MotoGP
Nasib Fabio Quartararo Cs di MotoGP 2023: Beban Kerja Nambah, Gaji Ajeg
Nasib pembalap MotoGP 2023 mulai dari Quartararo hingga Bagnaia diselimuti ketidakpastian soal penambahan gaji berkaitan dengan adanya Sprint Race.
Penulis:
Drajat Sugiri
Editor:
Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat MotoGP sekaligus manajer Enea Bastianini, Carlo Pernat, bertekad membentuk serikat kerja di MotoGP 2023 jika keluhan seputar Sprint Race tak didengar oleh Dorna.
Apa yang dilakukan Carlo Pernat lantaran tidak adanya kejelasan dari Dorna Sport seputar kompensasi bagi pembalap di MotoGP 2023 yang mengikuti Sprint Race.
Ini menjadi warta tone negatif bagi penyelenggaraan MotoGP 2023.
Pasalnya, Pernat yang juga pernah menjadi manajer Valentino Rossi telah memberikan ultimatum kepada Dorna soal kesejahteraan para pembalap.
Pada MotoGP 2023, Fabio Quartararo dan pembalap sejawatnya memiliki beban kerja bertambah, namun gaji enggak naik.
Baca juga: Yamaha Janjikan Spek Motor yang Lebih Manis kepada Quartararo di MotoGP 2023
Jika pada musim-musim sebelumnya, para rider di kelas para raja hanya memiliki satu race di akhir pekan, yakni hari Minggu.
Namun dengan gagasan Dorna menciptakan Sprint Race, maka para pembalap harus siap menggeber kuda besinya dua kali di setiap seri.
Sprint Race sendiri berlangsung sehari sebelum pelaksaan balapan kejuaraan dunia.
Merujuk jumlah balapan di MotoGP 2023 yang berjumlah 21, maka setiap pembalap harus melakukan 42 balapan.
Dengan beban kerja yang bertambah, wajar jika kemudian para pembalap MotoGP menginginkan ada kompensasi lebih.
Apalagi ada banyak risiko bagi Marc Marquez dkk ketika mengikuti Sprint Race. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah risiko cedera.
Tentu saja cedera akan berimbas kepada kejuaraan dunia, di mana perolehan poin di Sprint Race tak masuk dalam hitungan klasemen untuk titel juara dunia MotoGP 2023.

"Ini tidak adil, para pembalap menandatangani kontrak baru sebelum ide Sprint Race muncul. Jadi saya rasa wajar jika kemudian ada tuntutan soal kompensasi bagi pembalap," buka Carlo Pernat, dikutip dari laman Mowmag.
"Bagaimana bisa seorang pembalap yang sudah ada kontrak jelas harus balapan dua kali dengan bayaran terima kasih saja. Ini tidak mungkin," sambung owner dari portal GPone ini.
Pernat menambahkan, jika tidak bisa memberikan kompensasi seperti gaji para pembalap, maka setengah dari upah yang diberikan tim juga tak menjadi masalah.
Terlebih regulasi Sprint Race di MotoGP 2023 ialah setengah dari jumlah lap di kejuaraan resmi. Misal, di Mandalika biasanya membutuhkan 24 putaran, maka di Sprint Race akan berlangsung 12 lap.
Apa yang ditakutkan pada gelaran MotoGP 2023 berupa boikot besar-besaran bisa terjadi.
Apalagi Pernat mengingatkan bukan tak mungkin jika manajer dan pembalap membentuk adanya serikat kerja untuk memperjuangkan nasib mereka.
"Jangan pernah berpikir bahwa pembalap tidak memiliki tim (serikat kerja). Mereka akan memperjuangkan nasibnya," sambung manajer Enea Bastianini.
Dorna memang dalam kondisi pelik sekarang.
Selain pamor ajang balap MotoGP menurun, imbasnya ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan yang berpusat di Spanyol ini juga menukik drastis.
Hal ini coba dipahami oleh Pernat. Namun tanpa kompensasi untuk pembalap mencakup ide Sprint Race, maka itu dianggap salah.
"Memang Dorna sedang kesulitan finansial sekarang, namun gagasan Sprint Race mengundang mereka untuk memberikan kompensasi. Balapan ini berisiko," terangnya.
Sprint Race memang menjadi polemik di MotoGP 2023. Wajar jika kemudian manajer setiap pembalap memperjuangkan besaran gaji bagi ridernya.
Mengingat jika dikomparasikan dengan Formula 1 (F1) yang juga memiliki Sprint Race, gajinya terbilang timpang.
Sebagai perbandingan saja, pembalap F1 dengan jumlah bayaran tertinggi saat ini dipegang oleh Max Verstappen.
Dalam satu musim F1 2022, Max Verstappen mendapatkan gaji mencapai 40 juta dollar US atau sekitar Rp 619 miliar.
Sedangkan rider MotoGP 2023 dengan penghasilan tertinggi hingga kini masih dipegang andalan Repsol Honda, Marc Marquez.
Juara dunia MotoGP enam kali ini mengantongi 15 juta Euro atau Rp 226 miliar per musim.
(Tribunnews.com/Giri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.