Video Mirip Nagita Slavina Diduga Gunakan Teknologi Deepfake, Apa Itu?
Video mirip Nagita Slavina beredar luas dan diduga tidak menyerupai wajahnya. Polisi menduga video tersebut menggunakan teknologi deepfake. Apa itu?
TRIBUNNEWS.COM - Berikut penjelasan terkait teknologi bernama deepfake yang diduga digunakan untuk membuat video yang mirip dengan artis, Nagita Slavina.
Dikutip dari Kompas.com, sebuah video yang menampilkan seseorang mirip Nagita Slavina sedang ramai dibagikan.
Video tersebut menampilkan adegan tidak senonoh yang pelakunaya memiliki wajah mirip artis yang akrab disapa Gigi tersebut.
Penyebaran video ini pun dilaporkan oleh Ketua Umum Kongres Pemuda Indonesia (KPI), Pitra Ramadhoni.
Laporannya tersebut ditujukkan bagi beberapa akun media sosial yang menyebarkan video berdurasi 61 detik itu dikutip dari Tribunnews.com.
Sementara pihak kepolisian telah memastikan video mirip Gigi tersebut merupakan hasil rekayasa.
Baca juga: Soal Video Mirip Nagita Slavina, Roy Suryo: Sejak Awal Sudah Saya Katakan Orangnya Ada
Baca juga: Cara Mudah Save Video TikTok dan Download Tanpa Watermark di iPhone, iPad, dan Android
Selain itu kepolisian juga menilai video tersebut memanfaatkan teknologi deepfake.
Lalu apa itu teknologi deepfake? Berikut penjelasannya.
Tentang Teknologi Deepfake

Dikutip dari recfaces.com, kata deepfake merupakan kombinasi dari dua kata yaitu deep yang merujuk pada keterlibatan teknologi Artificial Intelegence (AI) yang mana merujuk pada deep learning.
Sedangkan fake diartikan sebagai palsu.
Teknologi deepfake digunakan pada media sintetis untuk membuat konten yang dipalsukan, memindah wajah, intonasi suara, dan memanipulasi emosi dari seseorang.
Deepfake digunakan untuk mengimitasi secara digital terhadap orang yang tidak mereka lakukan.
Diketahui teknologi ini dibuat pada tahun 1990-an oleh institusi akademi lalu diadopsi oleh khalayak secara luas.
Walaupun teknologi deepfake bukan hal yang mainstream tetapi di dunia media sering membuat kekacauan.
Cara Kerja Deepfake
Terdapat beberapa cara untuk membuat software deepfake dengan menggunakan mesin pembelajaran algoritma.
Secara sederhana algoritma yang telah dimasukkan akan menghasilkan konten berdasarkan data yang dimasukkan.
Apabila hal pertama kali yang dibuat adalah memproduksi wajah baru atau menggantikan wajah orang lain maka untuk pertama harus diprogram terlebih dahulu.
Program ini ditransferkan berbagai data yang dibutuhkan untuk membuat data baru.
Utamanya, data tersebut berdasarkan autoencoders dan terkadang dari generative adversarial networks (GAN).
Lalu apa itu autoencoders dan GAN?
Autoencoders
Autoeconders merupakan kelompok dari jaringan neural yang dapat mengawasi datanya sendiri dan dapat mempelajari data yang dimasukkan lalu mengkopi data tersebut untuk memberikan input.
Autoencoders dapat mengkompres data sama persis dengan data yang telah dipelajarinya.
Namun output dari data autoencoders tidak identik dengan data yang telah dimasukkan.
Terdapat tiga komponen di dalam autoencoder yaitu pembuat kode, kode, dan penerjemah sandi atau decoder.
Pembuat kode atau encoder akan mengkompres data yang dimasukkan dan memproduksi kode setelah decoder merekonstruksi data input hanya berdasarkan kode.
Terdapat beberapa tipe dari autoencoder yaitu denoising autoeconders, deep autoencoders, contractive autoencoders, dan convolutional autoencoders.
GAN
GAN merupakan jenis pendekatan untuk pembuatan model secara generatif berdasarkan dataset yang telah diinputkan.
Dataset yang dimasukkan tersebut dalam rangka untuk menghasilkan data baru.
Sistem ini dibuat dari dua jaringan neural yang berbeda aitu generator dan discriminator.
Generator berguna untuk menemukan pola dalam dataset yang dimasukkan dan mempelajarinya dalam rangka mereproduksi kembali data yang telah diinput.
Data yang dihasilkan pun dikirim ke discrimintaor dengan data sebenarnya untuk dievaluasi.
Tujuan dari generator adalah untuk ‘membodohi’ discrimintaor.
Anda perlu mengembangkan secara terus menerus generator yang dibuat hingga discriminator benar-benar bingung untuk membedakan antara data yang telah direproduksi dan data yang nyata.
GAN sering digunakan untuk menghasilkan foto yang mirip dibandingkan dengan video.
Bahaya Teknologi Deepfake
Deepfake menjadi salah satu AI yang paling berbahaya.
Sering kali pengaplikasian yang digunakan dalam dunia nyata adalah untuk mendiskreditkan atau menipu orang lain.
Kasus penipuan pertama kali yang terjadi dengan menggunakan deepfake terjadi di Inggris.
Kronologi kasus ini adalah ketika scammer menelepon seorang CEO sebuah perusahaan minyak di Inggris dan memalsukan suara bos CEO tersebut yang berasal dari Jerman.
Scammer menginginkan uang sebesar 220 ribu euro untuk dikirimkan ke rekening bank pihak ketiga.
Bahkan teknologi deepfake terus berkembang dan diprediksi dapat menciptakan kerusuhan dan ketidakpastian.
Kasus lain pun juga pernah terjadi pada tahun 2018.
Pada tahun tersebut terdapat video yang diunggah ke aplikasi WhatsApp di mana dua laki-laki yang mengendarai sepeda motor menculik seorang anak di India.
Video tersebut ditengarai dibuat dengan menggunakan teknologi deepfake dan membuat masyarakat India panik.
Bahkan teknologi deepfake juga pernah memakan korban dari artis Hollywood seperti Daisy Ridley, Jennifer Lawrence, Emma Watson, dan Gal Gadot.
Mereka dituduh melalui sebuah video porno yang memampangkan wajahnya dengan menggunakan teknologi deepfake.
Cara Mendeteksi
Berikut cara mendeteksi sebuah konten menggunakan teknologi deepfake yaitu:
- Warna kulit berbeda dengan aslinya;
- Gerakan tubuh yang kaku;
- Tidak sinkronnya mulut dengan apa yang dikatakan dalam konten;
- Muka dari orang yang berada di dalam konten lebih kabur daripada latar belakangnya;
- Adanya masalah dalam pencahayaan;
- Terdapat penambahan piksel dalam frame.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Mohammad Alivio) (Kompas.com/Zulfikar Hardiansyah)