Minggu, 5 Oktober 2025

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Donald Trump Tidak Lagi Terima Perlakuan Spesial Twitter Jika Kalah dalam Pilpres Periode Ini

Donald Trump tak hanya kehilangan jabatannya sebagai presiden jika ia kalah, tapi juga perlakuan khusus yang didapatnya dari Twitter.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
MANDEL NGAN / AFP Twitter/@realDonaldTrump
Donald Trump 

TRIBUNNEWS.COM - Donald Trump tak hanya kehilangan jabatannya sebagai presiden jika ia kalah, tapi juga perlakuan khusus yang didapatnya dari Twitter.

Dilansir The Guardian, Twitter telah mengkonfirmasi, jika Trump meninggalkan Gedung Putih, ia tidak lagi mendapat perlakuan khusus yang disebut "newsworthy individual" atau individu yang layak diberitakan.

Kebijakan Twitter mengenai kelayakan berita melindungi orang-orang tertentu - seperti pejabat terpilih dengan lebih dari 250.000 pengikut - dari penangguhan atau pemblokiran akun.

Kebijakan itulah yang menyebabkan Twitter membungkam, tetapi tidak menghapus, setidaknya 12 tweet dari presiden AS selama seminggu terakhir.

Padahal, cuitan-cuitan itu dianggap memicu keraguan masyarakat pada proses demokrasi.

Baca juga: Berkicau di Twitter, Donald Trump: Biden Jangan asal Klaim Jabatan Presiden

Baca juga: Joe Biden Menuju Kemenangan, Berpotensi Raih 42 Suara Elektoral Lagi, Donald Trump Kehabisan Langkah

Beberapa cuitan Donald Trump di Twitter, beberapa ditandai karena mengandung informasi keliru
Beberapa cuitan Donald Trump di Twitter, beberapa ditandai karena mengandung informasi keliru (Twitter @realDonaldTrump)

Namun kini, Twitter telah memastikan, kebijakan tersebut tidak berlaku bagi mantan pejabat.

Mereka harus mengikuti aturan yang sama seperti orang lain.

Jika tweet melanggar aturan itu, tweet itu akan dihapus.

Jika Trump terus melanggar aturan Twitter pasca-kepresidenan, akunnya dapat ditangguhkan.

"Pendekatan Twitter terhadap para pemimpin dunia, kandidat, dan pejabat publik didasarkan pada prinsip bahwa orang harus bisa memilih untuk melihat apa yang dikatakan pemimpin mereka dengan konteks yang jelas," kata seorang juru bicara kepada Guardian.

"Ini berarti bahwa kami dapat menerapkan peringatan dan label, dan membatasi keterlibatan pada Tweet tertentu."

"Kerangka kebijakan ini berlaku untuk para pemimpin dunia saat ini dan kandidat untuk jabatan, tapi bukan untuk warga negara ketika mereka tidak lagi memegang jabatan itu."

Donald Trump sebut Joe Biden curang
Donald Trump sebut Joe Biden curang (MANDEL NGAN / AFP Twitter/@realDonaldTrump)

Sementara itu, anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia telah memperbarui seruan untuk menangguhkan akun Donald Trump bahkan sebelum kemungkinan transisi jabatan pada bulan Januari.

Pada hari Rabu, perwakilan Demokrat Gerry Connolly dari Virginia meminta di Twitter untuk menangguhkan akun Trump.

"Ini adalah disinformasi murni. Suara yang valid sedang dihitung. Ini Amerika, bukan Rusia," katanya menanggapi tweet Trump yang berisi dugaan kecurangan pemilu.

David Cicilline, seorang perwakilan dari Partai Demokrat dan Rhode Island, juga meminta Twitter untuk menangguhkan akun Trump karena "memposting kebohongan dan informasi yang salah dengan video yang dibuat-buat".

Sementara hari Kamis, Komite Pengacara untuk Civil Rights Under Law dan kelompok pengawas Common Cause mengirimkan surat untuk Jack Dorsey, CEO Twitter.

Mereka meminta akun Trump ditangguhkan sementara untuk mencegah penyebaran informasi yang salah tentang pemilu.

"Kami khawatir, jika tidak ada tindakan oleh Twitter, presiden mungkin berhasil dalam tujuannya untuk mendelegitimasi integritas proses demokrasi," tulis kelompok tersebut.

"Ini demi banyak orang, dan bukan hanya pengguna Twitter tetapi pemilih lain dan anggota masyarakat."

"Menabur ketidakpastian tentang pemungutan suara dan proses pemilihan, berpotensi memicu kekerasan terhadap pegawai negeri atau orang lain."

Sementara itu, seorang juru bicara Twitter mengatakan mereka telah menerima surat itu dan bermaksud untuk menanggapinya segera.

Hasil Perhitungan Sementara Pilpres Amerika Serikat 2020

Tinggal selangkah lagi, Joe Biden diprediksi kuat akan memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat 2020.

Hingga Sabtu pukul 11.12 WIB, berdasarkan data dari Associated Press, Joe Biden meraih 264 suara elektoral sementara Donald Trump 214.

Lima negara bagian belum mengumumkan pemenang, yaitu Nevada (6), Pennsylvania (20), Georgia (16), North Carolina (15) dan Alaska (3).

Pada Jumat malam, Pennsylvania dan Georgia yang sebelumnya didominasi Trump, kini berbalik menjadi didominasi Biden.

Hal itu menambah keuntungan bagi Biden yang sebelumnya sudah lebih dulu mengandalkan Nevada, yang memiliki 6 suara elektoral untuk menang.

Baca juga: Selangkah Lagi Joe Biden Jadi Presiden Amerika Serikat

Baca juga: Ekonom Indef: Jika Joe Biden Terpilih Dampaknya Akan Baik Terhadap Perekonomian di Indonesia

Joe Biden, Donald Trump
Joe Biden, Donald Trump (Brendan Smialowski / AFP dan SAUL LOEB / AFP)

Jika keadaan ini tidak berubah -- dengan Biden memenangkan Nevada (6), Pennsylvania (20), Georgia (16) -- maka ia akan mendapatkan 42 suara elektoral lagi, sehingga total 306 suara elektoral.

Sementara itu, Donald Trump agaknya sudah kehabisan langkah.

Dengan perolehan 214 suara elektoral saat ini, ia hanya unggul di North Carolina (15) dan Alaska (3) yang saat jumlahnya digabung hanya akan memberikan 18 suara elektoral untuknya.

Hingga Sabtu pukul 6.26 WIB, Joe Biden meraih 264 suara elektoral sementara Donald Trump 214.
Hingga Sabtu pukul 6.26 WIB, Joe Biden meraih 264 suara elektoral sementara Donald Trump 214. (AP)

Real time perhitungan hasil Pilpres Amerika Serikat 2020 dapat disimak di sini.

Link 1 via MSN

Link 2 via Guardian

Link 3 via Time

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved