Senin, 6 Oktober 2025

Super Pandit

Titik Kemegahan Chelsea: Tangan Dingin Thomas Tuchel, Efisiensi Mason Mount, dan Pujian Jurgen Klopp

Ulasan mengenai Performa Mentereng Chelsea di bawah Nahkoda Thomas Tuchel serta efisiensi Mason Mount yang mampu mengangkat performa The Blues.

Penulis: deivor ismanto
ADRIAN DENNIS / AFP
Pelatih kepala Chelsea Jerman Thomas Tuchel (kiri) memberi selamat kepada gelandang Chelsea Inggris Mason Mount pada peluit akhir selama pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara Chelsea dan Norwich City di Stamford Bridge di London pada 23 Oktober 2021. 

TRIBUNNEWS.COM - Chelsea yang dinahkodai oleh Thomas Tuchel, berhasil tampil mengesankan di awal musim ini, baik di ajang Liga Inggris ataupun Liga Champions.

Tuchel berhasil membawa The Blues ke puncak klasemen Liga Inggris dengan torehan 20 angka dari sembilan pertandingan.

Di Liga Champions, Chelsea juga menunjukkan performa apik, mereka berada di peringkat kedua dengan torehan enam poin dari tiga pertandingan, sang juara bertahan hanya merasakan satu kekalahan saat mereka bertandang ke rumah Juventus.

Tangan dingin Tuchel memang mampu membuat Chelsea dapat bermain menyerang dan bertahan dengan sama baiknya.

Baca juga: Berita Chelsea, Thiago Silva Tertawakan Kritik Legenda Man United, Rudiger Beri Kode ke Liverpool?

Baca juga: Kekejaman Barcelona dan Chelsea Bisa Bikin Manchester United Salah Tingkah

Hal itu pun diakui oleh kompetitornya di Liga Inggris, Jurgen Klopp.

"Tiba-tiba, Anda memiliki kualitas pemain yang sama sekali berbeda untuk diajak bekerja sama dan Anda harus menghadapinya," kata Klopp dikutip dari Skysoprt.

"tetapi dia berhasil menanganinya, saya pikir itu mengesankan,"

“Dia adalah pelatih yang sangat bagus dari generasi yang menarik di Jerman,” tungkasnya.

Liverpool yang juga begitu superior musim ini kesulitan menghadapi 10 pemain Chelsea di Liga Inggris pada (29/8/2021).

Dalam pertandingan yang digelar di Anfield itu, berakhir dengan skor 1-1, andai saja Reece James tidak mendapatkan kartu merah, mungkin saja hasilnya akan berbeda.

Tuchel benar-benar berhasil membuat Chelsea menjadi tim kuat yang sulit untuk dikalahkan.

Formasi tiga bek yang diterapkannya tidak membuat Chelsea bermain bertahan.

Justru sebaliknya, saat ini Chelsea menjadi tim kedua paling produktif di Liga Inggris dengan torehan 23 gol.

Eks pelatih Barcelona yang baru saja dipecat hari ini, Ronald Koeman, adalah salah satu orang yang terkesan dengan strategi Tuchel di Chelsea.

Menurut Koeman, Tuchel sukses menerapkan 3-5-2 dengan sempurna untuk The Blues.

"Hasil terbaik yang didapat Barcelona tahun lalu adalah ketika memakai 3-5-2," tutur Koeman seperti dikutip dari Football365.

"Kami berhasil memaksimalkan Sergio Busquets, kami memiliki beberapa penyerang yang tersedia,"

“Chelsea adalah panutan, mereka bermain dalam 3-5-2, tetapi tidak defensif," tambah pria asal Belanda itu.

Sebelum melatih Chelsea, Tuchel sudah dikenal sebagai pelatih hebat dan kaya taktik.

Itu yang membuat ia mampu beradaptasi dengan cepat bersama Chelsea dan membuat The Blues menjadi sekuat sekarang.

Karir Thomas Tuchel sebelum di Chelsea

Tuchel mengawali karirnya dengan menjadi pelatih tim junior VfB Stuttgart pada sekitaran tahun 2000.

Pelatih asal Jerman itu pun sukses membawa VfB Stuttgart menjuarai kompetisi U-19.

Tuchel pulalah yang ikut membesarkan pemain sekaliber Holger Badstuber dan Mario Gomez. 

Hingga masa baktinya bersama Stuttgart berakhir, pada 2005 Tuchel menukangi tim Augsburg II.

Kala itulah ia bertemu dengan Julian Nagelsmann, yang kini melatih raksasa Jerman, Bayern Munchen.

Namun karena Tuchel adalah sosok yang keras dan idealis akhirnya Augsburg II memilih untuk memecat Tuchel.

Saat itulah, pada musim 2009/2010 Tuchel melatih tim profesional di Bundesliga, FSV Mainz 05.

Tahun 2014, Tuchel memilih mundur dari Mainz untuk menerima pinangan dari Borussia Dortmund.

Dari situ lah, Tuchel ramai disebut mirip dengan Jorgen Klopp yang sama-sama mengawali karier dari Mainz lalu hijrah ke Dortmund.

Thomas Tuchel, Pelatih Dortmund
Thomas Tuchel, Pelatih Dortmund (espnfc)

Tuchel dikenal sebagai pelatih yang adaptif. Ia sering menyesuaikan taktiknya dengan taktik tim lawan, guna meraih hasil yang ia inginkan.

Meski gagal menghentikan dominasi Bayern Munchen di Bundesliga, Tuchel suskes mempersembahkan gelar DFB-Pokal 2017 untuk Dortmund.

Setelah menyumbangkan gelar satu-satunya untuk Dortmund, Tuchel justru dipecat karena berselisih paham dengan CEO Dortmund kala itu, Hans-Joachim Watzke.

