Trending
Sidang Tragedi Kanjuruhan - Perintah Tembakan Gas Air Mata Terungkap hingga Panpel Hanya Bahas Tiket
Rangkuman sidang tragedi Kanjuruhan hingga 26 Januari 2023, simak tiga fakta yang terungkap dalam persidangan
TRIBUNNEWS.COM - Berikut fakta terbaru yang terungkap dalam sidang lanjutan kasus Tragedi Kanjuruhan yang terjadi (1/10/2022) lalu.
Proses persidangan telah berlangsung beberapa tahap, yang terakhir digelar pada Kamis (26/1/2023) kemarin.
Sidang lanjutan kasus Tragedi Kanjuruhan terdakwa bidang keamanan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sedangkan sidang Gugatan Perwakilan Aremania (Class Action) berlokasi di Pengadilan Negeri Kepajen, Kabupaten Malang, di hari yang sama.
Baca juga: Sidang Tragedi Kanjuruhan, Polisi Sebut Telat Bahas Larangan Gas Air Mata: Itu Jamnya di Luar Rapat
Tribunnews.com telah merangkum sejumlah fakta terbaru yang terungkap dalam persidangan hingga 26 Januari 2023, di antaranya:
1. Terdakwa oknum polisi mengakui perintahkan tembakan gas air mata.
Penembakan gas air mata ke tribun supoter diduga menjadi pemicu utama kericuhan Tragedi Kanjuruhan ialah
Atas peristiwa tersebut para supoter yang duduk tenang langsung panik dan mencari tempat perlindungan.
Cara paling masuk akal menyelamatkan diri ialah keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Namun naasnya, para supoter malah terjebak di pintu keluar stadion dan menyebabkan desak-desakan yang begitu parah hingga mengakibatkan hilangnya nyawa.
AKP Hasdarmawan, anggota Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim mengakui telah mengeluarkan perintah penembakan gas air mata tersebut.
Fakta tersebut diungkapkan Hasdarmawan ketika menjadi saksi atas terdakwa security officer, Suko Sutrisno dan Ketua Panpel (Arema vs Persebaya) Abdul Haris, Kamis (26/1/2023) kemarin.
Ia mengaku memberikan perintah kepada anak buahnya untuk menembak gas air mata ke arah supoter.
"Karena serangan itu sudah banyak (lemparan) sehingga saya mencoba kontak dengan handy talkie (HT) kecil yang terkoneksi dengan Komandan Pleton (Danton) dan Komandan Kompi (Danki). Tapi saat itu tidak ada tanggapan.
"Sehingga, saya memerintahkan anggota untuk persiapan menembak gas air mata," ujarnya Hasdarmawan dilansir melalui laman Surya Malang (26/1/2023).
Hasdarmawan tak begitu ingat berapa jumlah gas air mata yang dilempar anak buahnya.
Namun menurut Hasdarmawan, anak buahnya melepas sekira 36 kali tembakan, namun terdakwa tersebut tidak yakin secara pasti.
Maksud dari Hasdarmawan ialah untuk menundukan masa yang mulai memadati area lapangan.
"Saya berfikir kekuatan polisi sedikit. Kalau tidak dihalau maka kami semakin diserang. Bisa dibayangkan kalau tidak dihalau, kami jadi apa," tambahnya.

2. Polisi akui telat membahas larangan gas air mata, Panpel hanya bahas tentang tiket
Polisi akui telah membahas larangan gas air mata
Selain AKP Hasdarmawan, Kabang Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto juga menjadii saksi dalam sidang terhadap Suko Sutrisno selaku Security Officer dan Abdul Haris sebagai Ketua Panpel Arema FC.
Dalam sidang tersebut, Wahyu dipilih jaksa sebagai orang pertama yang diperiksa lantaran menurut keterangan BAP dianggap mengetahui larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Diketahui dari keterangan BAP, Wahyu dianggap memahami regulasi terkait gas air mata karena ia mengikuti rapat koordinasi bersama panpel sebelum laga Persebaya vs Arema FC digelar.
Rapat pertama digelar pada tanggal 15 September 2022 dan rapat selanjutnya pada 28 Oktober 2023.
