’ sejak 1940.
Kini, seolah meneruskan ‘perjuangan’ sang maestro agar nama Bengawan Solo mendunia, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menggelar ‘Festival Bengawan’ untuk menarik para turis mancanegara.
Sekitar pukul 12.00 wib, panas terik matahari di bendungan gerak Bengawan Solo di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro menapaki puncaknya.
Debu-debu dari laju kendaraan bermotor menambah sesak pernafasan.
Namun, kondisi itu tak lantas membuat ribuan warga meninggalkan kegiatan tahunan yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bojonegoro, yaitu, festival bengawan.
Wujud festival bengawan ini berupa lomba perahu hias, dikuti warga bantaran Bengawan, pegiat usaha perbankan, pihak BUMN, dan BUMD.
Bendungan gerak menjadi tempat dimulainya lomba perahu hias. Para peserta akan menyusuri Sungai Bengawan Solo dari bendungan gerak hingga berakhir di Taman Bengawan Solo atau sekitar 15 km yang ditempuh selama dua jam oleh para peserta.
Berbagai hiasan perahu dibuat oleh para peserta, ada yang menghiasi perahunya membentuk burung mliwis (blibis) putih, ikan hiu, naga, tank,.
Ada juga yang menghias menjadi gerobak yang ditarik seekor sapi, rumah mirip bangunan di China, serta kapal layar yang ditumpangi meniru para pejabat militer.
Seorang arsitek perahu naga asal Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk yang juga peserta lomba perahu hias, Purwanto alias Madan rela mengoordir teman-temannya hingga berhari-hari agar semangat menghias perahu sebagus mungkin.
Tahun ini, pihak Kecamatan Trucuk mengeluarkan tiga perahu, namun temanya satu, yaitu Laskar Angling Dharma.
Peran Angling Dharma diyakini yang mengawali pemerintahan di Bojonegoro dari kadipaten hingga kabupaten seperti sekarang ini.
“Di situ Angling Dharma memakai naga untuk menyatukan Bojonegoro mulai jadi kadipaten sampai menjadi kabupaten. Perahu naga yang kami buat merupakan perahu utama, perahu lainnya Mliwis Putih dan Tank,” ujar Madan.
Purwanto bersama anggota karang taruna dan beberapa penambang perahu perahu dan pasir di Bengawan Solo menghabiskan waktu kurang lebih 10 hari untuk menghias perahu naga. Uang yang dikeluarkan cukup besar, Rp 2,8 juta. Sedangkan dua perahu lainnya menghabiskan dana sekitar Rp 4,7 juta.
Festival bengawan seperti saat ini dinilai Purwanto sangat bagus bagi warga. Di satu sisi, banyak warga Bojonegoro telah lama memanfaatkan kekayaan Bengawan Solo untuk memenuhi kehdipuannya sehari-hari, sisi lain, kegiatan itu memnuculkan kreatifitas warga.
“Ide-ide kami untuk membuat perahu hiasan muncul ya dari acara seperti ini,” kata pengusaha konveksi ini.
Peserta lain, Handoyo dari Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro bersama para penambang pasir dan perahu menghias perahunya menjadi gerobak yang ditarik seekor sapi membawa muatan hasil bumi, antara lain, walo, belewah, kacang panjang, pisang, dan terong. Perahu hias itu dikebut selama dua hari dua malam.
“Kami ikut ini cuma memeriahkan hari jadi Kabupaten Bojonegoro yang ke-338 tahun. Apalagi sehari-hari kami mencari nafkah di bengawan,” papar Handoyo.
Peserta perahu hias mulai berangkat dari bendungan gerak sekitar pukul 14.00 wib dan berakhir di Taman Bengawan Solo (TBS), letaknya di pusat pemerintahan Kabupaten Bojonegoro sekitar pukul 16.00 wib.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro, Amir Sahid memaparkan, Bengawan Solo merupakan salah satu sumber kehidupan masyarakat Bojonegoro, utamanya warga yang hidup di bantaran bengawan.
Festival Bengawan digelar supaya semua elemen masyarakat yang hidup di Bojonegoro memperhatikan kondisi bengawan, bagaimana melestarikannya dan meneksploitasi tapi tak merusak ekosistem bengawan.
“Jangan lupa, bengawan ini telah dijadikan tempat sampah, dijadikan pembuangan limbah, akhirnya menganggu ekosistem. Nah, ketika terjadi kerusakan ekosistem, maka kembali ke diri kita. Dari festival ini kami mengingatkan arti penting melestarikan bengawan,” beber Amir.
Ia menambahkan, sisi lain, Amir ingin menggenjot kegiatan itu untuk menarik wisawatan.
Saat festival ini digelar, banyak orang yang berbondong-bondong datang ke bengawan untuk melihat lomba perahu hias, melihat bendungan gerak, dan lomba layang-layang di sekitar bendungan gerak.
Katanya, belum lagi kondisi bendungan gerak terlihat indah pada sore hari.
Potensi alam itu akan dikembangkannya menjadi wisata yang bisa menarik wisatawan luar Bojonegoro maupun manca Negara.
“Dari tahun ke tahun kegiatan seperti ini selalu kami evaluasi, sehingga apa yang kurang tahun ini akan kami perbaiki".
"Salah satunya tadi saya lihat jalan akses menuju ke sini (bendungan gerak) tak mencukupi karena membludaknya antusias masyarakat ingin menonton,” ungkapnya.