Satu tahun setelahnya, tepatnya ditahun 2018, Thomas Tuchel direkrut oleh Paris Saint-Germain  guna menggantikan Unai Emery yang dianggap gagal.

Di Paris, Tuchel berhasil menyumbangkan enam piala Prancis dan dua gelar Ligue 1.

Tuchel juga sukses membawa PSG ke final Liga Champions 2020 untuk pertama kalinya.

Namun, keputusan mengejutkan dilakukan oleh manajemen PSG dengan memilih memecat Tuchel di tengah musim 2021 untuk digantikan oleh Mauricio Pochettino.

Karir mentereng Tuchel bersama Chelsea dimulai hingga sekarang

Presiden Chelsea, Roman Abramovich pada akhirnya memutuskan untuk memecat Frank Lampard, Imbas dari inkonsistensinya The Blues yang berada di peringkat ke-7 Liga Inggris.

Tak menunggu lama, pada Januari 2021, Thomas Tuchel ditunjuk untuk menjadi nahkoda baru Chelsea, pelatih asal Jerman itu dikontrak 18 bulan oleh The Blues dengan opsi perpanjangan satu musim.

Tuchel sukses membuat para pemain Chelsea mampu mengimplementasikan taktik yang diusungnya.

Tuchel mampu membangun The Blues menjadi tim yang kuat dalam bertahan dan menyerang, Lewat skema 3-4-3 dengan adaptasi 3-4-2-1 dan 3-5-2.

Lewat skema itu juga, Tuchel sukses membawa The blues lolos ke partai final Liga Champions sekaligus menjuarainya.

Contoh paling nyata dari skema itu adalah ketika Chelsea mempermalukan Manchester City di final Liga Champions 2021.

Tuchel berhasil mementahkan strategi Pep Guardiola dengan menutup rapat lini tengah.

Pelatih berusia 48 tahun itu juga menggunakan taktik man marking yang agresif.

Taktik ini sengaja dipilih Tuchel karena ia ingin para pemain Chelsea terus bergerak menempel lawan ketika memasuki area tengah.

Hal itulah yang membuat City kewalahan menembus pertahan The Blues dan tak mampu mencetak satu gol pun selama dua babak.

Cara Tuchel menyerang adalah dengan menarik Mason Mount sedikit ke belakang, serta membiarkan Werner dan Havertz bergerak bebas mencari celah pertahanan City yang sibuk menyerang.

Hasilnya, Chelsea berhasil mencuri gol lewat kaki Kai Havertz yang bergerak ke tengah menyambut umpan Mason Mount dari sisi kiri.

Skor tipis 1-0 sukses membawa Chelsea menjuarai Si Kuping Besar. Gelar yang sudah lama dirindukan oleh tim asal London tersebut.

Apa yang berhasil ditunjukkan dan diraih oleh Tuchel di musim lalu, mampu ia pertahankan hingga sekarang.

Efisiensi Mason Mount

Mason Mount adalah salah satu pemain Chelsea yang penampilannya paling konsisten, baik di era kepelatihan Lampard atapun Tuchel, ia selalu menjadi pilihan utama dan tampil memuaskan.

Pemain berusia 23 tahun tersebut sejatinya bukanlah seorang pencetak gol handal, perannya lebih mumpuni sebagai seorang penyambung antara lini tengah menuju depan permainan The Blues.

Gelandang Chelsea, Mason Mount, merayakan mencetak gol ketujuh timnya selama pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara Chelsea dan Norwich City di Stamford Bridge di London pada 23 Oktober 2021.
Gelandang Chelsea, Mason Mount, merayakan mencetak gol ketujuh timnya selama pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara Chelsea dan Norwich City di Stamford Bridge di London pada 23 Oktober 2021. (ADRIAN DENNIS / AFP)

Dan sang juru taktik, Thomas Tuchel paham betul akan potensi dan atribut seorang Mason Mount. Ia memberi kebebasan Mount untuk bergerak dan mengatur serangan Chelsea di tengah ataupun samping.

Mount adalah pemain versatile. Dalam skema dasar 3-4-3 atau 3-4-2-1 yang digunakan eks pelatih PSG tersebut, ia bisa masuk dalam berbagai posisi yang ditugaskan sang juru taktik.

Ia dapat dimainkan di posisi winger kanan, winger kiri, dan memainkan peran no. 10. meskipun seringkali bermain sebagai winger peran utama Mount adalah sebagai playmaker yang diandalkan The Blues untuk merusak kenyamanan bek lawan dalam bertahan.

Visi bermain dan keuletannya dalam mencari ruang begitu baik, sehingga ia tak kesulitan untuk memberi kontribusi yang memuaskan sang pelatih.

Sebagai seorang playmaker, Mount membuktikan diri sebagai kreator serangan yang handal.

Serangan-serangan Chelsea banyak berasal dari kakinya, dilansir Fbref dan sofascore, catatn umpan kuncinya berada di angka 2,76 per pertandingan. Menjadi yang paling tinggi diantara pemain The Blues lainnya.

Sering melakukan umpan beresiko dan terobosan yang rawan dipotong bek lawan, catatan pass completion Mount masih sangat baik yaitu di angka 81.9% per pertandingan.

(Tribunnews.com/Deivor)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

Klub
D
M
S
K
GM
GK
-/+
P
1
Arsenal
7
5
1
1
14
3
11
16
2
Liverpool
7
5
0
2
13
9
4
15
3
Tottenham
7
4
2
1
13
5
8
14
4
Bournemouth
7
4
2
1
11
8
3
14
5
Man. City
7
4
1
2
15
6
9
13
© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved