Liga Italia
Roberto De Zerbi, Maestro di Balik Sassuolo, Dipuji Pep Guardiola, Calon Perusak Hegemoni Juventus
Performa Sasuolo menjadi fenomena terbaru Liga Italia, Pep Guardiola bahkan tidak segan memuji, dan bisa menjadi perusak hegemoni Juventus musim depan
TRIBUNNEWS.COM - Liga Italia perlahan bangkit dengan tergerogotinya hegemoni Juventus oleh tim-tim seperti Lazio, Inter Milan dan yang terakhir Atalanta.
Baik Lazio, Inter Milan dan Atalanta saat ini memang mencuri perhatian dengan berulang kali menyulitkan Juventus di perburuan gelar juara Liga Italia.
Tetapi, di balik ketiga tim tersebut, ada Sassuolo, yang bangkit dan menampilkan permainan prima di Liga Italia.
Baca: Juventus Terancam Memble Gelar, Andrea Pirlo jadi Kandidat Gantikan Maurizio Sarri
Baca: Prediksi Susunan Pemain AC Milan vs Bologna Liga Italia: Ibrahimovic Abu-abu, Rossoneri Misi 3 Poin
Performa impresif dari Sassuolo, tidak lepas dari sentuhan magis Roberto De Zerbi yang datang dari Fiorentina.
Apa yang membuat Sassuolo menjadi sangat unik dan bahkan Pep Guardiola memuji secara langsung performa Francesco Magnanelli dan kawan-kawan?
Roberto De Zerbi adalah sosok pelatih muda, usianya baru mengincak 41 tahun, tetapi dia memadukan banyak unsur dalam permainannya.
Julukan Roberto De Zerbi pun unik, "master of beating press" atau ahli melepaskan diri dari permainan menekan lawan.
Roberto De Zerbi memadukan dua skema klasik Italia, pertahanan grendel Nereo Rocco dengan permainan menyerang taktis ala Arrigo Sacchi.
Permainanya mencuri perhatian Pep Guardiola ketika pada tahun 2018 ia menemui Arrigo Sacchi dan berkesempatan melihat beberapa tim, tetapi yang membuatnya terkesan adalah bagaimana Sassuolo bisa lepas dari tekanan dan memberikan pujian.
"Ketika melihat Sassuolo, saya melihat sebuah hal baru dan impresi dari sepak bola yang sangat luas," puji Pep.
Secara taktik, Roberto de Zerbi akan turun dengan skema 3-5-2 yang akan berubah menjadi 3-2-4-1.
de Zerbi mengaplikasikan apa yang dilakukan Carlo Ancelotti di AC Milan, sekilas secara permainan 'skema pohon cemara' akan ditampilkan dalam mengantisipasi serangan lawan.
Tetapi ketika menyerang, Arrigo Sacchi seolah bangkit kembali, Sassuolo akan memberikan izin kepada salah satu pemain belakang untuk membantu serangan, sekaligus menjadi opsi apabila lawan menekan.
Sehingga akan ada 2 pemain belakang dan 4 gelandang yang akan menjemput bola, ditambah satu bek yang akan berada di depan 4 gelandang, untuk menerima bola lambung apabila tim terjepit.
Uniknya, Sassuolo mewajibkan satu striker untuk menjadi pemain yang akan menjemput bola, jadi membantu pergerakan menyerang Sassuolo sekaligus menarik satu pemain belakang lawan.
Dominic Berardi menjadi sosok yang akan turun ke daerah pertahanannya untuk menjemput bola, posisinya akan diisi oleh Djuricic yang sedikit melebar untuk menerima umpan tersebut.
Taktik ini membuat Sasuolo bisa lepas dari tekanan lawan, kuncinya adalah mengacaukan organisasi penyerangan lawan dengan memancing penyerang dan gelandang mereka dalam posisi yang penuh, sehingga membuat banyak celah di lini tengah.
Ketika di serang, apabila tim berubah dari 3 bek menjadi 5, Sassuolo akan berubah menjadi 4-2-3-1, transisinya memang akan sangat sulit, tetapi disinilah letak kejelian De Zerbi.
Menghadapi Juventus dimana mereka sukses menahan imbang dengan skor 3-3, Si Nyonya Tua nyaris tak berkutik, Mert Muldur dan Georgios Kyriakopoulos, memulai pertandingan sebagai gelandang, sedangkan Peluso, Chirches dan Fransesco Magnanelli menjadi 3 trio di lini belakang.
Juventus nampak dengan mudah memenangkan laga dengan kemampuan individu para pemainnya, tetapi Di Zerbi sudah menyiapkan jebakan bagi Juventus.
Mert Muldur dan Georgios Kyriakopoulos adalah 2 fullback dengan kemampuan melakukan trackback, keduanya dengan disiplin menjaga Douglas Costa dan Bentancur, namun juga tetap membantu serangan Sassuolo.
Peluang yang menggambarkan taktik Di Zerbi adalag peluang perdana Dominco Berardi yang sayangnya masih bisa diansitipasi oleh Szczesny.
Gol pertama juga adalah contoh bagaimana Juventus salah membaca aliran bola Sassuolo, dan membuat Mert Muldur melakukan akselerasi menusuk hingga tepat di kotak penalti Juventus sebelum Filip Djuricic menjebol gawang Juventus.
Pasalnya Fransesco Magnanelli yang turun dalam formasi 3-5-2 berubah menjadi gelandang yang justru menjadi motor serangan, alih-alih bek tengah.
Sarri meresponnya dengan menempatkan Bentancur lebih menekan, tujuannya menghentikan aliran bola Sassuolo, tetapi De Zerbi mengubah permainnya, Bentancur yang sudah tertarik dengan pergerakan Fransesco Magnanelli, meninggalkan lubang, sedangkan Alex Sandro terlambat dalam kembali ke posisinya.
Taktik yang dilakukan De Zerbi adalah transformasi dari 2 filosofi permainan klasik Italia, permainan De Zerbi memberikan angin segar mengenai sepakbola Italia yang memiliki variasi permainan.
Uniknya, Sassuolo adalah tim dengan dengan rata-rata umur termuda ke-3 di Liga Italia di bawah Fiorentina dan Brescia, prospek Sassuolo begitu cerah, talenta-talenta baru bermunculan dengan tangan dingin De Zerbi menjadi salah satu alasan permainan Sassuolo begitu atraktif, dan bukan tidak mungkin Sassuolo bisa menjadi kejutan musim depan dan menjadi masalah tambahan bagi hegemoni Juventus.
(Tribunnews.com/Gigih)