Liga Italia
Capello: Allegri Orang yang Tepat Jadi Pelatih AC Milan, tapi Jangan Jual Tijjani Reijnders
Komentar Fabio Capello soal penunjukkan Massimilliano Allegri gantikan Conceicao di kursi pelatih AC Milan. Tijjani Reijnders tidak boleh dijual.
TRIBUNNEWS.COM - Pelatih kenamaan Italia, Fabio Capello menilai AC Milan dalam jalur yang benar untuk mendatangkan Massimilliano Allegri untuk mengganti Sergio Conceicao di kursi kepelatihan.
Tim berjuluk Rossoneri itu butuh perbaikan mental setelah kegagalan musim ini dengan finis di luar zona Eropa, dan Allegri adalah jawaban yang tepat untuk memperbaikinya.
AC Milan dan Allegri pernah bekerjasama 11 tahun yang lalu. Ahli taktik asal Livorno itu empat musim menangani Diavoli sejak tahun 2010 hingga 2014.
Empat tahun bersama, Allegri mempersembahkan gelar Scudetto pada musim pertamanya dan Supercoppa Italia tahun 2011.

Setelah itu, Allegri didepak dari kursi kepelatihan dan merapat ke Juventus.
Apes bagi Milan, Allegri mencapai kesuksesan yang tiada henti bersama Si Nyonya Tua dengan melanjutkan tren positif merengkuh Scudetto, Coppa Italia, dan Supercoppa.
Direktur baru AC Milan, Igli Tare bergerak cepat untuk mendatangkan Allegri di bursa transfer musim panas ini.
Baca juga: Transfer Pelatih Liga Italia: AC Milan Resmi Depak Sergio Conceicao, Massimiliano Allegri Here We Go
Mereka tak ingin kehilangan lagi karena telah ditinggal Vincenzo Italiano yang menjadi incaran tetapi memilih perpanjangan kontrak dengan Rosoblu, Bologna.
"Milan tidak boleh lagi melakukan kesalahan, dan mereka telah memulai dengan langkah yang benar," ucap Capello kepada La Gazzetta dello Sport, dilansir Football Italia.
"Saya yakin Tare memainkan peran kunci dalam keputusan untuk bertaruh pada Max, seorang pelatih dengan pengalaman dan kepribadian."
"Dengan Allegri di bangku cadangan, saya berharap dapat melihat perubahan tang terjadi musim lalu," sambungnya.
Mental apa yang sejatinya hilang dari AC Milan?
Menurut Capello melihat musim 2024/2025, Milan sejatinya tampil dengan penuh keyakinan, namun itu hanya terjadi di awal babak pertama.
Agresi serangan mereka menunjukkan semangat, tapi setelah 20 menit intensitas menurun bahkan kehilangan fokus dalam bertahan.
"Musim lalu, kita melihat tim yang melakukan segalanya dengan benar selama 20 menit dan kemudian kehilangan fokus," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.