Pada rapat pertama, Iptu Bambang Sulistiyono selaku Kasat Intelkam Polres Malang, menyampaikan kepada anggota Brimob untuk melarang menggunakan gas air mata di dalam stadion.
Wahyu pun membantah keterangan BAP tersebut.
Sebab, kata Wahyu, Kasat Intel Polres Malang tak hadir sehingga pembahasan larangan gas air mata tidak sesuai kondisi rapat.
Disebutkan Wahyu, larangan itu disampaikan setelah jam salat sehingga sudah di luar jam rapat.
"Kasat Intel menyampaikan soal larangan gas air mata itu setelah salat Zuhur atau Asar. Itu jamnya di luar rapat," kata Wahyu, seperti dikutip dari SuryaMalang.com.
Kesaksian Wahyu pun diperkuat dengan keterangan saksi lain, AKP Bambang Sidik Achmadi.
Meskipun di rapat pertama, Bambang mengakui absen, tetapi ia hadir di rapat kedua.
Menurut Bambang, di rapat tersebut panpel sama sekali tidak membahas materi tentang aturan polisi mengamankan pertandingan sepak bola.
Bahkan, yang dibahas panpel justru terkait penjualan tiket.
"Yang dibahas saat itu, hanya susunan pengawalan dan floating anggota. Kemudian, panpel juga membeberkan kalau tiket sudah terjual 42 ribu sekian," terang Bambang.
Baru setelah rapat itu selesai, polisi berkoordinasi untuk membagi tugas.
Ada polisi yang dibekali tameng, alat pemadam api ringan (APAR), dan gas air mata.
Bambang menyebut, pengamanan itu sudah sesuai standar operasional.
Berdasarkan surat Kapolres Malang dan mendasari surat Kapolri polisi apabila dilibatkan sebagai petugas keamanan pertandingan sepak bola, harus membekali diri dengan senjata.
3. Gugatan perwakilan Aremania (Class Action) ditolak oleh Majelis Hakim.
Seorang Aremania (supoter Arema), Atoilah yang turut jadi korban Tragedi Kanjuruhan melontarkan gugatannya.
Atoilah menuntut ganti rugi sebesar Rp 146 Miliar di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri Kepajen, Kabupaten Malang, Kamis (26/1/2023).
Warga Buluwalang, Kabupaten Malang tersebut menggugat Bupati Malang, Panglima TNI, Kaporli, Dirut PT Liga Indonesai Baru (LIB) dan Ketua Panpel Arema FC.
Namun Majelis Hakim, Immanuel Amin menolak gugatan Class Action Atoilah dan kuasa hukumnya Wasis Waluyo.
"Bahwa ada persyaratan yang harus dipenuhi dulu untuk dapat diterima sebagai gugatan Class Action," ucap Immanuel dilansir melalui Surya Malang (26/1/2023).
"Dengan demikian kami telah selesai melaksanakan tugas untuk mengadili perkara ini. Sidang kami nyatakan tutup," tutup Immanuel mengakhiri sidang.
Baca juga: Rangkuman Sidang Lanjutan Tragedi Kanjuruhan, Terungkap Perintah Tembakkan Gas Air Mata ke Tribun
4. Kuasa hukum terdakwa polisi ditolak oleh Jaksa Penuntun Umum
Pada persidangan Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya, pada Selasa (24/1/2023) Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak kuasa hukum terdakwa anggota polisi.
Pasalnya kuasa hukum tersebut merupakan anggota aktif yang menjabat sebagai Bidang Hukum Polda Jatim.
Penujukan kuasa hukum tersebut untuk mewakili tiga terdakwa polisi yang terseret kasus Tragedi Kanjuruhan.
Tiga terdakwa tersebut ialah Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Menurut JPU penunjukan kuassa hukum tersebut menyalahi aturan UU Advokat.
“Kami menolak secara tegas, terutama tentang tim bidang hukum Polda Jatim. Sebab, sudah jelas diatur dalam UU advokat, seorang pegawai negeri sipil aparat atau pejabat negara lain tidak boleh mewakili,” kata Hari dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (24/1/2023). (*)
(Tribunnews.com/Bayu Panegak) (SuryaMalang.com/Tony Hermawan/ Lu'lu'ul Isnainiyah)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.