Agus Yuwono Siap Bantu Bongkar Mafia Sepakbola
Saat Agus menjadi juru taktik Persidafon, ia mendapat tawaran dari seseorang yang tidak dikenalnya untuk bersedia kalah ketika melawan Persiwa Wamena.
Laporan Wartawan Harian Super Ball, Sigit Nugroho
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan pelatih Persik Kediri, Agus Yuwono mengaku siap membantu kepolisian untuk membongkar mafia sepak bola di Tanah Air.
Apalagi kasus mafia terkait pengaturan skor pertandingan si kulit bundar di Indonesia sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Menurut Agus, mafia pengaturan skor memang ada di negeri ini. Pria yang sudah malang melintang melatih beberapa klub di Indonesia itu memaparkan pengalamannya saat akan disuap.
"Selama melatih tim profesional, saya sudah tiga kali mengalami penawaran pengaturan skor, yakni satu kali ketika melatih Persidafon Dafonsoro dan dua kali saat melatih Gresik United," kata Agus kepada Harian Super Ball.
Agus menerangkan, saat menjadi juru taktik Persidafon, dirinya mendapat tawaran dari seseorang yang tidak dikenalnya untuk bersedia kalah ketika melawan Persiwa Wamena pada 2012. Kala itu, Agus yang dijanjikan uang senilai Rp 200 juta, diminta untuk kalah dengan skor 1-3.
Hal serupa dialami Agus ketika melatih Gresik United. Salah seorang tak dikenalnya menawari uang suap senilai Rp 200 juta agar bisa mengakhiri pertandingan dengan skor imbang saat melawan Persik Kediri pada kompetisi musim 2013/2014.
"Saya tidak tahu orang yang menawari uang sogokan itu berasal dari tim lawan atau orang ketiga. Intinya saya tidak tertarik dan menolak uang suapan itu. Hasilnya kami tetap kalah dengan skor 0-1 dari Persiwa dan imbang 1-1 ketika melawan Persik," ujar Agus.
Agus mengucapkan, dirinya menolak sogokan itu, karena dia tidak mau mencoreng fair Play yang selalu didengungkan PSSI dan perangkatnya setiap pertandingan di kompetisi selama ini.
"Saya menolak karena tidak sesuai hati nurani. Saya ingin turut memajukan kompetisi di Tanah Air. Jika tawaran itu diterima, berarti tidak jauh berbeda dengan mafia sepak bola yang menginginkan kualitas sepak bola nasional tidak pernah maju. Lagipula uang seperti itu tidak akan berkah dan tidak baik jika dimakan sama anak istri," ucap Agus.
Agus menambahkan, ada beberapa temannya sesama pelatih yang akhir hidupnya berantakan, karena menerima uang sogokan untuk mengatur skor.
"Yang susah tidak cuma pelatih itu saja, tetapi juga anak dan istrinya. Yang namanya uang panas memang merusak semuanya. Termasuk merusak perkembangan sepak bola kita. Oleh karena itu, saya siap jika pihak kepolisian memerlukan informasi terkait pengalaman saya itu," tambah Agus.
Agus ingin, pengalamannya yang dibagi ke publik itu bisa membuka pintu untuk perbaikan sepak bola nasional. PSSI jangan menutupi kasus ini, karena hal ini sudah menjadi rahasia umum.
"PSSI harus mau mengevaluasi diri untuk membenahi tata kelola kompetisi, sehingga mafia seperti itu bisa dihilangkan. Menpora juga diharapkan kerjasamanya untuk mendung perbaikan dan pembenahan sepak bola kita," tutur Agus.
Dengan kerjasama yang terjalin baik antara Menpora dan PSSI, tentunya masa depan sepak bola nasional lebih cerah.
"Saya tidak membela PSSI atau Menpora. Keduanya memang sudah seharusnya bergandengan untuk membenahi sepak bola kita, agar di masa mendatang prestasinya makin cemerlang. Sebagai pelaku sepak bola, saya ingin ada perdamaian, sehingga saya bisa kembali melatih. Pekerjaanpun bisa kembali di dapat. Dengan vakumnya kompetisi, saya jadi tidak punya pekerjaan. Padahal saya harus menafkahi anak dan istri," papar Agus.
Agus berharap kasus mafia di sepak bola nasional kita bisa segera diungkap oleh polisi.
"Harapan saya ini ada ending-nya. Ada tersangkanya, diungkap buktinya. Betul-betul ada penyelesaian yang real, yang jadi korban siapa, yang jadi tersangka siapa dan harus mendapatkan hukuman. Demi perbaikan sepak bola kita," jelas Agus.